Kulit Sagu Bakal Disulap Jadi Listrik

NERACA

Jakarta – Kulit sagu yang dikatakan sebagai limbah ternyata dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai tinggi misalnya pelet, arang briket dan kini telah siap untuk dijadikan sebagai listrik. Bahkan, Menteru Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan telah menugaskan PT PLN Persero untuk membangun pembangkit listrik tenaga biomassa dengan memanfaatkan kulit sagu.

Dahlan mengaku bahwa pembangkit tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pabrik sagu milik Perum Perhutani yang ada di Sorong Selatan, Papua. “Saya kira delapan bulan sudah selesai pembangunannya dan listriknya sudah bisa dimanfaatkan oleh Perhutani,” kata Dahlan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/9).

Sementara itu, Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto menuturkan, perseroan telah menandatangani Nota Kesepahaman perjanjian jual beli listrik dengan PLN. Kebutuhan awal pabrik diperkirakan sebesar 1,2-1,3 megawatt, dan kapasitas produksi penuh membutuhkan 24 MW. “Kami ingin harga beli listrik sebesar US$24 sen per kWh, sedangkan mereka menawarkan US$32 sen per kWh. Namun, mereka punya perhitungan sendiri, jadi kita tunggu saja,” tutur Bambang.

Sementara produksi sagu akan bertahap. Tahap awal, pabrik akan menghasilkan sekitar 7.500 ton sagu. Kemudian 15.000 ton, dan kapasitas penuh sebanyak 30.000 ton per tahun. Saat ini, pekerjaan fisik sudah mencapai 60%. Adapun investasi pembangunan pabrik yang memiliki luas 8 hektar diperkirakan membutuhkan biaya Rp112 miliar, dan telah 30% dikucurkan.

Dalam kesempatan sebelumnya, Direktur utama PLN Nur Pamudji mengatakan, pembangkit listrik ini juga akan mengaliri daerah sekitar. Nilai pengembalian investasi pembangkit sekitar Rp40 miliar per mega watt, sehingga jika ditotal investasi tersebut sebesar Rp120 miliar. Pembangkit biomassa, ujarnya, memang lebih mahal tujuh kali lipat daripada pembangkit listrik tenaga diesel.

“Selama ini PLN tidak memiliki pembangkit biomassa karena permasalahan bahan baku, kecuali jika memang berada di perkebunan sawit atau hutan sagu seperti ini,” katanya. Pembangkit listrik biomassa dari sisa kulit sagu akan dibangun di area hutan sagu milik Perhutani. Luas area hutan diperkirakan 17.000 hektar berbagi dengan pabrik pengolah sagu. Pembangunan pengolahan dan pembangkit direncanakan dalam waktu yang sama.

Sisa kulit dari pengerukan batang pohon sagu akan dijadikan bahan bakar. Dari panas hasil pembakaran tersebut akan memanasi minyak yang digunakan sebagai pemutar turbin. Selain memberikan listrik, hasil pemanasan minyak tersebut yang akan didingankan akan menghasilkan uap yang dipasok untuk pengeringan sagu.

Biomassa direncanakan menjadi pembangkit listrik alternatif menggantikan PLTD di tempat-tempat terpencil. PLN mengakui saat ini memang belum memiliki pembangkit listrik biomassa. Pembangkit biomassa yang digunakan biasanya untuk kepentingan pabrik kelapa sawit karena dekat dengan bahan baku.

Salah satu Kecamatan di Meranti, Papua yaitu Kecamatan Tebing Tinggi Timur Desa Sungai Tohor memiliki Sumber Energi Biomassa kulit batang sagu yang cukup melimpah yang selama ini belum termanfaatkan. Ketersediaan Bahan Bakar Kulit Batang Sagu di desa Sungai Tohor Berdasarkan data yang diperoleh dengan asumsi berat kulit batang sagu yang dihasilkan per tualnya adalah 15 kg adalah sekitar 6.066.000 kg/bulan atau 6.066 ton/bulan.

Biomassa Kulit batang sagu memiliki kadar air cukup rendah yaitu sebesar 15,25 %, sehingga tidak perlu perlakuan tambahan untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar yang diumpankan ke gasifier yang membutuhkan biomassa dengan kadar air 15 %. Energi Listrik yang dapat dihasilkan oleh 1 kg kulit batang sagu dengan kadar air 15 % minimal 0,394 kWh dan maksimal 0,513 kWh bergantung kepada efesiensi total Gasifier dan Engine yang digunakan.

Potensi Energi Listrik yang dikandung kulit batang sagu di Desa Sungai Tohor adalah sebesar 2.391.610 kWh/bln. Pemanfaatan biomassa dari kulit batang sagu yang merupakan sumber daya alam lokal dengan teknologi yang ramah lingkungan menjadi energi listrik yang berdaya guna tinggi.

Peneratapan teknologi tepat guna di pedesaan merupakan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui penerapan green technology (teknologi hijau) dan dalam upaya untuk mendukung skenario energi mix nasional 2025 melalui pemanfaatan bahan baku berbasis sumberdaya alam yang terbarukan.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…