Pertagas Berharap Mampu Kurangi Impor LPG - Revitalisasi Kilang

NERACA

Jakarta – Salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero) yaitu PT Pertamina Gas (Pertagas) berencana untuk revitalisasi kilang LPG Mundu yang ada di Indramayu, Jawa Barat.. Direktur Utama Pertagas Hendra Jaya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan antisipasi dengan meningkatkan kapasitas infrastruktur pengolahan LPG.

Hendra mengatakan bahwa hal itu menyusul keluarnya Final Investment Decision (FID) dari Pertamina, Pertagas akan membangun infrastruktur pengolahan gas dengan merevitalisasi kilang LPG Mundu dan memproduksi LPG. “Usulan investasi untuk kilang LPG Mundu telah mendapat persetujuan dari Pertamina, sehingga Pertagas akan segera memulai pelaksanaan proyek ini untuk berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan LPG domestik,” katanya seperti dikutip, Kamis (17/7).

Hendra Jaya menyakini bila proyek ini rampung, Pertagas akan menopang upaya Pertamina untuk mengurangi volume impor LPG sebesar rata-rata 27 ribu metrik ton (MT) per tahun. Tahun ini, diperkirakan impor LPG akan mencapai 4,9 juta MT atau sekitar 60% konsumsi LPG nasional sebesar 5,3 juta MT. Upaya Pertagas untuk menekan impor LPG dilakukan dengan merevitalisasi kilang-kilang LPG milik Pertamina.

Rencana investasi ini akan digunakan untuk merevitalisasi kilang, pengembalian kapasitas kilang dan pembangunan pipa gas sepanjang 20,8 km dari onshore processing facility (OPF) Balongan ke kilang Mundu, serta modifikasi jalur pipa gas eksisting Pertamina EP ke kilang Mundu.

Meski berada di lokasi yang berdekatan dengan kilang existing Pertamina, lanjut Hendra Jaya, kilang Mundu merupakan kilang LPG yang berbeda dengan beberapa kilang Pertamina lainnya, karena operasinya terpisah dari kilang minyak yang ada di unit pengolahan Pertamina. “Kilang LPG Mundu direvitalisasi dengan menggunakan bahan baku gas alam dalam rangka meningkatkan produksi dan mengurangi impor LPG,” ungkapnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Pertagas melakukan kerjasama untuk mengurangi impor elpiji, produksi elpiji dari kilang yang dikelola PT Pertamina Gas dan Samtam Co asal Korea ditingkatkan menjadi 204 ribu ton sepanjang tahun ini. Angka itu naik 64,7% dari produksi tahun lalu 123.800 ton elpiji.

Kilang hasil patungan antara PT Pertamina Gas (66%) dan Samtam Co dari Korea (34%) saat ini menghasilkan kondesat 2.299 barel per hari (bph), dengan bahan baku gas 250 juta kaki kubik per hari (mmcsfd) dari Pertamina EP Sumatera. “Sementara kapasitas produksi elpiji kilang 710 ton per hari atau setara 4,5 % kebutuhan elpiji nasional,” kata Direktur Operasional PT Perta-Samtan Gas, Budi Yana.

Saat ini produksi elpiji Perta-Samtan Gas telah mampu memenuhi kebutuhan daerah lain seperti Kalimantan, Lampung dan Jambi. Pencapaian tersebut merupakan harapan baru bagi pemerintah yang akan menuntaskan program konversi minyak tanah ke elpiji.

Impor Meningkat

Sementara itu, Pertamina mencatat volume impor gas LPG mencapai 6,1-6,2 juta Metrik Ton (MTon), atau mencapai 50-60% dari total kebutuhan terhadap gas LPG dalam negeri. Diperkirakan pada tahun ini, impor LPG bakal meningkat akibat lonjakan konsumsi dalam negeri. “Volume impor perkiraannya, untuk PSO 4,8-4,9 juta MTon, dan non-PSO sekitar 1-1,2 juta MTon,” kata Vice President Domestic Gas PT Pertamina, Gigih Wahyu Hari Iriyanto

Gigih menjelaskan, sebelum dilakukan program konversi minyak tanah ke gas LPG pada tahun 2007, kebutuhan rata-rata gas LPG sekitar 1-1,2 juta MTon per tahun. Produksi gas LPG dalam negeri pun, tidak berbeda jauh dari kebutuhan terhadap gas LPG, sehingga tidak ada impor. “Tetapi dengan adanya konversi, permintaan gas LPG meningkat. Pada tahun 2013 saja mencapai 5,3 juta MTon. 4,4 juta untuk PSO, sisanya non PSO,” kata dia.

Kebutuhan terhadap gas LPG yang terus meningkat, tidak dibarengi dengan produksi yang meningkat. Sebab itu, lanjut Gigih, terjadi defisit kebutuhan gas LPG. “Sampai tahun 2013, posisi impor gas LPG mencapai 59%, sedangkan 41% dari produksi domestik," ucapnya.

Menurut Gigih, peningkatan konsumsi gas LPG setiap tahunnya bisa mencapai 7-10% per tahun. Dia menjelaskan, Indonesia memang salah satu negara yang kaya akan kandungan gas. Tetapi, gas yang dimaksud adalah gas alam atau CNG. Komposisi antara LPG dan CNG, lanjutnya, sangat berbeda. LPG kandungannya didominasi prophan (C3) dan bhutan (C4), sedangkan CNG didominasi Methan (C1), sehingga tidak bisa disamakan. “Kita memang kaya gas, tetapi yang kita produksi, sumur gas CNG. Sehingga kebutuhan prophan dan bhutan tidak dapat dipenuhi, sebab sumber gas banyaknya Methan atau C1,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…