Subsidi Listrik Capai Rp68,69 Trilliun - Tahun Depan

NERACA

Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja (raker) bersama Kementerian ESDM menetapkan subsidi listrik sebesar Rp68,69 triliun dalam RAPBN 2015. Besaran subsidi itu jauh lebih rendah ketimbang penetapan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar Rp85,75 triliun.

"Komisi VII DPR menyetujui subsidi listrik Rp 68,69 triliun," kata Anggota Komisi VII DPR sekaligus pimpina raker, Milton Pakpahan di Gedung DPR, Rabu (17/9) malam. Dalam persetujuan terhadap besaran subsidi listrik itu, Milton memberi syarat kepada pemerintah untuk menjalankan program percepatan ketenagalistrikan melalui Energi Baru Terbarukan (EBT).

"Yang terpenting program pembangkit melalui FTP itu harus diselesaikan seleruhnya," katanya.

Sedangkan Menteri ESDM Ad Interim Chairul Tanjung (CT) mengatakan, usulan tersebut berdasarkan perhitungan pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 9%. Dengan demikian, diperkirakan konsumsi listrik tahun depan mencapai 216,6 Tera Watt hour (TWh). Biaya pokok produksi Rp1.813 per Kilo Watt hour (KWh).

"Asumsi subsidi listrik sudah termasuk adjustment (penyesuaian) pada 1 Januari 2015 bagi pelanggan yang subsidinya sudah dicabut pada 2014," tutur dia. 

Chairul mengatakan, dalam jangka panjang, pemerintah akan menghilangkan pemakaian BBM pembangkit. "Termasuk di wilayah 'remote' (sulit), bukan tidak mungkin BBM-nya dihilangkan," katanya.

Menurut dia, pemerintah akan memperbanyak pembangkit berbahan bakar murah khususnya batubara. "Kami juga akan berusaha melakukan efisiensi PLN," ujarnya.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman menambahkan, pada 2015, biaya pemakaian gas bumi mengalami kenaikan dikarenakan penambahan gas alam cair (LNG). Porsi LNG, lanjutnya, mengalami kenaikan dari 18 persen pada 2014 menjadi 24 persen pada 2015. Sementara, harga LNG berkisar 14,5 dolar per MMBTU atau lebih mahal dari gas pipa 8-9 dolar per MMBTU. "Dampaknya, harga gas jadi naik," ujarnya.

Sedangkan menanggapi hal itu, Pengamat Energi Fabby Tumiwa berpendapat, dengan penurunan subsidi tersebut industri harus siap-siap dengan perubahan tarif listrik. 

Fabby berpandangan, dengan kenaikan tarif listrik enam golongan secara bertahap  pada 2014, maka penurunan subsidi listrik merupakan hal yang wajar. 

Dia berpesan, pemerintah harus mengawasi kinerja keuangan PLN. Pasalnya, dengan penurunan subsidi tersebut jangan sampai keuangan perusahaan pelat merah itu memburuk. 

Selain itu, kata dia, perlu ada mekanisme pengendalian biaya pokok produksi (BPP) PLN oleh pemerintah. [agus]

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…