Jaga Pertumbuhan Ekonomi Nasional - Indonesia Mesti Fokus Industri Kreatif

NERACA

Jakarta –Indonesia membutuhkan peningkatan sektor industri kreatif guna menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mencapai negara dengan perekonomian terbesar ketujuh pada 2030 sesuai yang telah diproyeksikan. "Satu area yang kaya akan potensi (bagi Indonesia) adalah sektor industri kreatif dan ini seharusnya dapat menjadi bagian kunci dari strategi pemerintah guna membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang lebih kuat," kata Wakil Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Bindu Lohani dikutip dari Antara di Jakarta, Minggu (14/9).

Bindu mengingatkan bahwa Indonesia telah diproyeksikan untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh pada tahun 2030, tetapi untuk menjaga hasil yang telah baik selama ini dinilai membutuhkan transformasi dari model pertumbuhan saat ini dengan lebih fokus pada jasa, keahlian, dan teknologi tingkat tinggi.

Selain itu, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada 2001--2010 dan memiliki jumlah tenaga kerja muda yang besar. Namun, Indeks Ekonomi Pengetahuan Bank Dunia menempatkan Indonesia di posisi 107 dari 145 negara yang termasuk dalam penilaian pada tahun 2012.

Untuk itu, pengambil kebijakan di Indonesia diimbau untuk mengarahkan perekonomian menjadi berbasis pengetahuan dengan meningkatkan infrastruktur, menambah pembiayaan untuk riset dan pengembangan, serta memperbaiki kualitas dan relevansi dari pendidikan tingkat tinggi.

Sejumlah bidang dalam sektor industri kreatif seperti fashion atau busana, desain, permainan elektronik dan animasi dinilai merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia, sehingga berbagai bidang tersebut juga diharapkan terus berkembang. "Membangun sektor berorientasi pengetahuan dan proses adalah penting untuk melanjutkan pertumbuhan tinggi serta memperkuat posisi Indonesia di dalam ASEAN dan melewati 2015," kata Bindu.

Kebijakan yang diambil pemerintah dalam hal pembatasan konsumsi BBM subsidi di beberapa wilayah Indonesia membuat kondisi masyarakat tidak menentu. Sementara di sisi lain pemerintah tampaknya belum berani untuk menaikkan harga BBM. “Anggaran subsidi energi terutama BBM kan meningkat setiap tahunnya, jika terus terjadi bisa mempersempit ruang gerak fiskal untuk pendanaan pembangunan nasional,” kata Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Angkatan 49, Boedhi Setiadjid, pekan lalu.

Berdasarkan catatan IKAL, Pemerintah hampir menghabiskan sekitar Rp 350 triliun hingga Rp 400 triliun setiap tahunnya untuk subsidi energi yang di dalamnya terdapat subsidi BBM dan subsidi listrik. Pembahasan APBN-P Tahun 2014, anggaran subsidi energi naik drastis dari Rp 282,1 triliun menjadi Rp 350,31 triliun, dari anggaran tersebut Rp 50 triliun dimasukkan dalam anggaran tahun 2015.

Berbarengan dengan lonjakan anggaran subsidi, sumber pemasukan dari setoran pajak kian seret. APBNP 2014 menetapkan setoran perpajakan sekitar Rp 1.246,1 triliun, turun dari target APBN 2014 yang mematok Rp 1.280,3 triliun. “Subsidi BBM sebanyak 77% hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat yang mampu, sehingga tidak tepat sasaran dan tidak produktif,” ungkap Boedhi.

Menurutnya, dengan alokasi subsidi BBM yang mencapai 17.84% dari belanja pemerintah pusat, angka yang dinilai besar itu dapat menjadi beban APBN dalam menjalankan program-program pembangunan untuk masyarakat, sehingga diperlukan solusi jangka panjang terhadap permasalahan subsidi BBM.

Di sisi lain, pemerintah ke depan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% setiap tahunnya, dan memerlukan anggaran untuk hal tersebut. Menurut Boedhi, anggaran subsidi BBM harus dialihkan ke sektor-sektor produktif, seperti untuk pembangunan infrastruktur transportasi dan anggaran untuk meningkatkan pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

IKAL merekomendasikan agar anggaran subsidi energi terutama subsidi BBM, dapat dialihkan untuk sektor pembangunan infrastruktur sekitar Rp 50 triliun setiap tahunnya. Pembangunan infrastruktur  itu antra lain infrastruktur transportasi untuk membangun jalan, pelabuhan, revitalisasi angkutan darat, laut, udara dan lain-lain.

Menurut Boedhi, pengalihan subsidi BBM untuk pengembangan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi infrastruktur di Indonesia yang saat ini baru sekitar lima persen menjadi 7,5-10% dari produk domestik bruto. Dengan nilai itu, Indonesia baru akan dapat mulai menyamai investasi infrastruktur di India dan China. “Subsidi BBM seharusnya dapat juga dipakai untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur logistik yang menjadi salah satu masalah utama dalam kelancaran arus barang,” kata Boedhi.

Infrastruktur transportasi Indonesia pada peringkat 61 dari 148 negara. Di antara negara ASEAN, peringkat infrastruktur Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam. Hasil pengembangan infrastruktur diharapkan dapat mempercepat waktu transportasi dan meningkatkan produktivitas armada yang terkendala infrastruktur.

Boedhi mengatakan, selain dapat dialihkan untuk anggaran infrastruktur transportasi, subsidi BBM juga dapat dialihkan untuk anggaran pengembangan ekonomi kreatif. “Seharusnya bisa diberikan sekitar Rp 20 – 35 triliun dari pengalihan subsidi BBM untuk ekonomi kreatif, diantaranya untuk membantu permodalan, pengadaan bahan baku, pembukaan akses pasar baik dalam dan luar negeri, bantuan aspek manajerial, dan lain-lainnya,” paparnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…