Jelang MEA, Pemimpin Baru Harus Memiliki Strategi

NERACA

Jakarta - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengharapkan para pasangan capres-cawapres ang bertarung pada Pilpres 2014 memaparkan strategi untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

"Pengetahuan dan kemampuan para capres dalam menghadapi pasar bebas negara-negara Asia Tenggara perlu diuji," kata Bendahara Umum BPP HIPMI, Bayu Priawan Djokosoetono, dalam keterangannya di Jakarta, pekan kemarin.

Menurut Bayu, strategi para capres itu penting diketahui karena MEA 2015 akan berlangsung tidak lama setelah pemerintahan mendatang terbentuk. Dunia usaha perlu diyakinkan bahwa presiden terpilih benar- benar mempunyai konsep dan strategi yang jelas bagaimana pemerintahan mendatang menghadapi MEA 2015.

Saat ini, lanjut Bayu, banyak kalangan yang pesimis melihat persiapan Indonesia memasuki MEA 2015. Daya saing yang belum memuaskan dan iklim investasi yang belum sepenuhnya mendukung dunia usaha harus menjadi prioritas pembenahan.

Ditambah lagi kesiapan para pelaku usaha di bidang Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Banyak pelaku UMKM di daerah-daerah yang belum memahami apa dan seperti apa MEA 2015.

Melansir data dalam laporan Global Competitive Report 2012-2014, Indonesia menempati urutan ke-38 dari 148 negara untuk daya saing industri logistik. "Melihat data ini, tentu harus jadi perhatian pemerintah. Kita harus meningkatkan tingkat daya saing," sebut Bayu, yang juga Chairman Blue Bird Group Holding.

Peran pemerintah, demikian Bayu, menjadi faktor penting dalam menghadapi MEA 2015. Pemerintah harus merumuskan kebijakan yang menunjukkan keberpihakan kepada para pengusaha lokal, termasuk kemudahan akses permodalan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi menilai, sampai dengan saat ini, Indonesia masih dianggap belum siap menghadapi hantaman produk-produk asing khususnya di era MEA nanti. Dan secara umum industri dalam negeri belum mampu bersaing.

Karena ketidakmampuan untuk bersaing itulah, lanjutnya, banyak pengusaha di negara ini yang saat ini malah memilih menjadi importir barang-barang asing.

Konsumen Indonesia, lanjutnya, lebih mementingkan kualitas, tidak peduli dari mana produk tersebut berasal.

“Bagi mereka harga murah dan kualitas baik. Tidak peduli buatan dalam negeri atau impor,” katanya.

Barang-barang yang sudah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) masih terbatas, hal tersebut menurutnya tidak akan banyak membantu untuk memerangi barang-barang impor.

"MEA sudah tidak lama lagi, butuh upaya startegis dari pemerintah guna mampu berkompetisi dalam pagelaran pasar bebas itu," tukasnya. [agus]

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…