AKIBAT BEBAN APBN TERLALU BERAT - Ekonomi Mandiri Sulit Tercapai

 

Jakarta – Masih tingginya beban subsidi energi ketimbang pembiayaan infrastruktur dalam RAPBN 2015, akan membuat Indonesia selalu tergantung pada pinjaman luar negeri untuk menutup defisit primer sepanjang tahun. Akibatnya, sulit mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia di masa mendatang.

NERACA

Menurut Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan, pengelolaan anggaran negara dianggap keliru, dimana anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Indonesia selama ini disusun untuk defisit. Lihat saja, tiap tahun pemerintah selalu menyerahkan angka belanja negara yang lebih besar ketimbang penerimaan pada saat pembahasan RAPBN bersama DPR.

“Pada dasarnya, tidak ada yang salah dari konsep anggaran yang selalu defisit. Defisit akan selalu ditutupi oleh utang luar negeri dengan tujuan untuk meningkatkan belanja negara dan APBN semakin berkembang. Hanya saja, APBN yang diusulkan oleh pemerintah tidak pernah memihak kepada rakyat. Alokasi anggaran terbesar tidak ditempatkan pada sektor-sektor yang dapat menutupi utang tersebut, malah bertumpuk pada biaya birokrasi,” ujarnya kepada Neraca, Selasa (19/8).

Menurut dia, setiap tahunnya negara selalu membuka utang baru untuk menutupi defisit anggaran. Namun penerimaan yang diterima tidak optimal. Tidak saja dari sektor pajak, pemerintah seharusnya juga menggenjot sektor-sektor utama seperti perikanan, perkebunan, atau sektor lain yang bisa meningkatkan ekspor tanpa impor.

“KAU merekomendasikan beberapa hal untuk menyelamatkan RAPBN 2015 dari utang. beberapa diantaranya adalah menghentikan alokasi pembayaran bunga utang dalam negeri (pembayaran obligasi rekap) dalam APBN 2015, optimalisai peran DPR dalam pembahasan mengenai utang. Tidak hanya terbatas pada besaran nilai, tetapi juga menyangkut kontrak, biaya, dan konsekwensi ekonomi-politik dari perjanjian utang. Menghentikan penggunaan utang untuk membiayai APBN,” tegas Dani.

Dia merasa khawatir Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa yang mandiri, bila pemerintah masih mengandalkan utang luar negeri sebagai bagian tidak terpisahkan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).“Kita tidak pernah realistis bahwa persoalan kita adalah beban utang yang sudah besar.

Namun, bukannya utang dikurangi, pemerintah justru terus mengupayakan segala cara untuk menambah utang baru. Semua itu harus dibayar (utang plus bunga) dan diselesaikan. Selama itu pula kita akan tetap tergantung pada asing. Melalui beban utang itu, asing dengan seenaknya mengambil sumber-sumber ekonomi kita,” ungkap dia.

“Agar bisa lepas dari cengkraman asing dan memulai kebijakan ekonomi yang lebih mandiri, pemerintah harus berani mendorong penghapusan utang luar negeri. Apalagi, tidak sedikit dari komitmen utang luar negeri itu tidak direalisasikan para kreditor. Kalaupun direalisasikan, bukan untuk program yang bisa menstimulus perekonomian dan pemberdayaan usaha rakyat,” ujarnya.

Dani juga menjelaskan pemerintah tidak memiliki perencanaan jelas dalam pembangunan ekonomi. Buktinya, APBN sebagai dasar perencanaan keuangan negara selama setahun hanya diprioritaskan membayar utang luar negeri. Entah bagaimana pengelolaannya, anggaran pembangunan begitu sulit direalisasikan. Yang dipentingkan adalah bayar utang.

“Realisasi anggaran terus-menerus rendah. Baru pada akhir tahun semua dana dikeluarkan sampai habis. Sementara pos-pos utang luar negeri tetap dijaga. Hal itu pasti membuat realisasi dana tidak berkualitas dan APBN hanya sibuk untuk membayar utang luar negeri yang justru terus ditambah atas nama program-program yang tidak jelas,” tutur dia.

Dia mengungkapkan pemerintah masih akan mencari utang untuk menutup defisit anggaran. Pemerintah akan menarik utang baru yang mayoritas dari penjualan surat utang atau obligasi. Makin besarnya utang ini tentu menggerus kemampuan pemerintah guna membiayai pembangunan jika tidak ditangani dengan serius.

"Di tengah struktur ekonomi Indonesia yang rapuh, terutama karena fluktuasi nilai tukar rupiah dan pendapatan ekspor yang rendah, kondisi utang tetap sangat rentan. Apalagi jika melihat dampak utang di sektor fiskal, persoalan dampak riil tidak bisa diabaikan. Jika didapat efisiensi anggaran yang signifikan, dipastikan memang ada ruang fiskal yang cukup buat pemerintah mengelola anggaran,” tandas Dani.

Pangkas Anggaran BBM

Secara terpisah, guru besar ekonomi UGM Prof Sri Adiningsih mengatakan beban subsidi dan bunga hutang negara menjadikan RAPBN 2015 untuk ruang fiskal kian sempit. Pada hal jika menginginkan perekonomian yang baik maka harus memberikan ruang fiskal yang lebih lebar, sehingga belanja modal bisa lebih tinggi. “JIka menginginkan ekonomi yang lebih baik, RAPBN 2015 harus punya ruang fiskal lebar, belanja modal  tinggi, pembangunan infrastruktur  baik, sehingga secara langsung dapat meningkatkan ekonomi lebih baik mendatang,” ujarnya.

Oleh karenanya untuk pemerintah mendatang,  salah satu cara mengefektifkan anggaran adalah dengan memangkas beberapa sektor anggaran yang kurang produktif, salah satunya adalah anggaran subsidi BBM yang sekarang saja sudah menembus hamper Rp 300 trilliunan. Jika rupiah terus terdepresiasi tidak menutup kemungkinan bisa menembus Rp 500 trilliun pada 2015. "Jika menginginkan ruang fiskal lebih, pemerintah baru bisa memangkas anggaran yang tidak produktif,” imbuhnya.

Makanya menurut dia, pemerintah mendatang dituntut kerja keras untuk membuat semua target tersebut tercapai dengan RAPBN Rp 2.019,9 tidak lah mudah untuk bisa membagi anggaran apalagi beban subsidi dan beban bunga hutang yang kian terus membengkak. “Secara nominal memang meningkat mengingat 2014 sekitar Rp 1.800 trilliunan sekarang sudah Rp 2.019,9 trilliunan. Tapi perlu dicatat beban pemerintah lebih tinggi,” ujarnya.

Untuk itu, Sri menilai struktur RAPBN 2015 membuat pemerintahan mendatang tak memiliki banyak ruang untuk menggunakan anggaran guna membuat gebrakan baru. Padahal, menurut Sri, hal itu penting  untuk meyakinkan masyarakat dan butuh keleluasaan dalam menggunakan anggaran untuk mengeksekusi gebrakan tersebut. Padahal ini krusial karena pemerintah baru ditunggu perannya dalam memberikan perubahan. Proyeksi dari pemimpin baru dilihat dari selama kampanye sangat tinggi, tapi pemerintah mendatang tidak memiliki ruang yang sangat sempit, makanya harus bekerja ekstra keras agar semua target tersebut tercapai,” tegasnya.

Pengamat ekonomi Iman Sugema menilai jika ingin mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas maka salah satu caranya adalah pemerintah harus mengubah kebijakan fiskal dari kebijakan yang bersifat kontraktif menjadi lebih ekspansif. Hal ini dirasa perlu untuk bisa mendorong sektor riil bisa bergerak dan investasi swasta dapat berkembang. "Karena faktanya hampir selama empat tahun terakhir pemerintah telah gagal menciptakan stimulus fiskal tersebut," ujarnya kemarin.

Menurut dia, setidaknya ada  tiga indikator yang menunjukkan gagalnya pemerintah menciptakan stimulus fiskal. Pertama, dari tahun 1999 hingga 2003 keseimbangan primer selalu menujukkan surplus. Artinya, kebijakan fiskal secara agregat bersifat kontraktif. Karena jumlah uang yang disedot dari masyarakat lebih banyak dari jumlah yang dibelanjakan.

Kedua, jumlah pengeluaran pembangunan pemerintah relatif sangat kecil, sehingga diperkirakan tidak mampu menjadi komplemen bagi investasi swasta. Misalnya, dalam APBN 2002, anggaran pembangunan hanya 3,1% dari PDB. Sedangkan tahun 2003 direncanakan 3,36% dari PDB. Rendahnya anggaran pembangunan ini sangat mengkhawatirkan karena pengembangan infrastruktur yang sangat vital bagi investasi swasta menjadi terhambat.

Ketiga, penerimaan pajak saat ini terus digenjot untuk mengkompensasi peningkatan beban pembayaran utang publik. Sementara pengeluaran pembangunan tidak berkembang. Iman juga mengemukakan dengan adanya kondisi seperti ini, pemerintah harus berusaha mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan stimulus fiskal bagi sisi suplai. "Intinya adalah memberikan rangsangan bagi dunia usaha untuk memperbesar jumlah investasi," tutur dia. bari/agus/mohar

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…