Efisiensi Anggaran vs Pencegahan

Oleh:Kencana Sari

Peneliti Badan Litbang Kemenkes

Beberapa penyakit fatal yang menjadi penyebab kematian terbesar adalah penyakit jantung koroner dan stroke. Jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Angka jantung koroner  berdasarkan diagnosis dokter atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur 25 pun angka penderita jantung koroner sebesar 1  persen. Pada umur 50 keatas kejadiannya meningkat menjadi 2-3 per seratus penduduk.  Total dari 250 juta penduduk Indonesia berumur 15 tahun atau lebih, ada 0,5 persen penderita jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter atau gejala. Maka sekitar 2,6 juta penduduk Indonesia menderita jantung koroner. Sedangkan penderita stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebasar 7 per mil, artinya sekitar 1,2 juta penduduk.

Padahal kerugian yang ditimbulkan tidaklah sedikit. Di Amerika, ada 1,5 juta penderita stroke dan serangan jantung. Penyakit kardiovaskular termasuk jantung dan stroke merupakan penyebab kematian utama. Pengeluaran pelayanan kesehatan dan penurunan produktifitas ekonomi karena penyakit ini mencapai US$312,6 miliar setahun dan nilainya semakin meningkat. Pada level individu, keluarga yang mempunyai penderita jantung tidak hanya berakibat tingginya biaya pengobatan, tetapi juga hilangnya pendapatan dan potensi penurunan standar hidup. Sekarang memang ada Jaminan Kesehatan Nasional, sehingga mengurangi beban individu penderita tetapi berpindah menjadi beban negara.

Bayangkan angka penderita jantung koroner dan stroke di Indonesia yang mencapai lebih dari dua kali lipat angka penderita di Amerika. Pemerintah Indonesia pun dihadapkan pada beban pelayanan kesehatan dan kerugian ekonomi sebesar US$812.76 miliar setahun. Belum lagi jika angkanya di rupiahkan, banyaknya tak terbayang.

Jantung koroner dan stroke biasanya juga dipicu oleh kadar kolesterol dan tekanan darah yang tidak terkontrol, dan kebiasaan merokok. Fakta yang mengkhawatirkan, angka tekanan darah tinggi di Indonesia pada umur >18 tahun mencapai 25,8 %. Pada umur 25-34 ada 14,7 persen penderita hipertensi. Angkanya semakin meningkat seiring bertambahnya kelompok umur. Hingga pada mereka yang berusia 65 tahun keatas lebih dari 1:2 menderita hipertensi. Penderita ini hampir merata di seluruh kelas sosial ekonomi dari yang termiskin hingga yang terkaya, baik di pedesaan maupun di perkotaan.  Padahal hasil analisis di negara maju menunjukkan bahwa jika tekanan darah tinggi bisa di menghemat pengeluaran  negara sebesar US$43 miliar untuk biaya pelayanan kesehatan dan US$ 25 miliar untuk nilai ekonomi akibat hilangnya produktivitas.

Bagaimana dengan kadar kolesterol orang Indonesia? Data Riset  kesdas pun menunjukkan bahwa 60 persen penduduk Indonesia mempunyai kadar kolesterol dalam kategori near optimal dan borderline (LDL 100-159 mg/dl) dan sisanya berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Tak heran sebab lebih dari 40 persen masyarakat kita mengkonsumsi gorengan paling tidak satu kali atau lebih dalam sehari.

Tergambar sudah besar kerugian yang akan diderita akibat penyakit jantung dan stroke. Untuk itu perlu dilakukan berbagai intervensi untuk mempromosikan pencegahan. Masyarakat perlu didorong untuk mau mengontrol tekanan darah, mengontrol kadar kolesterol dengan menjalankan pola makan sehat dan hidup aktif. Hasil penelitian menunjuan setiap dollar yang dihabiskan untuk program peningkatan aktivitas fisik, peningkatan gizi, dan pencegahan merokok berbasis bukti akan menghemat biaya negara US$5,60.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…