Ketimpangan Kaya dan Miskin Kian Lebar

NERACA

Jakarta - Pemerintah baru akan menghadapi tantangan jangka panjang dalam mengatasi peningkatan ketimpangan. Tingkat kemiskinan yang tinggi telah berhasil ditekan selama dekade terakhir, namun terjadi peningkatan kesenjangan antara masyarakat yang kaya dan yang miskin.

Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop, mengatakan peningkatan ketimpangan adalah hal yang sangat serius. Pasalnya, meningkatnya ketimpangan akan membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan kohesi sosial. 

"Kebijakan-kebijakan pro-masyarakat miskin, seperti perbaikan infrastruktur di pedesaan, perluasan akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja, mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu memerangi ketidaksetaraan," katanya di Jakarta, Senin (21/7).

Menurut data yang diberikan Bank Dunia, pada 2002 tingkat konsumsi dari 10 persen rumah tangga paling kaya adalah 6,6 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi 10 persen rumah tangga termiskin.  Sementara pada 2013, perbandingan ini meningkat, kelompok terkaya memiliki konsumsi 10 kali lebih tinggi dibanding kelompok termiskin.

Ungkapan senada pernah disampaikan oleh, pakar ekonomi dari University of London Prof Anna Booth mengatakan ketimpangan ekonomi di Tanah Air semakin meningkat. "Ketimpangan ekonomi dari era pemerintahan Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono mengalami peningkatan," ujar Anna Booth.

Berdasarkan data bahwa angka kemiskinan mengalami penurunan dari 40% pada 1976 menjadi 11,36% pada 1998. Namun pasca pemerintahan Soeharto, menyatakan persentase kemiskinan pada 1998 berubah dari 11,36% menjadi 17,5%.

Booth menambahkan dari beberapa data yang disajikan lembaga survei mengenai kemiskinan di Tanah Air ditemukan tren ketimpangan. Pengukuran di Tanah Air berdasarkan pengeluaran perkapita, yang memberikan perkiraan yang lebih rendah dari pendapatan perkapita.

"Terjadi peningkatan pada koofisien Gini (ukuran kesenjangan pendapatan) dari jumlah pembelanjaan per kapita rumah tangga sejak 1980 hingga 1996." Ketidaksetaraan dan ketimpangan ekonomi di Tanah Air semakin meningkat karena perbedaan akses terhadap pendidikan dan perpindahan generasi muda dari desa ke kota.

"Keluarga kaya di perkotaan akan menyajikan pendidikan yang bagus dan terjamin dibandingkan keluarga miskin di kota maupun di desa. Begitu juga orang muda yang berasal dari pedesaan berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan, namun berakhir dengan tingkat produktivitas yang rendah dan menjadi buruh di sektor informal," jelas dia.

Berbagai penyebab kemiskinan adalah miskin karena sakit, kecelakaan, usia tua, tidak memiliki aset, konflik dan kekerasan. Beberapa upaya yang harus dilakukan adalah menambah lapangan pekerjaan di desa, konektivitas di wilayah timur, dan perhatian pada masyarakat miskin "Transmigrasi tidak menyelesaikan masalah, hanya memindahkan penduduk ke daerah lain," kata Booth. [agus]

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…