Kenaikan Tarif Listrik Dianggap Tak Pengaruhi Industri

NERACA

Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin), M.S Hidayat menilai, kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan industri manufaktur nasional. “Saat ini, kontribusi tarif listrik naik hanya 0,5% terhadap biaya produksi sehingga tidak terlalu memberatkan pelaku industri nasional. Tetapi, naiknya TTL paling dirasakan pada industri tertentu khususnya industri baja,” katanya di Jakarta, Selasa (2/9).

Kenaikan TTL, menurut Hidayat, tidak akan memicu kenaikan harga karena perusahaan dapat melakukan efisiensi. “Pelaku industri yang banyak menggunakan listrik dalam proses produksi akan melakukan efesiensi dari sektor lainnya. Diperkirakan, kenaikan TTL tidak akan berdampak pada kinerja industri,” paparnya.

Kenaikan listrik yang dikenakan PT PLN terdiri dari dua tahap. Pertama, industri menengah terbuka (I3) dengan peningkatan 8,6% dan industri besar (I4) kenaikan 13,3% setiap dua bulan mulai 1 Mei 2014, kenaikan pada September ini merupakan tahap ketiga.

Untuk tahap kedua terjadi pada enam golongan mulai 1 Juli 2014 secara berkala setiap dua bulan sampai November. Enam golongan itu yakni industri I3 non terbuka secara bertahap 11,57%. Lalu pelanggan rumah tangga (R3) dengan daya 3500 hingga 5500 volt ampere (va) sebanyak 5,7%. Pelanggan pemerintah (P2) dengan daya di atas 200 kilovolt (kVA) secara bertahap sebesar 5,36%.

Kemudian, golongan rumah (R1) dengan daya 2200 VA mengalami kenaikan tarif tenaga listrik sebesar 10,43%, golongan penerangan umum (P3) naik 10,69%, golongan rumah tangga (R1) dengan daya 1300 VA naik 11,36%. Kenaikan enam golongan tersebut memasuki tahap kedua pada 1 September 2014.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengaku, dengan adanya kenaikan TTL per 1 Juli 2014 dan dilakukan dengan cara bertahap maka akan mengkhawatirkan kondisi keuangan sektor industri kecil. Dirinya pun memprediksi bahwa dengan kenaikan TTL tersebut tidak menutup kemungkinan membuat industri kecil sulit bersaing. “Saya khawatir industri kecil dan mereka tutup,” kata Sofjan.

Sofjan menambahkan, dengan tidak bisanya bersaing akibat adanya kenaikan TTL pada 1 Juli 2014, dikhawatirkan pula. “Akhirnya menjadi agen barang luar negeri. Mereka justru menjual barang impor karena tak mampu produksi,” tambahnya. Dirinya melanjutkan, industri kecil yang pasti akan terpukul keuangannya terlebih dahulu adalah industri garmen, tekstil. "Karena sekarang kompetisi ketat sekali, sektor automotif dan lain-lain bisa cari jalan keluar lain," ujar dia.

Tidak hanya itu, Sofjan juga menuturkan, dengan adanya kenaikan TTL per 1 Juli 2014 memberikan dampak pada persaingan industri nasional yang tidak lagi kompetitif. “Bagaimana mereka kompetisi dengan barang impor. Sekarang saja produk kita 30 persen diatas barang impor kita enggak kompetitif. Kita belum dapatkan reaksinya apa high cost economy diturunkan. Apa yang mereka rasakan nantilah,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jatim Nur Cahyudi mengatakan meskipun angka ekspor mabel di Jawa Timur tengah mengalami peningkatan, akan tetapi ada kebijakan yang kurang berpihak pada pengusaha, terutama kebijakan listrik. Nur mengatakan kebijakan kenaikan tarif listrik yang bertahap menyulitkan pengusaha untuk melakukan prediksi. “Berdasar perhitungan kenaikan tarif dasar listrik selama setahun sebesar 38,5 persen, tapi sebenarnya kalau diakumulasi tentu persentase kenaikan di atas itu. Seharusnya kenaikan ini memiliki landasan yang jelas, seperti mengacu pada inflasi,” urainya.

Oleh karena itu pihaknya belum bisa memastikan persentase kenaikan harga jual produk pasca kenaikan tarif dasar listrik September nanti. Sebab, di dalamnya melibatkan banyak komponen, misalnya dari industri pendukung seperti cat sampai karton untuk packaging. Sedangkan selama ini kontribusi listrik terhadap biaya produksi sekitar 5-10 persen. “Kami harus menghitung terlebih dulu sebelum memutuskan menaikkan harga jual. Tapi yang jelas, industri diuntungkan dengan adanya buffer stock baik raw material maupun supporting industri. Setidaknya stok tersedia untuk tiga bulan, setelah itu baru kalkulasi harga yang baru,” urainya.

Selain kenaikan tarif, pihaknya juga mempersoalkan pemberlakuan kembali uang jaminan listrik (UJL) yang diberlakukan sejak setahun lalu. Sebelumnya UJL sempat dihapus. Dinilai, semestinya pemberlakuan UJL untuk industri yang pasang baru atau tambah daya. "Tapi ini tidak, seluruh industri wajib membayar UJL. Selain itu, kalangan industri juga mengeluhkan lamanya proses penyambungan listrik. Padahal isu energi ini mempengaruhi investor yang berminat masuk ke jatim," tandas dia.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengkhawatirkan dampak negatif dari kebijakan kenaikan listrik yang akan memukul sektor industri dan menghambat investasi. Ketua Umum API Ade Sudrajat mengatakan, Pemerintah Indonesia seharusnya meniru negara-negara tetangga yang sangat melindungi kalangan industri. “Di Malaysia, tarif listrik untuk industrinya malah diturunkan. Bahkan saya nilai, tarif listriknya lebih rendah ketimbang Indonesia,” kata Ade.

Ade mengungkapkan, kebijakan seperti yang diambil Malaysia akan menciptakan investasi baru. “Di sini malah terus-menerus mengeluarkan kebijakan yang justru memukul kalangan industri dan pada akhirnya dapat menghambat investasi. Kalau begini terus, kita akan tersalip. Kunci peningkatan industri adalah tersedianya listrik murah dan jangan mempertahankan policy yang tidak rasional,” kritik Ade.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…