Betapa berat tugas, kewajiban dan tanggung-jawab konstitusional yang nanti akan diemban Presiden terpilih Joko Widodo, telah terlihat gamblang dari postur dan bobot Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2015. Lewat RAPBN tahun 2015 itu rezim pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni menargetkan pengeluaran sebesar Rp 2.019.9 trilyun dan pendapatan hanya sebesar Rp 1.762.3 trilyun, atau defisit sebesar Rp 257.6 trilyun. Di pihak lain, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan(APBN-P) tahun 2014 yang telah di-accord Dewan Perwakilan Rakyat RI(DPR RI) menunjukkan defisit sebesar Rp 241.5 trilyun, tak urung akan mewarnailangkah-langkah awal penyelenggaraan kekuasaan rezim pemerintahannya.
Betul, masih terbuka peluang bagi Presiden terpilih Joko Widodo untuk bersama rezim pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membahas RAPBN tahun 2015 di DPR RI hingga akhir September 2014. Bahkan, dalam kapasitasnya pemegang legitimasi rakyat, Presiden Joko Widodo masih akan dapat mengajukan APBN-P tahun 2015 pada Pebruari 2015 mendatang. Namun, kreasi-kreasi itu tampaknya takkan banyak menolong meringankan bebantugasyang diterimanya dari rakyat. Paling banter, Presiden terpilih Joko Widodo cuma bisa merumuskan bermacam substansi permasalahan yang memberatkan RAPBN tahun 2015.Soalnya, perimbangan kekuatan di DPR RI antara koalisi parpolpendukung dengan koalisi parpol “opposisi”terhadap rezim pemerintah yang akan diorganisasikannya, hingga saat ini masih rawan. Perubahan perimbangan kekuatan ditunggu segera terjadi.Itu pun, jika hingga sebelum minggu ketiga September 2014terus berkembang komunikasi, manuver dan tindak-langkah signifikan menuju “rekonsiliasi” politik.Dalam blantika perpolitikan, berbagai dinamikabisa terusberkembang, kapan saja.Yang diungkapkan di atas, merupakan tantangan terkait tren politikyang mesti diapresiasi dan diakselerasi Presiden terpilih Joko Widodo secara mantap dan optimal.
Tren Pengangguran
Tren pengangguran merupakanmasalah lainberkenaan kondisi sosial yang juga paling memprihatinkan dewasa ini. Persoalan yang menyangkut langsung hidup rakyat serta martabat bangsa dan NKRI itu perlu dan harus pula segera di atasi rezim pemerintah baru. Apalagi, pengangguran berdampak signifikan terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin. Tahun 2013 silam, angka pengangguran tercatat sekitar 6.25 persen, sedangkan kemiskinan mencapai sekitar 11.47 persen, masing-masing dari total jumlah penduduk NKRI sebanyak 250 juta jiwa. Angka-angka itu secara telanjang menunjukkan, di NKRI kini setidaknya terdapat sebanyak 15.625 juta penganggurusia produktif dari berbagai level pendidikan dan sebanyak 28.675 juta penduduk miskin.Sekiranya, sepanjang masa kerja 5 tahun ke depan nanti rezim pemerintah Presiden terpilih Joko Widodo tak menempuh atau gagal menjalankan beragam ikhtiar terobosan baru, besar kemungkinan tingkat pengangguran dan kemiskinan itu akan terus menaik. Akibat tragisnya, ketimpangan sosial antara penduduk miskin dan kaya, atau penduduk pra-sejahtera dan sejahtera pasti kian mecolok, melebihi kondisi riel sekarang.
Mengandalkan proyeksi pendapatansebesar Rp 1.762.3 trilyun dalam RAPBN tahun 2015 guna menciptakan berbagai lapangan kerja dan atau medan usaha baru yang berpotensi tinggi menurunkan angka pengangguran dan penduduk miskin, tampaknya bagai mimpi di siang bolong. Harus dilakukan aksi-aksi terobosan atraktif dan ekspansif.Pendapatan sebesar Rp 1.762.3 trilyun itu diproyeksikan ludas. Bahkan tidak mencukupipengeluaran mengikat sebesar Rp 2.019.9 trilyun. Meningkatkan pendapatan lewat jalur tradisional seperti pajak termasuk bea& cukai, perlu perbaikan struktural secara signifikan. Dalam pengeluaran mengikat sebesar Rp 2.019.9 trilyun,sudah tercakup bermacam subsidi energi sebesar Rp 500 trilyun, yang meningkat sebesar Rp 44.6 trilyun dari APBN-P tahun 2014. Juga kewajiban internasional, berupapembayaran cicilan bunga utang luarnegeri yang menaik sebesar Rp 18.5 trilyun akibat terkena penalti menunggak selama 3 tahun sejak 2011, transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 640 trilyun, serta anggaran program pendidikan sebesar Rp 403.95 trilyun.
Yang Mencolok
Adalah dana alokasi gaji pegawai negeri sipil (PNS) merupakan salah satu pengeluaran paling mencolokbesar dalam RAPBN tahun 2015.Proyeksi gaji PNS yangmenjadi bagian terpenting pengeluaran mengikat itu kerap disoroti elemen-elemen rakyat miskin.Pada RAPBN tahun 2015 anggaran gaji PNS ditargetkan sebesar Rp 404 trilyun atau sekitar 20 persen dari total pengeluaran yang mengikat sebesar sebesar Rp. 2.019.9 trilyun. Mengingat keseluruhan PNS yang hanya mencakup sekitar 5 persen dari jumlah total penduduk NKRI, anggaran gaji yang merampas sekitar 20 persen pengeluaran mengikat, menjadi amat logis jika lapisan rakyat miskin melihat dan berpretensi PNS merupakan suatu lapisan rakyat istimewa dalam struktur bangsa. Soalnya, masih sangat luas kalangan rakyat yang belum memiliki akses untuk menikmati sekadar kesejahteraan minimal.Bila kepincangan struktur bangsa itu tetap dibiarkan, dikuatirkan akanmemantik kecemburuan sosial beringas, berupa anti PNS dari lapisan rakyat lainnya, khususnya yang termarjinalkan.
Ironiknya, meski pengeluaran mengikat berupa gaji PNS menguasai sekitar 20 persen dari total anggaran, kualitas dan produktivitas PNS yang kebanyakan terdiri tenaga administrasi masih jauh dari standar professional.Memang, jika diteliti secara cermat atau akurat, seluruh daerah di NKRI masih membutuhkan relatif banyak PNS.Terutama PNS berprofesi dokter, termasuk bidan dan para medis (perawat) serta guru.Menumpuknya PNS berprofesi tenaga administrasi di tingkat kementerian dan pemerintah provinsi, menyebabkan berbagai daerahkabupaten, kecamatan dan desa kekurangan PNSberprofesi dokter, bidan, perawat dan guru. Ketimpangan distribusi PNS itu selama ini sudah terbukti menimbulkan persoalan tersendiri.Sering terdengar, seorang dokter di berbagai daerah harus melayani sejumlah ratusan pasien setiap hari.Banyak ibu melahirkan meninggal karena tidak ada tenaga bidan menolong.Perawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kerap pula harus merangkap tugasyang tak dikuasainya sebagai dokter atau bidan.Begitu pula kalangan guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena kekurangan tenaga, seorang guru terpaksa harus mondar-mandir mengajar di beberapa kelas berbeda pada saat bersamaan. Tidak jarang pula anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau mahasiswa yang sedang berlibur ke kampungnya diminta membantu mengajar.Dampak buruknya jelas:kualitas kesehatan dan pendidikan rakyatdi daerah-daerah sudah melegenda di bawah standar normal dalam kurun 30 tahun terakhir. Itu, baru dari sisi profesi.Dibandingkan dengan alokasi gaji yang “wah”,prestasi kerja PNS yang tak memadai itu justru menyebabkan mubazirnya belanja. Artinya, terjadi kerugian negara atas pengeluaran mengikat,nyaris sekitar 50 persen atau sebesar Rp 202 trilyun.Belum termasuk kerugian negara dan rakyat, akibat perilaku sebagian terbesar PNS yang getol menghalalkan korupsi dari belanja barang atau perlengkapan dan jasa, menyalah-gunakan kewajiban dan tanggung-jawab serta pungutan liar (pungli). Dan,banyaknya PNS yang beroleh gaji buta, sebagai dampakrendahnya disiplin PNS yang terbiasa masuk kantor terlambat –tapi pulang lebih cepat.
Memanjakan PNS, berarti mendorong anak-anak bangsa berpacu menjadi PNS. Padahal, menghadapi ketatnya kompetisi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 dan Putaran Uruguay 2020, NKRI dituntut segera membenahidaya saing beragam sektor ekonomilokal.Terkait konteks itu, rezim pemerintah Joko Widodo mesti menciptakan sebanyak-banyaknya usahawan mandiri, yang mahir mengerahkan kecerdasannya memperkuat eksistensi institusi usahanya. Bukan usahawan yang menjadi besar berkat berbagai fasilitas pemerintah dan atau dukungan oligarki korporasi semata. Harus diingat, keadaan akan lebih buruk lagi, bila dalam recruitingPNS dilakukanlewat pola-polalama: nepotisme, titipan, suap. Kinerja recruiting seperti itu kerap hanya membuka peluang bagi kandidat PNS berijazah asli tapipalsu (aspal) bercokol di berbagai kementerian dan badan-badan selevelnya. PNS jenis itu cuma akanmenjadi parasit yang merugikan keuangan negara, sebab tak memiliki inspiratifitas, kreatifitas dan inovasifitas dalam membantu terciptanya sinkronisasi dan sinergisitas kinerja penyelenggaraan pemerintahan negara.
Tekad Presiden terpilih Joko Widodo menutup pintu bagi masuknya wajah lamayang telah terkontaminasi virus-virus Mafia Migas ke dalam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), layak diapresisiasi. Namun, bukan hanya Kementerian ESDM yang seyogianya perlu dipercayakan pada wajah baru.dantak beraroma koruptor. Agar lebih berenergi,segenap pemangku kekuasaan dalam struktur rezim pemerintahannya perlu diisifigur yang telah teruji pemahamannya dan political will-nya dalam menerapkan secara total dan konsisten Trisakti.Menempatkan figur-figur atau tokoh-tokoh yang kurang memahami – apalagi tak berniat menjalankan Trisakti -- , sama halnya membawa pecundang ke rumah sendiri. Pecundang itu akan merusak konsistensi dan kinerja tangguh yang hendak dibangundalam mewujudkan janji-janji politiknya, berupa 9 butir Agenda Prioritas, Nawa Cita. ***
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…