TIDAK MAU MENANGGUNG RISIKO - Bank Pertanian Sulit Diimplementasikan

Jakarta – Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) getol menginginkan adanya bank khusus pertanian dan nelayan. Kendati program ini bagus tapi di mata pengamat sulit diimplementasikan, mengingat perbankan dipastikan tidak mau menanggung risiko jika menggulirkan program adanya bank untuk petani dan nelayan.

NERACA

Staf khusus wakil presiden bidang Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ari A. Perdana menilai, program adanya bank untuk petani dan nelayan atau yang kerap disapa bank petani memang sangat bagus mengingat selama ini petani maupun nelayan sangat kesulitan dalam memperoleh pendanaan dari bank. Tapi apakah disini pihak perbankan mau menanggung resikonya , itu yang menjadi permasalahan adanya program ini. “Akan terasa sulit diimplementasikan adanya bank khusus untuk petani ini,” katanya kepada Neraca sesaat setelah meghadiri acara seminar publik “Key Indicator 2014 : Poverty in Asia a Deeper Look” di Jakarta, Kamis (21/8).

Mengingat pihak perbankan menginginkan adanya agunan, jaminan, potret lokasi itu yang belum pernah bisa dipenuhi oleh para petani maupun nelayan nasional. Karena memang sebagian besar petani dan nelayan kita tidak mempunyai jaminan maupun agunan sehingga tidak mendapatkan persetujuan dari pihak bank. “Sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) semua bank harus ada jaminan maupun agunan jika ingin mengajukan kredit, tapi itu tidak bisa dipenuhi. Itu lah yang menjadi persolan besar selama ini. Pihak bank juga tidak mau menanggung resiko dan merugi,” tambah Ari.

Oleh karenanya, jika pemerintaha baru menginginkan adanya bank khusus untuk petani ini maka perlu ada konsolidasi antar bank, karena berkaca pada tahun 1998 saat krisis melanda, Indonesia bukan kekurangan bank, malah kelebihan bank. Makanya untuk bisa mengimplementasikan program ini perlu koordinasi yang matang dengan pihak bank. “Harus ada koordinasi dengan bank, tentang kesiapan maupun kesanggupan dari pihak bank yang memang siap untuk mendanai program ini,” ujar Ari.

Kecuali jika memang pemerintah mau menganggarkan dananya untuk mendanai dari program ini baru bisa diimplementasikan, atau ada peran swasta yang memang mau menjadi investor khusus untuk bank petani ini, itu sangat mungkin bisa diimplementasikan, “Jika dananya dari pemerintah atau swasta bisa saja dijalankan,” papar Ari.

Tidak Perlu

Sedangkan menurut Ekonom  Centre Of Reform on Economics (Core)  Indonesia, Hendri Saparini, mengatakan Indonesia menilai pemerintahan baru nantinya tidak perlu membuat bank khusus pertanian atau sejenisnya untuk mendorong pembiayaan di sektor tersebut. "Kita tidak membahas solusinya dahulu, namun sumber permasalahan, yaitu petani dan nelayan, memiliki keterbatasan akses terhadap pembiayaan," kata

Menurut dia, pemerintah baru harus menemukan solusinya, yakni tunjuk saja BRI sebagai bank UMKM, termasuk untuk petani dan nelayan. "Seharusnya ada keinginan politik dari pemerintah untuk 'menjadikan' BRI karena sebagian besar ranah kerjanya di sektor UMKM. Pemerintah tinggal tunjuk saja (BRI) sebagai bank UMKM, petani dan nelayan," tegasnya.

Menurut Hendri, untuk kepentingan nasional yang lebih besar, pemerintah tidak perlu membangun bank baru karena selain hal tersebut bukan perkara yang mudah, Bank BRI sebagai bank plat merah juga telah memiliki cabang hingga ke pelosok-pelosok desa di Tanah Air. "Kita punya aset yang besar namanya BRI, maka kenapa sih kita harus berbicara tentang lembaga keuangan baru tapi tunjuk saja BRI ini sebagai salah satu sumber pembiayaan," kata Hendri.

Hendri menuturkan, seandainya pertanian memang menjadi prioritas bagi pemerintahan mendatang, maka juga diperlukan produk-produk keuangan lain bagi petani dan nelayan selain dari pembiayaan, seperti asuransi misalnya. "Seperti China dan Vietnam, mereka itu fokus kembangkan pertanian 25 tahun. Itu cara mereka untuk tingkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan, kenapa kita tidak bisa melakukannya?," katanya, mempertanyakan.

Vietnam, negara yang awalnya impor beras, sekarang berubah menjadi eksportir beras. Tidak hanya teknologi pertanian, selain dukungan pembiayaan. "Para petaninya oleh pemerintah Vietnam dijamin APBN sebesar 30% untuk pembelian produk petani. Sementara petaninya sendiri mampu melindungi produknya dengan tawaran asuransi dari lembaga keuangan," ujar Hendri.

Dia menambahkan, pemerintah baru nantinya juga harus mampu merumuskan cara pembangunan UMKM, karena jika tidak maka ekonomi Indonesia akan relatif jalan di tempat. Sektor-sektor yang nantinya akan mendukung UMKM pun juga akan kesulitan. "Misalnya kita tetapkan dua tahun ini fokus ke pertanian dan perkebunan, maka swasta juga akan mendukung dengan berbagai produk layanan barang jasa akan mengarah ke sektor itu," kata Hendri.

Selain itu, lanjut Hendri, untuk mendukung daya saing UMKM, selain penguatan dan pendampingan terhadap pelaku UMKM, pemerintah juga perlu menciptakan pasar. Tahun depan sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN di mana keluar masuk barang, jasa, maupun tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara sudah tidak dibatasi.

"Kita harus kembalikan struktur ekonomi pada UMKM, demikian juga di Korea dan Taiwan, tapi yang membedakan mereka sudah miliki produktivitas dan daya saing yang tinggi sehingga mereka bahkan sudah bisa lakukan ekspansi ke luar. Kita harapkan juga lembaga pembiayaan bisa mendukung UMKM dengan sebuah perencanaan yang lebih fokus dan terintegrasi," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BNI, Gatot Suwondo menegaskan rencana membentuk bank khusus seperti bank pertanian dan infrastruktur, dirasa tidak perlu. Pasalnya, sejauh ini perbankan nasional telah membantu membiayai proyek-proyek infrastruktur. Menurut dia, banyak proyek-proyek infrastruktur yang telah dibiayai oleh perbankan nasional. ”Saya rasa mereka (calon presiden) tidak usah bicara membangun bank infrastruktur. Mau bangun (infrastruktur) di mana, akan kami bantu. Mau pertanian? Kalau tradisional tidak akan berhasil. Kalau mau kita bicara industri, ya, harus terintegrasi,” jelasnya.

Lebih jauh lagi Gatot memaparkan, dirinya saat sebelum menjabat sebagai Direktur Utama BNI pernah membiayai sektor pertanian. Namun, akibat kran impor dibuka lebar, alhasil pembiayaan yang diberikan pada sektor pertanian pun tidak ada imbal hasil. agus/rin

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…