KADO PASCA IDUL FITRI 1435 H - Pembatasan BBM Bersubsidi

 

 

Suasana Lebaran Idul Fitri 1435 H masih terasa, walaupun mudik sudah selesai dan kini aktivitas rutin sudah normal kembali. Yang mengejutkan adalah adanya pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

 

Apa artinya pembatasan BBM bersubsidi? Bagi pemerintah, adalah upaya antisipasi agar kuota BBM bersubsidi yang menjadi beban anggaran negara tahun ini tidak membengkak. Jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan hingga akhir tahun kebutuhan BBM bersubsidi terus melambung hingga mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).   

 

Dari tahun ke tahun, kuota BBM bersubsidi itu terus membengkak. Pada 2010, kuota mencapai 38 juta kiloliter (KL). Tahun berikutnya menjadi 41 juta KL, lalu bertambah lagi menjadi 45 juta KL pada 2012. Di tahun 2013, telah menjadi 46,36 juta KL. Tahun ini, pemerintah mengajukan kuota 48 juta KL, tapi DPR hanya meluluskan 46 juta KL saja.

 

"Jadi memang setiap tahun naik, karena makin sejatera masyarakatnya, jadi kebutuhan listrik naik, kebutuhan BBM naik, sepeda motor setiap tahun 9 juta lebih, mobil 1,2 juta bertambah, kalau setiap tahun bertambah motor mobil logikanya nambah BBM," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, pekan ini (5/8).

 

Namun Wacik berkilah jika pembatasan sebagai antisipasi akibat kelangkaan BBM bersubsidi. Upaya pengendalian itu disiarkan melalui Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

 

Dalam surat itu disebutkan ada empat cara yang ditempuh. Yaitu, pertama, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus. Kedua, pembatasan waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  tanggal 4 Agustus 2014. Pembatasan dilakukan dari pukul 18.00 sampai 08.00 WIB. Artinya, tidak ada penjualan pada jam tersebut.

 

Ketiga, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20% dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 GT. Keempat, mulai tanggal 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan.

 

"Ini pengendalian, jangan persepsikan BBM akan langka atau akan habis, tidak habis. Dibatasi yang bersubsidi, yang nonsubsidi banyak sekali," tutur Wacik.

 

Dampak Bagi Masyarakat

 

Tapi, apa artinya bagi masyarakat dan terlebih dunia usaha? Opini kalangan pengusaha beragam. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bambang Suryo Sulisto Bambang menilai, pembatasan BBM bersubsidi itu tak efektif mengatasi pembengkakan anggaran BBM bersubsidi.

 

Karenanya dia setuju dengan wacana pemerintah akan meniadakan  BBM bersubsidi.  Anggarannya dapat dialihkan untuk  menunjang sektor produktif yang berdampak pada masyarakat, termasuk untuk program bantuan langsung tunai (BLT). Tahun ini, anggaran subsidi untuk BBM mencapai Rp 360 triliun.  

 

Sebaliknya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Pendistribusian dan Logistik, Natsir Mansyur mendesak agar pembatasan BBM bersubsidi itu dibatalkan. Kebijakan itu, kata dia, kurang tepat karena dapat berdampak menjadi tsunami bagi kalangan stake holder dan cenderung diskriminatif, karena tidak berlaku bagi seluruh pihak. "Masa yang di sini subsidi di sana enggak, mana ada pengaturan yang sepenggal-penggal seperti itu, ini kan semuanya kena efek tsunami ini, mau pengusaha ke, nelayan ke. Makanya kita minta cabut kebijakan ini,” kata dia.

 

Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adi S Lukman. Dia mengatakan, kebijakan pembatasan penjualan BBM bersubsidi di beberapa tempat itu justru menyulitkan pengusaha.

"Karena, kalau pembatasan subsidi akan terjadi ketidakseimbangan lagi, yang dapat kesempatan subsidi bisa murah, yang enggak dapat akan mahal. Apalagi tempatnya tertentu yang bisa dapat subsidi akan bikin ketidakseimbangan dan menyulitkan pengusaha," ujar Adi. Menurut Adi, pihaknya tak keberatan jika pemerintah menaikkan harga BBM dan anggarannya dialihkan untuk menunjang sektor yang menunjang hajat hidup orang banyak.

 

Sementara itu, Sekretaris umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) Jakarta Raya Gernando R Nainggolan sependapat agar kalangan menengah atas tidak lagi membeli BBM bersubsidi. “Ya harusnya malu dong, masa mobilnya Pajero atau Mercy, masih pakai premium,” kata Gernando.

 

Nando, sapaan Gernando, direktur utama  PT Multi Gapura Pembangunan Semesta menambahkan, alangkah baiknya, anggaran subsidi BBM itu dialihkan untuk membantu kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Mereka, kalangan UMKM tersebut, masih membutuhkan keberpihakan agar bisa mandiri dan mampu bersaing. “Apalagi sebentar lagi kita akan menghadapi deklarasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015,” kata dia.

            

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…