KEBIJAKAN PEMBATASAN BBM BERSUBSIDI - Pemerintah Mampu Kendalikan Pelebaran Defisit?

NERACA

Jakarta – Meski kebijakan pemerintah soal memberlakukan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menuai resistensi dari masyarakat karena memberikan dampak yang berarti bagi pelaku usaha serta memicu inflasi tinggi. Namun, pemerintah mengklaim kebijakan tersebut mampu menahan pelebaran defisit anggaran yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2014, sebesar 2,4% terhadap PDB,”Kalau tidak dilakukan, maka defisit kita akan lebih dari 2,4% dari PDB dan berisiko kalau membiarkan defisit di atas 2,4% dari PDB," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Jakarta, Senin (11/8).

Menurut dia, kebijakan pembatasan tepat dalam jangka pendek, namun akan lebih baik apabila kebijakan tersebut diikuti solusi lanjutan, agar beban belanja subsidi BBM makin berkurang dan ketahanan fiskal tetap terjaga,”Untuk jangka pendek, ini cukup maksimal. Tetapi dimungkinkan, kalau ada kebijakan tambahan yang dinilai tepat. Seperti kebijakan yang diusulkan pemda DKI atau kebijakan lain yang diusulkan pemerintah," ujarnya.

Dia menjelaskan, penghematan konsumsi BBM bersubsidi memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah pemerintah dapat memiliki ruang fiskal memadai untuk belanja yang lebih produktif dan tepat sasaran."Kita bisa alihkan belanja yang konsumtif ke belanja yang lebih produktif untuk pendidikan, kesehatan dan kegiatan lainnya. Kalau semua untuk BBM, maka APBN tidak punya cadangan untuk belanja yang lebih bermanfaat," katanya.

Menurut dia, pemerintah akan mendapatkan dana untuk pembangunan infrastruktur, yang dalam jangka panjang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional serta mengurangi angka pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Selain itu, lanjut dia, penghematan BBM dapat membantu kestabilan neraca pembayaran, karena pemerintah dapat mengurangi impor migas, sehingga defisit neraca transaksi berjalan tidak makin melebar dan lebih terkendali,”Kalau impor BBM dikurangi, maka neraca kita akan lebih baik. Sehingga risiko kurs yang tidak perlu, bisa kita atasi. Ini sudah kita kaji, sangat baik untuk pembangunan kita 5-10 tahun ke depan," ujar Askolani.

Namun sebaliknya, bagi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), kebijakan pembatasan BBM tersebut adalah hal yang sia-sia. Pihaknya justru mendorong agar pemerintah menghapuskan subsidi BBM daripada melakukan pembatasan. Karena pembatasan tidak menghilangkan subsidi bahan bakar kepada pemilik kendaraan pribadi. “Kalau untuk menghemat, pemerintah seharusnya menaikan harga, jangan sekadar membatasi bahan bakar yang nantinya pun akan habis juga,”kata Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh MTI, lanjut Djoko, dengan selisih harga Rp4.500 antara bahan bakar subsidi dan non subsidi, tiap pemilik mobil pribadi menikmati subsidi Rp8,1 juta/tahun, sedangkan sepeda motor Rp1,6 juta/tahun. Menurut Djoko, perhitungan itu didapat dari jumlah pemakaian bahan bakar per hari per kendaraan.

Karena itu, lanjut Djoko, pemerintah selayaknya menghapuskan subsidi BBM. Dengan subsidi BBM yang kian membengkak, anggaran negara terbuang percuma. “Ini sia-sia, pemerintah tidak usah khawatir dengan menurunnya minat masyarkat terhadap produk otomotif, karena biar bagaimanapun produk mobil tetap dicari masyarakat yang memang pendapatannya kian meningkat,” jelasnya.

Bahkan, akibat kebijakan tersebut kalangan dunia usaha menilai akan memicu kenaikan harga barang. “Pengusaha angkutan barang, hasil laut dan pengusaha UKM (usaha kecil menengah) anggota Hipmi Sumut lainnya sudah melaporkan naiknya biaya produksi akibat pembatasan penjualan BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi,” kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumatera Utara, Firsal Ferial Mutyara.

Menurut dia, penjualan BBM bersubsidi yang dibatasi hanya hingga pukul 18.00 WIB membuat UKM kesulitan mendapatkan BBM untuk kebutuhan mesin industri. Kekurangan BBM semakin dirasakan karena kebutuhan semakin besar dengan seringnya terjadi pemadaman listrik yang otomatis terjadinya peningkatan penggunaan genset. “Akibatnya harus menambah kebutuhan BBM dengan solar non subsidi, maka biaya produksi bertambah mahal dan tentunya harga jual dinaikkan,” kata Firsal. bari/bani

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…