Teknologi Tingkatkan Produksi Hingga 50% - Industri Perikanan Budidaya Bakal Terapkan Total Akuakultur

NERACA

Bogor – Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan sistem Total Akuakultur dalam rangka menggenjot industri perikanan budidaya di Indonesia. Sistem ini erat kaitannya dengan penerapan teknologi tepat guna dalam rantai produksi perikanan dari hulu sampai hilir. Penerapan Total Akuakultur ini ke depan bakal semakin meningkatkan produksi dan daya saing produk perikanan hasil budidaya.

“Ke depan kita akan menggunakan sistem Total Akuakultur. Sistem ini menggunakan fully technology (penerapan teknologi di seluruh lini produksi perikanan budidaya-Red), mulai dari induk unggul dan seterusnya. Dengan induk unggul saja, produksinya sudah meningkat 20%,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto kepada awak media sebelum acara Seminar Nasional Limnologi VII di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/9).

Menurut Dirjen Slamet, pihaknya sudah membangun percontohan dari penerapan Total Akuakultur di beberapa kawasan minapolitan di Tanah Air. “Kita punya percontohan di kawasan minapolitan. Sudah ada beberapa yang menggunakan full teknologi. Dari induk unggul, vaksin, benih, lingkungan, sirkulasi dengan closed system, probiotik, dan lainnya,” jelas Slamet.

Penerapan teknologi, sejauh ini, imbuh dia, dapat meningkatkan produksi akuakultur antara 40%-50%. Itu sebabnya, pemerintah, dalam hal ini DJPB terus mendorong para pembudidaya untuk menerapkan teknologi dalam proses produksi.

“Ke depan, terkait perubahan iklim, kita sudah siapkan teknologi. Perikanan budidaya ini bisa dilakukan dengan teknologi dari yang sangat sederhana sampai yang superintensif, dari masyarakat pedesaan yang modalnya sedikit sampai masyarakat perkotaan atau padat modal. Tinggal milih mana. Kita sudah siapkan apa yang harus kita lakukan ke depan,” tambahnya.

Dalam catatan DJPB, produksi perikanan budidaya sudah melampaui target dalam beberapa tahun terakhir. Data produksi tersebut merupakan jumlah yang dihitung di seluruh daerah. “Di 2013, dari target 13 juta ton perikanan budidaya, sudah terlampaui, yaitu 13,7 juta ton. Termasuk peningkatan produksi per komoditas juga tercapai. Komoditas unggulan seperti udang, rumput laut, bandeng, patin, lele, nila, mas, gurame, dan banyak lainnnya. Target 2014, perikanan budidaya adalah 13,9 juta ton,” kata dia.

Total luas lahan budidaya ikan di Indonesia mencapai 12 juta hektar, namun, menurut penuturan Slamet, baru dimanfaatkan sekitar 7% dari total area budidaya. Pemanfaatan perairan laut untuk budidaya (marikultur) baru 1,1%, sementara untuk perairan air payau dan air tawar masing-masing sudah dimanfaatkan 30%. Jika produksi perikanan tangkap dilakukan dengan stabil agar kekayaan laut tetap seimbang dan lestari alias tidak boleh eksploitasi jor-joran, maka perikanan budidaya bisa dikembangkan secara signifikan dan nyaris tak terbatas. “Perikanan budidaya bisa dikembangkan, karena ada luasan lahan dan teknologi tersedia. Bisa diukur. Perikanan budidaya inilah yang akan menjadi andalan dunia,” ujar Dirjen Slamet.

Sinergi Teknologi

Seminar Nasional Limnologi VII diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengerahuan Indonesia (LIPI) dengan tema bahasan utama mengenai perairan umum. Dirjen Slamet Soebjakto hadir dalam acara itu sebagai salah satu pembicara kunci (keynot speaker). Terhadap peran LIPI dalam industri akuakultur, Slamet mengatakan, lembaga tersebut punya peranan sangat penting.

“Saya melihat peranan LIPI sangat penting, khususnya di dalam pengelolaan perairan umum. Sebetulnya kerjasama ini sudah banyak kita lakukan, seperti di danau Toba dan danau Maninjau. Dari hasil penelitian yang dihasilkan dari para peneliti LIPI ini sebenarnya bisa diimplementasikan. Dan ini saya kira ke depan, harus banyak sinergi pemerintah, swasta, dan masyarakat,” ujar Slamet.

Persoalan infrastruktur, lanjut Slamet, menjadi salah satu kendala dalam pemanfaatan perairan umum untuk budidaya ikan. Kendala infrastruktur itu lazim terjadi di daerah. “Di daerah, masih sangat lambat, terutama di dalam mengatur danau atau waduk tersebut, dibanding pemanfaatan oleh masyarakat. Terlebih di dalam pengelolaan waduk ini banyak sekali institusi yang terlibat, tidak hanya perikanan. Tapi ada perikanan, kehutanan, pertanian, pariwisata, perhubungan, lingkungan dan lainnya, sehingga cukup kompleks,” papar Slamet.

Direktorat yang Slamet pimpin berikut para pelaku usaha akuakultur sangat membutuhkan hasil penelitian LIPI. “Seperti tadi ternyata kita baru tahu, air gambut ternyata bisa diolah, bisa dimanfaatkan dan layak, termasuk untuk keperluan perikanan. Belum dari hal lain, baik di perairan umum atau di komoditas-komoditas yang lain. Tapi sejauh ini memang perlu kita lebih sinergikan agar peneliti, litbang, dan LIPI bisa bersinergi dan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya atau kementerian teknis. Agar hasil penelitian mereka lebih terimplementasi,” tandas Dirjen.

Dirjen Slamet mencontohkan, dalam pengelolaan danau Toba di Sumatera Utara, DJPB bekerjasama dengan LIPI. “Mereka (LIPI) meneliti kualitas airnya, zonasi dan lainnya. Tapi untuk hal lainnya perlu kita tingkatkan untuk perikanan budidaya di perairan umum saja, tapi juga di marikultur (budidaya laut) atau tambak (budidaya payau), atau yang lainnya. Ke depan kita perlu tingkatkan sinergi antara kementerian, lembaga, termasuk LIPI ini dengan kita. Ternyata banyak sekali yang bisa kita gunakan. Sepintas saja tadi saya lihat sebetulnya ini yang kita inginkan,” sebutnya.

Sejauh ini, penelitian yang dihasilkan LIPI sangat cocok diterapkan dalam budidaya perikanan budidaya, terutama yang terkait dengan budidaya pro lingkungan. Namun demikian, Slamet melihat,  pengembangan perikanan budidaya ini harus dioptimalkan di kawasan-kawasan minapolitan. “Seluruh kementerian bersinergi membangun kawasan itu. Ada Peraturan Menteri dan Instruksi Presiden juga. Kalau ini bersinergi dan bergabung, ini akan menjadi luar biasa,” tutur Slamet.

Industri perikanan budidaya ke depan, tegas Slamet, dirancang untuk menghasilkan produk berdaya saing dan berkelanjutan. “Berkelanjutan inilah yang saya kira kita perlu lebih bekerjasama dengan LIPI. Lingkungan menjadi satu isu. Di waduk seperti di waduk Cirata itu sudah over capacity. Di perairan umum pertumbuhan jaring apung sudah melebihi kapasitas. Itu karena pengawasan di tiap-tiap daerahnya kurang. Jadi masalah danau atau waduk itu lebih ke pemerintah daerah. Kita pusat hanya membuat peraturan menteri, memfasilitasi, dan lainnya,” tukas Dirjen Slamet.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…