Perekonomian Kurang Stabil - Industri Makanan dan Minuman Hadapi Tantangan Berat

NERACA

Jakarta - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menilai, industri makanan dan minuman diperkirakan masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014 karena kebijakan dan kondisi perekonomian yang kurang stabil.

“Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin terus melemah berdampak pada meningkatnya harga pokok produksi. Hingga akhir 2013, nilai kurs dolar AS mencapai Rp12.000, menurun tajam dibandingkan awal 2013 yaitu Rp9.500 per dolar AS dan nilai tukar ini terasa untuk pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih banyak diimpor, seperti gandum, gula , susu, kedelai,” kata Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Masalah kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang rata-rata mencapai 9% hingga 30% pada 2014, menurut Adhi, memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi. Tahun ini ancaman kenaikan harga tarif tenaga listrik (TTL) juga sudah di depan mata, industri makanan minuman (yang go public) yang berada dalam golongan I 3 akan naik sekitar 38%.

“Kondisi ini tidak hanya memukul pengusaha besar, melainkan juga berdampak pada pengusaha usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) makanan dan minuman yang kebanyakan masih informal. Selain harus mampu bersaing dengan produk-produk lokal, UMKM dihadapkan pada membanjirnya produk impor ke pasar Indonesia,” paparnya.

Adhi menambahkan, data ekspor impor Kementerian Perdagangan untuk kategori processed and semi processed food , hingga Desember 2013 tren ekspor naik 11,26% sementara impor naik 8,68% jika dibandingkan periode yang sama 2012.

“Namun demikian, balance trade masih negative sebesar US$1,62 milliar. Ingat, musuh kita ke depan adalah pasar global, bukan persaingan sesama pemangku kepentingan di dalam negeri,” ujarnya.

Sementara itu, Produk makanan dan minuman (mamin) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia sudah banyak yang masuk pasar Pantai Timur Amerika Serikat (AS), termasuk New York. Produk-produk yang kian banyak menarik perhatian konsumen AS antara lain sambal, kecap, bumbu-bumbu tunggal (vanili, kayu manis, kluwek), dan bumbu-bumbu racikan (bumbu gulai, bumbu nasi goreng, bumbu pecel).

“Makanan olahan Indonesia itu dilihat pasar AS sebagai "speciality food" yang menarik karena karakteristik tertentu, seperti originalitas, etnik atau latar belakang budayanya, cara pengolahan yang khas, bahan yang dipakai, dan sifatnya yang eksklusif,” jelas Wakil Menteri Perdagangan RI Bayu Krisnamurthi.

Menurut Wamendag, pasar speciality food di AS mencapai sekitar US$ 90 miliar dolar. Dari pasar yang besar itu, produk-produk dari Indonesia termasuk subkategori makanan ringan (snack), minuman, saus (condiment), bumbu, acar, dan olahan buah/sayur.

Saat ini di AS, lanjut Bayu, minat konsumen yang besar ditujukan ke makanan dan bahan makanan dari Mediterania dan Asia khususnya India, Thailand, dan Vietnam. Namun, makanan-makanan dari Korea, Indonesia, dan Turki mulai banyak dicari. “Para pengecer makanan di New York menyebutkan bahwa mulai 2013 Indonesia adalah ‘a trending country for speciality food’,” imbuhnya.

Salah satu yang dicari konsumen untuk makanan dan minuman Indonesia adalah Indonesia exotic flavors. “Bahan-bahan yang diperkirakan akan meningkat permintaannya yaitu kopi dan kakao, olahan kelapa, olahan bumbu, serta beras organik,” ujar Wamendag.

Ekspor makanan olahan Indonesia ke AS saat ini baru mencapai US$75 juta dan sekitar 40 persennya diekspor oleh UKM. Ekspor tersebut berpotensi meningkat menjadi US$125 juta dalam 2-3 tahun ke depan, dengan UKM tetap memegang peranan penting. “Kunci utamanya adalah seberapa mampu produsen Indonesia melakukan supply response terhadap peningkatan permintaan,” ungkap Bayu.

Disisi lain, Sebagai bentuk lanjutan komitmen dalam meningkatkan ekspor nonmigas Indonesia untuk produk unggulan secara global, terutama makanan dan minuman. “Produk makanan dan minuman serta bisnis hotel menjadi salah satu bisnis utama di Arab Saudi. Hal ini menjadi target pasar Kemendag guna mendorong ekspor produk makanan dan minuman Indonesia. Pameran ini merupakan salah satu sarana promosi ke pasar nontradisional,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Nus Nuzulia Ishak.

Dirjen Nus melanjutkan, Jeddah sebagai pusat dagang dan wisata Arab Saudi, merupakan penghubung antara pemasok dari seluruh dunia dengan negara tetangga di kawasan Timur Tengah dan Teluk. Selain itu, industri makanan dan hospitality merupakan sektor yang paling berkembang di Arab Saudi dengan pertumbuhan wisata haji dan umroh yang juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Dengan memanfaatkan peluang ini, diharapkan produk makanan dan minuman Indonesia akan lebih dikenal secara luas sehingga dapat mengurangi defisit neraca perdagangan dengan Arab Saudi akibat tingginya impor migas. Ekspor nonmigas Indonesia ke Arab Saudi terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir.

“Meski ekspor nonmigas pada 2013 agak menurun sebesar 2,11 persen dengan nilai US$1,74 miliar dibandingkan setahun sebelumnya, kami positif dengan adanya kegiatan ini dapat kembali meningkatkan ekspor ke Arab Saudi,” tambah Nus.

Dengan mengusung tema "Trade with Remarkable Indonesia", Paviliun Indonesia akan dibangun di atas lahan seluas 153 m2. Luas Paviliun Indonesia tersebut merupakan hasil sinergi dengan Kementerian Perindustrian dan kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) Jeddah.

Kemendag menampilkan 16 perusahaan makanan dan minuman Indonesia, yang di antaranya merupakan binaan Kementerian Pertanian. Produk yang akan dipamerkan di antaranya adalah minyak sayur, makanan ringan (kacang), minuman herbal, HO-Re-Ca (Food Service) disposable products and nonwoven for protection (PPE) products, nata de coco, jelly dan pudding, aloe vera, aksesoris kamar mandi, makanan kaleng, teh dalam kemasan, buah segar, minyak esensial, kopi dan lain-lain.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…