DAMPAK NEGATIF KENAIKAN TARIF LISTRIK - Kerek Biaya Produksi 30%

 

Jakarta – Masyarakat Indonesia siap menanggung beban biaya hidup semakin berat, jika pemerintah menaikkan tarif tenaga listrik mulai 1 Juli 2014. Pemerintah dan DPR harusnya menunda kebijakan tersebut menjelang Pilpres 2014 karena berpotensi menimbulkan gejolak tidak kondusif di tengah masyarakat.

NERACA  

Walau pemerintah melalui pernyataan Menkeu Chatib Basri berdalih dampak kenaikan tarif listrik terhadap inflasi kecil yaitu 0,1-0,2%, kalangan pengusaha dan pengamat menilai rencana kenaikan TTL itu memiliki dampak psikologis di masyarakat cukup besar.

“Pasalnya, kenaikan tarif listrik membawa efek domino terhadap kenaikan biaya produksi hingga mencapai kisaran 30%,” ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Haryadi Sukamdani kepada Neraca, akhir pekan lalu. .

Pemerintah diminta bertindak adil melihat tuntutan pengusaha dan masyarakat, agar kenaikan tarif listrik menunggu momen yang tepat, menurut dia, di saat menjelang Pilpres 2014 pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. Jadi seharusnya pemerintah bisa menunda kebijakan tersebut.

Karena kenaikan tarif listrik akan meningkatkan biaya produksi hingga 30 % pada industri baja, semen, perhotelan, dan pusat perbelanjaan.  "Dalam melakukan penyesuaian harga jual, pelaku industri mempertimbangkan kondisi daya saing. Jika kenaikan harga terlalu besar, produk yang dihasilkan menjadi tidak kompetitif dalam menghadapi serbuan produk impor," papar dia.

Lebih lanjut Haryadi mengatakan kalau kenaikan tarif listrik akan berimbas ke sejumlah industri sehingga pelaku usaha terpaksa menyesuaikan harga jual produknya. Kenaikan harga jual dipastikan akan menurunkan daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

Dia mengatakan naiknya tarif listrik akan diikuti dengan kenaikan sejumlah produk, seperti bahan makanan dan makanan. Karena itu, yang akan terkena dampak utamanya adalah masyarakat kelompok menengah bawah dari sisi daya beli.

Dia mengatakan rumah tangga masyarakat bawah yang pada umumnya menggunakan daya listrik 450-900 VA memang tidak akan menghadapi kenaikan biaya listrik. Namun, kenaikan TTL yang terjadi di seluruh kelompok pelanggan lainnya pasti akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung. Kenaikan TTL akan memberikan efek domino cukup besar.

Dengan naiknya TTL itu, sambung Haryadi dipastikan kalangan industri menaikkan harga produk, baik barang maupun jasa. "Kenaikan harga bahan makanan maupun makanan akan memberikan dampak sangat signifikan bagi kelompok bawah dibanding kelompok menengah atas," kata dia.

Ketidaktegasan Pemerintah

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan rencana pemerintah yang kembali menaikkan tarif tenaga listrik bagi pelanggan industri dan rumah tangga merupakan akibat dari ketidaktegasan pemerintah soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan listrik ini untuk menutupi subsidi BBM yang hampir Rp300 triliun.

"Keputusan terbaik sebenarnya adalah pemerintah menaikkan harga BBM. Namun, hingga kini tidak ada yang berani mengambil keputusan menaikkan harga subsidi BBM dimana pemerintah tidak berani menaikkannya di tahun Pemilu, padahal subsidi BBM ini telah menyedot cukup banyak anggaran negara. Hal ini jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baru dan mesti dikomunikasikan sama pemerintah baru," kata dia.

Sofjan mengharapkan kenaikan TTL tidak diberlakukan untuk semua industri. Pasalnya, industri di Indonesia masih belum kompetitif. Jika pemerintah tetap akan menaikkan TTL, seharusnya kenaikan dilakukan bertahap 2-3 tahun. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penurunan produksi sehingga industri masih mempunyai daya saing.

"Jangan sekaligus, karena nanti kita tidak bisa berkompetisi lagi. Saat ini impor masih lebih banyak dari ekspor. Kalau pemerintah naikkan lagi TTL, maka bertambah kalahlah barang dalam negeri kita. Terlebih, usaha kecil menengah (UKM) yang ada di Indonesia akan dinaikkan sebesar 30%. Sebaiknya kenaikan tidak lebih 20%," jelas Sofjan.

Bagi kalangan industri, lanjut Sofjan, pemerintah harus bijak menunda kenaikan tarif listrik hingga akhir 2014. Kenaikan tarif listrik sebaiknya diberlakukan secara bertahap dan dimulai pada 2015. Hal itu agar tidak terlalu membebani pendapatan pada tahun ini yang sudah sangat berat. Sedangkan bagi masyarakat, penundaan ini akan mempertahankan daya beli masyarakat. Kenaikan TTL ini harus memperhatikan momen yang tepat dan dampak psikologis yang akan dirasakan oleh masyarakat.

"Pengusaha menilai rencana PLN itu bisa mendelegitimasi industri nasional. Dengan begitu maka industri nasional tidak bisa lagi berkompetisi. Sedangkan bagi masyarakat, kenaikan TDL ini secara signifikan akan mempengaruhi laju inflasi yang akan langsung dirasakan masyarakat, yang ditandai dengan melemahnya daya beli mereka terhadap kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya," ungkap dia.

"Oleh karenanya, pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan tersebut. Rencana kenaikan ini harus  dikaji pemerintah lagi,” tambah Sofjan.

Dia juga membandingkan kebijakan pemerintah saat memberikan bailout kepada Bank Century Rp 6,7 triliun memperhitungkan dampak psikologis bank itu di mata publik. Hal yang sama pemerintah juga seharusnya mempertimbangkan dampak psikologis yang dirasakan masyarakat, jika pemerintah menaikkan TTL mulai 1 Juli 2014.

"Kenaikan tarif listrik untuk industri sudah naik 1 Mei lalu, masing-masing 64% dan 38% besarannya, sekarang mau naik yang perusahaan non-terbuka dan rumah tangga 1.300 VA, itu akan mematikan," tegas dia.

Direktur Eksekutif Indonesia For Global Justice (IGJ) M. Riza Damanik menilai adanya keinginan pemerintah menaikkan TTL  bukan hanya industri saja, bahkan merambah ke rumah tangga meski baru kalangan menengah. Dan nantinya akan berimplikasi pada kenaikan harga bahan pokok, apalagi momen sebentar lagi Ramadhan tanpa ada kenaikan listrik pun,  akan ada kenaikan harga barang ditambah lagi dengan kenaikan listrik.

"Momen Pilpres dan Ramadhan, tentu secara psikologis akan menaikan harga, ditambah lagi ada kenaikan listrik akan lebih tinggi lagi kenaikannya. Oleh karenanya alangkah bijaknya pemerintah bisa menunda kenaikan listrik minimal sampai dengan situasi kondusif," katanya.

Di sisi lain, adanya kenaikan listrik belum diimbangi dengan perbaikan pelayanannya. Lihat masalah kelistrikan di luar Jawa yang selama ini terus defisit seperti di Medan, belum memberikan rasa nyaman terhadap pelanggannya. Harusnya sebelum menaikkan tarif listrik,  pemerintah perlu memberikan pelayanan yang lebih baik dulu. Bukannya pelayanan masih buruk, tapi tarif terus dinaikkan lebih tinggi.

Pengamat ekonomi Unpad Kodrat Wibowo mengatakan,kenaikan TTL saat ini memang dibutuhkan mengingat subsidi energi yang ada dalam APBN semakin meningkat karena nilai tukar rupiah yang semakin melemah. Namun demikian, dampak kenaikan TTL tersebut dapat membuat inflasi akan semakin terkerek. Apalagi dalam waktu dekat ini akan ada bulan Ramadan, libur sekolah dan masuknya tahun ajaran baru.

“Kalau sudah ada kenaikan TTL, ditambah dengan faktor-faktor lainnya seperti awal masuknya tahun ajaran baru untuk sekolah maka tingkat inflasi akan meningkat tajam. Namun secara politis, ini adalah momentum yang tepat untuk menaikkan TTL mengingat Presiden SBY sudah tidak lagi mencalonkan diri sebagai Presiden, maka secara politis cukup tepat namun secara ekonomi akan menimbulkan inflasi,” ujarnya.

Meskipun untuk masyarakat pengguna jasa listrik 450 hingga 900 VA tidak dinaikkan, sambung dia, namun kenaikan tersebut akan memicu laju tekanan inflasi dari harga yang diatur pemerintah (administired price). “Beban masyarakat akan meningkat. Kendati masyarakat menengah ke bawah tidak dinaikkan tarifnya. Namun jasa dan barang yang dikonsumsi berpotensi mengalami kenaikan," ujarnya.

Dia juga mengatakan perekonomian akan tertekan baik tingkat nasional maupun daerah. “Industri UKM juga banyak yang berlangganan listrik di atas 1.300 VA. Sehingga kenaikan tarif jelas akan membuat UKM menaikkan harga jual. Kemungkinan efisiensi yang ditempuh jelas berpeluang menciptakan PHK," katanya.

Industri bernasib sama, kenaikan TTL akan membuat biata operasional perusahaan meningkat. Inflasi tak bisa dihindarkan. Terlebih bulan Juli merupakan bulan dengan laju tekanan inflasi tinggi karena banyak tekanan tambahan seiring dengan perayaan keagamaan. “Besaran potensi kenaikan TTL tersebut akan menyumbang kenaikan inflasi dikisaran 0,3%,” katanya. bari/agus/iwan/mohar

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…