Perikanan Tangkap - KKP Dorong Perdamaian Nelayan Pantura dan Kalsel

NERACA

Jakarta – Aura panas kian memuncak antara nelayan Pantai Utara (Pantura) dan Kalimantan Selatan dimana saat ini masih terdapat 4 nakhoda kapal nelayan asal Pantura, Jawa Tengah di perairan Kalimantan Selatan (Kalsel) yang diamankan oleh polairud (polisi air dan udara) karena menggunakan alat tangkap yang dilarang dan melanggar wilayah tangkapan dan dianggap melanggar aturan oleh para nelayan Kalsel. Atas memanasnaya antar dua kubu nelayan ini, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) berupaya keras mendamaikan kedua nelayan tersebut.

Direktur Kapal dan Alat Penangkap Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Ahmad Zaini  mengatakan adanya penangkapan yang dilakukan oleh polairud di Kalsel terjadi karena keresahan nelayan Kalsel terhadap nelayan Pantura Jawa yang melakukan kegiatan penangkap ikan. dengan menggunakan catrang, seperti trowl. Disamping itu, sudah melanggar wilayah tangkapan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah yang seharusnya boleh melaut diwilayah sekitar 12 mil dari bibir pantai.

"Memang sudah ada perjanjian larangan menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap catrang karena dapat merusak dan tidak sesuai dengan azas keberlanjutan, disamping itu juga juga karena melanggar wilayah tangkapan yang ditetapkan dari pemerintah daerah sekitar 12 mil. Sehingga hal ini yang menyebabkan keributan antar nelayan. Kami disini sebagai pemerintah akan mencoba menjadi penengah agar keduanya bisa berdamai," kata Zaini sesaat setelah bertemu dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pati, Jawa Tengah di Kantor KKP, Jakarta, Senin (16/6).

Menurut dia saat ini para nelayan yang berasal dari dari Rembang dan Kabupaten Pati itu saat ini sudah ditahan oleh pihak Kepolisian Resor Kota Baru, Kalsel. Mereka sudah tiga minggu ini mendekam di sel tahanan. Karena para nelayan dari Kalsel meminta agar kasus ini diproses secara hukum sebagai tindakan agar mereka merasa jera karena kasus ini sudah sering terulang dan tidak melakukan penangkapan ikan dengan alat cantrang.

"Upaya penahanan ini sebagai proses agar ada efek jera. Kalau tidak diproses, nelayan Kalsel mengancam akan melakukan perang di laut. Karena sejatinya kami tidak mengingnkan hal seperti itu terjadi, oleh karenanya sedang kami selesaikan biar kedua kubu ini mereda,” ujarnya.

Tutup Mata

Menurutnya berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) batas laut 4 mil merupakan wilayah kabupaten, 12 mil merupakan batas untuk wilayah propinsi dan selebihnya untuk wilayah nasional. Menurutnya, jika tidak ingin ada konflik di laut alangkah baiknya nelayan daerah manapun jangan masuk pada perairan propinsi terlebih kabupaten karena wilayah nasional itu sudah sangat luas. “Jika nelayannya tidak mempermasalahkan sebenarnya kami ingin menutup mata saja, tapi jika dibiarkan hukum laut yang bertindak. Itu yang tidak kami inginkan,” tegasnya.

Karena apa, sejatinya kami menginkan nelayan sejahtera dapat melaut dengan hasil tangkapan yang bagus. Tapi memang para nelayan juga harus saling menghargai satu sama lain, mengikuti pola ritme dan aturan yang ada sehingga sama-sama senang, sama-sama menguntungkan. “Kami dari pemerintah menginginkan taraf hidup nelayan bisa lebih baik, tapi kami juga menghimbau agar nelayan taat aturan, sehingga kejadian seperti nelayan pantura dan Kalsel tidak lagi terjadi,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama Ketua HNSI Pati, Rasmijan mengatakan, Dari hasil konfirmasinya, para nahkoda merasa tidak bersalah. Sebab, pelanggaran koordinat melaut yang dijadikan alasan petugas untuk menangkap mereka tidak tepat. Mereka melaut pada jarak 47 mil dari daratan terdekat, sedangkan koordinat yang menjadi hak dari petugas daerah setempat, hanya 12 mil.

Anehnya lagi, begitu kasus tersebut diproses oleh pihak yang berwajib, pasal pelanggaran berubah. Mereka kini dianggap melanggar aturan melaut, berupa tidak dimilikinya SIUP dan SIPI melaut. Padahal mereka mengklaim dokumen pelayaran telah lengkap.

“Jika pun area melaut mereka dianggap melanggar, mestinya ada pembinaan terlebih dulu, tidak main tangkap saja. Lagi pula, mereka berdalih tidak cukup paham aturan menangkap ikan di laut lepas karena minim sosialisasi dari petugas terkait,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…