Penilaian PEUI - Indonesia Sudah Krisis Energi

NERACA

Jakarta - Pembina Pengkajian Energi Universitas Indonesia (PEUI) Iwa Garniwa mengatakan rakyat harus mengetahui kondisi krisis energi di Indonesia. Masyarakat masih menganggap Indonesia sebagai negara kaya minyak sehingga masyarakat tidak sadar bahwasanya sekarang Indonesia sudah mulai krisis energy.

"Mereka harus diberi edukasi. Cadangan energi minyak hanya 1,6% cadangan dunia. Artinya Indonesia tidak kaya akan energi fosil. Selama ini masyarakat merasa Indonesia negeri kaya minyak. Makanya mereka boros energi," katanya di Jakarta, Sabtu (31/5).

Menurutnya, capres dan cawapres mendatang harus konsisten menjalankan kebijakan penyelamatan energi. "Yang penting adalah konsistensi dan komitmen. Kebijakan yang dipaparkan harus dijalankan, bukan sekedar janji," jelas dia.

Seperti diketahui, pasangan capres Joko Widodo-Jusuf Kalla mengusung program pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) hingga akhirnya dihapus selama 4 tahun. Sementara kubu lawan, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berencana menghapus impor BBM namun tidak akan menaikkan harga.

Pada kesempatan yang berbeda Dosen Geoekonomi Universitas Indonesia (UI) Dirgo Purba. Dia berpendapat, Indonesia memerlukan grand design untuk mengatasi krisis energi karena negeri ini telah menjadi negara importir minyak di Asia Tenggara, selain komoditas lainnya, seperti pangan.

"Kita harus menyadari bahwa Indonesia ini sudah jadi net oil importer. Ini harus disampaikan ke seluruh lapisan," terang dia.

Dirgo menuturkan, produksi minyak nasional Indonesia saat ini hanya 830.000 barel per hari dengan cadangan minyak terbukti sebesar 3,7 miliar barel. Bila menggunakan teori forecasting, cadangan minyak di negeri ini kemungkinan hanya akan sampai sekitar 15-17 tahun mendatang.

"Ini mungkin akan sampai sekitar 15-17 tahun lagi, dengan posisi sekarang. Saya tidak bilang habis ya. Jadi, dengan 3,7 miliar dan konsumsi yang sekarang akan mencapai titik doomdays 15-17 tahun lagi," kata Dirgo.

Melihat kondisi itu, Indonesia harus melakukan impor minyak. Dirgo menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan transportasi, Indonesia melakukan impor sebesar 1,7 juta barel per hari. 

Adapun, rinciannya impor minyak mentah sebesar 500.000 barel dan bahan bakar minyak (BBM) sebanyak  1,2 juta barel dari 18 negara. Dengan demikian, Indonesia memiliki ketergantungan kepada 18 negara penghasil minyak.

"Kalau ini konteksnya dilarikan ke APBN, otomatis ketergantungan 1,7 juta barel, kita tinggal hitung saja. Kalau harga USD100 per barel, artinya devisa kita keluar USD170 juta per hari. Ini minimal karena hargacrude, BBM itu bisa USD120-130 per hari. Tinggal kita hitung," tutur dia. [agus]

BERITA TERKAIT

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

Sumber Daya Air Jadi Prioritas Pembangunan IKN

  NERACA Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan sektor sumber daya air (SDA) dan infrastrukturnya menjadi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

Sumber Daya Air Jadi Prioritas Pembangunan IKN

  NERACA Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan sektor sumber daya air (SDA) dan infrastrukturnya menjadi…