Negeri Pemalas dan Serba Impor

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Grup Koes Plus pernah menggambarkan betapa indah dan suburnya bumi nusantara lewat lagu berjudul “Nusantara”. Sayangnya, kesuburan, keindahan dan sumber daya alam yang terkandung di tanah Indonesia malah seperti sebuah kutukan. Hanya habis disedot orang asing, tanpa menyisakan bagian buat orang Indonesia. Orang Indonesia malah lebih doyan mengimpor. Jangan heran kalau negeri ini rajanya impor. Lantaran semuanya serba impor.

Dengan jumlah penduduk besar, saat ini sekitar 261 juta orang, Indonesia memang pasar yang sangat menggiurkan bagi negara-negara produsen. Kalau bisa, semua produk mereka bisa masuk ke Indonesia.

Kalaulah impor produk berteknologi tinggi yang tidak bisa dibuat di negeri, itu masih masuk akal. Tapi fakta memperlihatkan, dari pesawat sampai garam, bahkan ikan dan singkong pun, semuanya dari impor.

Padahal Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang. Bahkan salah satu yang terpanjang di dunia. Dengan iklim khatulistiwa yang rajin diterpa panas, harusnya produksi garam Indonesia tinggi. Tapi kenyataannya lain, untuk sekedar memenuhi kebutuhan garam saja Indonesia masih harus impor.

Begitu juga dengan singkong. Dengan tanah sesubur nusantara, kalau masih harus mengimpor singkong sebenarnya sangat keterlaluan. Padahal, taruh saja batang singkong, pastilah batang itu akan jadi tanaman.

Tanah yang subur seperti sorga ternyata menjadi kutukan. Banyak orang Indonesia malah terbuai kenyamanan angin semilir pegunungan. Orang Indonesia cenderung bersikap malas. Mayoritasnya enggan melakukan kerja berat. Persis seperti karakter tokoh si Kabayan dalam dongeng Pasundan.

Bukan cuma itu, jutaan masyarakat di pedesaan lebih memilih menjadi kaum urban ke kota besar, atau jadi Tenaga Kerja (TKI) di luar negeri. Profesi petani belum jadi pilihan. Tak heran kalau sarjana pertanian pun lebih suka menjadi profesional di luar sektor pertanian.

Kondisi ini yang juga memicu seretnya hasil produksi komoditas pangan. Dan pada akhirnya mengambil jalan pintas, lebih suka mengimpor.

Kalau dahulu orang Indonesia senang impor karena melihat brand dan kualitas produk, kini impor demi mencegah perut lapar.

Jadi, jangan lagi kita bicara soal kedaulatan pangan kalau karakter bangsa ini masih pemalas dan cenderung suka mengambil jalan mudah. Jalan yang serba instan. Ogah merasakan panasnya terik matahari dan baunya lumpur dalam proses produksi pangan atau garam.

Dikaruniai tanah subur, namun bangsa ini disandera sekelompok pedagang yang lebih suka mengambil keuntungan dari impor.

Orang  bilang tanah kita tanah surga. Tanam kayu dan batu jadilah tanaman. Tapi apa artinya kalau orang lain yang menikmati. Sementara bangsa kita perlahan-lahan jadi kuli di negeri sendiri. Negeri kaya pun bakal bangkrut kalau rakyatnya enggan mengolah tanah dan kayu menjadi tanaman. Karena lebih suka membeli daripada membuat. Masalahnya, kalau nanti tak punya uang buat membeli. Satu demi satu pulau akan dijual. Tanah yang subur di nusantara memang anugrah. Tapi bakal segera menjadi sumber musibah.

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…