Tidak Didasari Kerugian Pemohon - Gugatan UU OJK

NERACA

Jakarta - Permohonan pengujian UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK bukan didasari pada kerugian para pemohon, namun hanya merupakan kekhawatiran dalam penerapan norma. "Hanya merupakan kekhawatiran para pemohon terhadap permasalahan penerapan norma (implementasi), yang sama sekali tidak terkait dengan konstitusional norma," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad saat memberikan keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang pengujian UU OJK di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (18/9).

Oleh karena itu, kata Muliaman, pihaknya meminta majelis hakim MK menyatakan kedudukan hukum (legal standing) para pemohon tidak memenuhi persyaratan dan untuk menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Selain itu, Muliaman juga membantah dalil permohonan pemohon terkait pengujian beberapa pasal UU OJK.

Dalam Pasal 2 ayat (2) UU OJK yang menyatakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara ditugas diatur dalam UU.

Dia juga menegaskan, Independensi OJK harus dimaknai independen dalam ruang lingkup menjalankan tugas dan kewenangannya, bukan dimaknai independensi sebebas-bebasnya tanpa kontrol."Hal itu sudah sesuai kebutuhan dan pengawasan sektor jasa keuangan, sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi," ujar Muliaman. 

Sedangkan tentang dalil Pasal 5 UU OJK, Muliaman mengakui bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan bank merupakan kewenangan BI melalui UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang BI, namun fungsi itu telah dialihkan kepada OJK melalui UU OJK.

"Kami menyanggah dalil pemohon, karena Pasal 23D UUD 1945 tidak mengatur bahwa pengaturan dan pengawasan perbankan merupakan kewenangan bank sentral," ungkap dia.

Menurut dia, Pasal 23D UUD menyerahkan sepenuhnya kepada pembuat UU untuk merumuskan ruang lingkup kewenangan bank sentral."Fungsi itu kehendak pembentuk undang-undang yang diintegrasikan (delegasi) ke satu lembaga sektor OJK sebagai bagian pengawasan terhadap sektor jasa keuangan lain (asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, pembiayaan). Ini justru bagian pelaksanaan Pasal 23D UUD 1945," jelas Muliaman.

Sedangkan terkait penggunaan APBN dan mekanisme pungutan yang diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 37 UU OJK, Muliaman mengatakan bahwa pengelolaan anggaran OJK, disusun dengan prinsip akuntabilitas yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan sesuai Pasal 38 UU OJK.

"Selain melaporkan kepada DPR, pengawasan eksternal terkait laporan keuangan dilakukan BPK atau kantor akuntan publik yang ditunjuk BPK. Bahkan, saat ini ada OJK Watch yang terus-menerus mengawasi OJK," tandas dia.

Dengan begitu, kekhawatiran pungutan kepada industri keuangan akan mengurangi kemandirian dan potensi penyimpangan oleh OJK tidak beralasan.

Perlu diketahui, pengujian UU OJK ini dimohonkan beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomo Bangsa yang menilai secara konstitusional rujukan OJK tidak jelas di UUD 1945.

Pemohon menilai pada dasarnya OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.

Sedangkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain adalah tidak sah karena Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut.

Pemohon juga menganggap fungsi pengawasan dan pengaturan bank sebenarnya merupakan tugas Bank Indonesia karena telah dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 23D UUD 1945. Selain itu, pemohon menilai asas independensi yang dimiliki OJK juga tidak memiliki dasar karena pasal yang mengatur sifat ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU OJK tidak memiliki rujukan.

Atas dasar itu, pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, mereka meminta frasa tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus. [mohar]

BERITA TERKAIT

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…