Penilaian KIARA dan PK2PM - Rencana "Merger" KKP-Kementan Disebut Langkah Mundur

NERACA

Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Pusat Kajian Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) menyebut rencana Presiden terpilih 2014 Joko Widodo (Jokowi) menggabungkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi Kementerian Kedaulatan Pangan sebagai sebuah kemunduran, meski sumber daya perikanan merupakan bagian pokok pangan bangsa. Rencana penggabungan kedua kementerian tersebut bertentangan dengan visi-misi jokowi selama ini yang sangat mengedepankan visi pembangunan sumber daya kelautan.

“Merujuk kepada UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka Kementerian kelautan, dan perikanan merupakan kementerian urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya telah disebutkan dalam UUD 1945,” kata Abdul Halim, Sekjen KIARA, sebagaimana disampaikan dalam siaran pers bersama dua lembaga itu ke redaksi, Minggu (24/8).

Dalam pandangan Halim, walaupun tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri tetapi pembentukan dan pengubahan kementerian harus dengan mempertimbangkan 8 (delapan) aspek. Yakni, efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; perkembangan lingkungan global; perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah; kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.

“Presiden tidak dapat langsung membubarkan Kementerian Kelautan Dan Perikanan tetapi harus mendapatkan pertimbangan dari DPR. Presiden dapat menjadikan Kementerian Kedaulatan Pangan, sebagai kementerian koordinasi terkait dengan kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian khususnya di bidang pangan,” lanjut Halim.

Menurut dia, penggabungan kementerian dapat dilakukan tidak hanya dengan mempertimbangkan aspek efisiensi anggaran, melainkan harus berukuran pada seberapa besar potensi yang akan dikelola dan jalur koordinasi dengan pimpinan nasional. “Di Norwegia, misalnya, melihat potensi perikanan (keempat terbesar di dunia) dan perdagangan yang besar, urusan perikanan digabung menjadi Kementerian Perdagangan, Industri dan Perikanan. Dengan kementerian ini, pimpinan nasional bisa fokus dan tidak kesulitan berkoordinasi terkait perikanan. Jika Jokowi memaksa penggabungan tersebut, akan lebih buruk ketimbang Orde Baru,” ungkap Halim.

Catatan KIARA dan PK2PM menyebut, tantangan di bidang kelautan dan perikanan tidak sebatas pada aspek produksi, melainkan juga distribusi dan pemerataan konsumsi di tingkat nasional. Di level produksi, Indonesia terbilang sebagai negara produsen kedua perikanan tangkap setelah Cina (FAO, 2014). Ironisnya, distribusi masih menjadi persoalan yang belum dituntaskan oleh Presiden SBY dalam 10 tahun terakhir. Demikian pula soal konsumsi yang terindikasi dipasok dengan produk impor.

Suhana, Kepala Riset Pusat Kajian Kelautan dan Peradaban Maritim menegaskan, urusan kelautan tidak hanya urusan pangan saja, tetapi banyak aspek yang terkait. Misalnya penyiapan sumber daya manusia; pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang memperhatikan aspek ekologi dan budaya; revitalisasi pelayaran rakyat dan kepelabuhan; inovasi teknologi budidaya ikan air tawar, payau dan laut; manajemen sumber daya laut; revitalisasi koperasi perikanan; penguatan BUMN perikanan. “Oleh karena itu, rencana penggabungan Kementerian Kelautan Dan Perikanan dengan Kementerian Pertanian justru akan mengecilkan kembali berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini, walaupun belum optimal,” jelas Suhana.

Keduanya, baik KIARA maupun PK2PM, menyatakan bahwa tak pelak, upaya yang harus dikoreksi oleh Presiden Jokowi adalah pertama, memperkuat keberadaan Kementerian Kelautan Dan Perikanan. Kedua, mengefektikan koordinasi antarkementerian terkait kelautan agar pembangunan kelautan lima tahun ke depan dapat dipercepat dan sesuai dengan cita-cita republik.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…