Hingga Pertengahan Juni 2014 - 40 Industri Alas Kaki Hengkang Dari Jabodetabek

NERACA

Jakarta - Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mencatat ada 40 industri alas kaki yang hengkang dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) hingga pertengahan Juni ini. Industri alas kaki baik skala kecil maupun skala besar tersebut kebanyakan merelokasi pabriknya ke beberapa wilayah seperti Yogyakarta, Ngawi, Kediri, Tasikmalaya, Banyuwangi dan Blitar.

Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan, relokasi tersebut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan industri alas kaki. Relokasi ini juga alternatif yang diberikan asosiasi kepada industri agar investasi tetap bertahan di dalam negeri.

"Sebenarnya kita memberikan pilihan kepada pengusaha, jika ingin terus bertahan di Jabodetabek atau dia bisa memindahkan pabriknya ke daerah lain, sehingga bisa bertahan," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/6).

Menurut Eddy, setelah merelokasi pabriknya, produksi alas kaki dari beberapa perusahaan tersebut terbilang cukup stabil meski belum sebaik seperti sebelumnya. "Jika mau bertahan di Jabodetabek boleh saja, tetapi mau sampai kapan, sampai akhirnya tutup?," kata dia.

Eddy mengungkapkan, sebelumnya banyak investor yang ingin menarik keluar modalnya dengan memindahkan pabriknya ke negara ASEAN lain seperti Vietnam dan Myanmar. Alasannya, situasi di kedua negara tersebut lebih kondusif dibanding Indonesia.

Hal ini membuat pihaknya menawarkan 135 perusahaan alas kaki di Jabodetabek untuk memindahkan produksinya ke Jawa Timur, jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana ketiga provinsi tersebut dianggap masih memiliki cukup banyak ruang dan situasi pekerja yang lebih kondusif.

Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur menjadi lokasi favorit untuk pengembangan kawasan industri bagi perusahaan padat karya yang berencana merelokasi pabriknya dari Jabodetabek. Haris Munandar, Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, mengatakan wacana relokasi pabrik makin marak akibat penaikan upah buruh di Jabodetabek.

"Memang beberapa perusahaan di sektor padat karya sudah menyatakan keinginan mereka merelokasi pabrik walaupun belum secara resmi. Di Jateng sudah disiapkan empat kawasan industri. Mungkin dalam 2 tahun ini akan mulai relokasi," ujarnya.

Haris mengatakan perusahaan umumnya merasa tertekan apabila komponen pengeluaran untuk upah pekerja melebihi 13% dari total biaya produksi mereka. Sebagai contoh, tuturnya, beberapa perusahaan di industri padat karya, seperti tekstil untuk produk tertentu, menanggung beban makin berat karena biaya untuk gaji karyawan sudah melebihi 13%. "Beberapa perusahaan kenaikannya [gaji karyawan] sudah sampai 15%, bahkan ada yang mencapai 20%," ujarnya.

Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, mengungkapkan penaikan upah buruh, tarif dasar listrik, dan harga gas akan memberikan efek bola salju yang berkelanjutan hingga terjadinya penaikan harga produk.

Dia mencontohkan beberapa industri produk tekstil tertentu, yakni kain dan garmen, harus menanggung komponen gaji pekerja lebih dari 15%, atau masing-masing 17,3% dan 35,2% akibat penaikan upah buruh lebih dari 30%. "Buruh dan energi adalah dua komponen penting dalam sebuah produksi. Apabila biaya kedua komponen tersebut naik secara bersamaan, akan sangat memberatkan," katanya.

Dedi Mulyadi, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin, menuturkan beberada daerah telah disiapkan untuk menampung relokasi industri a.l. Subang, Boyolali, Magetan, dan Majalengka.

Beberapa kawasan tersebut dinilai memiliki lahan yang masih luas dan sumber daya alam yang mencukupi. Selain itu, lanjutnya, upah minimum buruh di wilayah tersebut masih terjangkau dan belum setinggi di Jabodetabek.

Sanny Iskandar, Ketua Himpunan Kawasan Industri, membenarkan adanya rencana relokasi sejumlah perusahaan ke provinsi lain karena beberapa pengelola kawasan industri meminta penyediaan lahan baru, terutama di Jateng. "Beberapa perusahaan kawasan industri berencana membuka lahan baru untuk rencana relokasi ini," ujarnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…