WALAU HARGA BBM BERSUBSIDI BERPELUANG NAIK - Defisit Perdagangan Terus Berlanjut

Jakarta – Defisit neraca perdagangan Indonesia tampaknya terus berlanjut di tengah sinyal pemerintah memberikan opsi pengurangan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sementara kalangan pengamat menilai kebijakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi yang diberlakukan awal Agustus 2014 tidak berdampak positif di masyarakat, malah cenderung berpotensi meresahkan publik di waktu mendatang.  

NERACA

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan defisit neraca perdagangan selama Januari-Juni 2014 (kumulatif) mencapai US$1,16 miliar, yang berasal dari defisit migas US$6,12 miliar dan surplus nonmigas US$4,96 miliar. 

Kepala BPS Suryamin mengatakan, ekspor pada Juni 2014 mencapai US$15,42 miliar terdiri dari ekspor migas US$ 2,79 miliar, dan ekspor nonmigas sebesar 12,63 miliar. Impor pada Juni 2014 mencapai US$15,72 miliar dengan rincian impor migas US$3,39 miliar, dan ekspor nonmigas US$12,33 miliar.

Secara kumulatif, ekspor Januari-Juni 2014 mencapai US$88,83 miliar, sedangkan impornya pada periode sama US$ 89,98 miliar.

“Untuk migas sebenarnya terjadi penurunan. Ini menunjukkan tidak tiap bulan impor migas tinggi. Untuk mengantisipasi permintaan Juni, 2-3 bulan sebelumnya sudah ada importasi migas. Memang tidak beraturan, mungkin importir melihat momen sebelum puasa, jauh sebelumnya dia sudah mengimpor,” kata Suryamin di Jakarta, Senin (4/8).  

Menurut pengamat ekonomi Iman Sugema, defisit neraca perdagangan akan terus berlanjut mengingat kondisi pemerintahan yang akan segera lengser kurang fokus meningkatkan ekspor sehingga bukanlah menjadi prioritas. “Saya rasa akan terus mengalami defisit. Karena impor BBM semakin meningkat dan tidak ada tindak lanjut atau aksi yang dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya kepada Neraca,  kemarin.

Dia menjelaskan bahwa cara pemerintah dengan membatasi pembelian BBM bersubsidi di tol dan pada jam tertentu belum memberikan efek positif bagi konsumsi BBM. Karena, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna BBM bersubsidi. “Seharusnya cara yang tepat untuk mengatasi defisit nereca perdagangan adalah dengan pengendalian subsidi. Selama masih dikendalikan oleh para mafia-mafia, maka selama itu pula impor akan tetap dilakukan,” katanya.

Menaikkan harga, menurut dia, belum cukup untuk membuat defisit neraca perdagangan semakin mengetat. Meskipun harga dinaikkan tetapi masih banyak yang menggunakan BBM bersubsidi maka hal itulah menjadi percuma. “Misalnya PLN masih mengandalkan BBM untuk menggerakkan pembakitnya. Padahal masih banyak energi alternatif lainnya yang bisa dimanfaatkan seperti gas dan batubara yang Indonesia memiliki kekayaan akan kedua energi tersebut,” jelasnya.

Sebelumnya Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, ada tiga opsi bakal diambil pemerintah dalam waktu dekat. Ini tambahan kebijakan setelah awal Agustus BPH Migas telah membatasi penjualan solar bersubsidi di beberapa daerah.

Opsi pertama, kata CT, pengurangan subsidi dilakukan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Opsi kedua, pengurangan subsidi dilakukan oleh pemerintahan akan datang. Sedangkan opsi ketiga pengurangan subsidi sebagian dilakukan pemerintahan sekarang dan sebagian lagi dijalankan pemerintahan baru. "Tiga opsi itu terbuka lebar, artinya opsi apapun yang dipilih, itu memungkinkan untuk diambil," katanya di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan proses pengambilan keputusan soal pengurangan subsidi BBM akan sangat dipengaruhi situasi politik. Bila keputusan MK sudah final, maka Presiden SBY akan mengajak diskusi presiden baru terpilih.

"Nah hasil yang definitif itu baru bisa berdiskusi dengan pemerintahan yang sekarang untuk bagaimana manajemen pemerintahan selama masa transisi ini, termasuk didalamnya itu masalah pengurangan subsidi BBM," ujarnya.

Selain itu, menaikkan harga jual premium dan solar belum tentu terjadi. Lagi-lagi karena pertimbangan politik. Sebab, menurut dia, kenaikan harga seiring dengan kenaikan harga BBM bersubsidi bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.

Depresiasi Rupiah

Menurut dia, pengendalian BBM bersubsidi bisa dilakukan dengan memanfaatkan gas yang masih tersimpan banyak di perut bumi Indonesia. Iman mengingatkan presiden baru telah menyiapkan berbagai langkah dalam menangani masalah-masalah dibidang ekonomi termasuk soal subsidi BBM dan defisit neraca perdagangan. “Pastinya kebijakan yang dikeluarkan adalah untuk kepentingan rakyat Indonesia,” ujarnya.

Pengamat ekonomi FEUI Eugenia Mardanugraha mengatakan, secara kumulatif, defisit neraca perdagangan semester I-2014 membesar menjadi US$1,16 miliar maka nilai tukar rupiah akan ikut melemah, bahkan bisa mencapai Rp12.000 per US$.  Nilai impor masih tinggi yang menyebabkan permintaan atas dolar AS akan meningkat membuat nilai tukar rupiah melemah.

“Meski ekspor mengalami peningkatan ekspor, namun nilai impor juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi sehingga mencatatkan defisit neraca perdagangan. Nilai impor harus segera ditekan oleh pemerintah sehingga tidak mengalami peningkatan yang tinggi,” kata dia.

Menurut dia, dalam menanggulangi atau mengurangi defisit neraca perdagangan maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan sehingga nilai impor bisa berkurang. Kemudian pemerintah harus bisa menyadarkan kepada masyarakat yang kerap menyukai barang atau produk impor untuk tidak mengkonsumsi produk impor yang berlebihan.

Eugenia mengharapkan kepada pemerintahan baru dan pemimpin yang mempunyai sosok kesederhanaan maka akan bisa mengajak masyarakat untuk berkehidupan sederhana serta tidak tergantung kepada produk impor. Memang dalam sisi konsumen atau masyarakat Indonesia sangat menyukai barang-barang impor, namun pola berpikir itu harus diubah.

Dia pun menjelaskan kebijakan impor BBM besar-besaran untuk mengamankan pasokan BBM, misalkan pada saat lebaran merupakan kebijakan yang tidak bijak. Hal ini membuat defisit neraca perdagangan terus membengkak akibat tingginya impor migas, terutama minyak.

“Saya setuju terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi defisit neraca perdagangan, namun tergantung naiknya berapa harga BBM bersubsidi tersebut atau apakah masyarakat akan beralih kepada angkutan umum dan mengurangi penggunaan mobil mewah sehingga impor minyak dapat ditekan,” ungkap Eugenia.

"Seandainya yang diambil adalah kenaikan harga BBM, akan diikuti kenaikan harga yang lain, oleh karenanya mengurangi subsidi bukan keputusan yang populer. Oleh karenanya, mengurangi subsidi bukan keputusan ekonomi, tapi politik," paparnya.

Pada kesempatan berbeda, pengamat energi ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, pada dasarnya target orientasi pemerintah pada program-program  mengurangi konsumsi BBM. "Selama inti permasalahan kita yaitu subsidi masih besar dan sulit untuk mengurangi konsumsi BBM. Apalagi program yang ada tidak sesuai antara biaya dengan manfaat," katanya.

Oleh karena itu, Komaidi menegaskan kebijakan yang paling tepat adalah menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 8.000 per liter. Langkah ini dinilai mampu mengurangi beban anggaran negara, dan membantu pengembangan bahan bakar gas (BBG). "Jadi paralel. Konversi ke gas juga bisa langsung, karena harganya pasti akan kompetitif," jelasnya.

Tidak hanya itu. Bank Dunia mengingatkan Indonesia akan kesulitan membatasi defisit keuangannya, jika harga minyak dunia terus mengalami peningkatan. Bahkan Bank Dunia juga mengatakan, peningkatan harga minyak dunia telah membuat defisit fiskal Indonesia menjadi semakin besar.

"Akan sulit membatasi defisit sehingga hanya 2,4% dari PDB, seperti yang diproyeksikan dalam APBN 2014, terutama apabila harga minyak dunia semakin meningkat," ujar Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop di Jakarta, belum lama ini.

Dia menjelaskan, depresiasi rupiah dan naiknya harga minyak telah memperbesar defisit fiskal karena dengan itu akan menambah biaya subsidi energi oleh pemerintah. Selain itu, menurut Ndiame, dampak dari kenaikan harga minyak tersebut akan memperberat pemerintah karena sebelumnya defisit fiskal juga sudah terjadi karena menurunnya pendapatan negara akibat menurunnya ekspor. agus/bari/mohar

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…