Pengangguran Tersembunyi Kian Meningkat

NERACA

Jakarta – Berdasarkan data yang dilangsir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2014 mengalami penurunan dari 6,25% pada survei tahun lalu, menjadi 5,7% atau setara 1,7 juta penduduk.

Namun Ketua The Labor Institute Rekson Silaban menyatakan hal tersebut tidak layak disebut sebagai prestasi. Pasalnya apa yang ditampilkan BPS adalah pengangguran terbuka, bukan pengangguran tersembunyi.

"Pemerintah selalu menampilkan data-data soal pengangguran terbuka, bagaimana dengan orang yang bekerja 35 jam per minggu alias pengangguran tersembunyi," katanya di Jakarta, Kamis (8/5).

Rekson mengatakan, justru jumlah pengangguran tersembunyi yang bekerja pada sektor informal seperti pedagang asongan dan tukang ojek ini yang jumlahnya semakin meningkat.

"Apakah mereka bahagia dengan bekerja seperti itu dan mampu membuat hidupan mereka layak. Mereka yang bekerja pada sektor informal ini justru yang menggelembung," katanya.

Dia mengungkapkan, saat ini paling tidak jumlah pengangguran tersembunyi mencapai 40 juta orang dan jumlah ini yang harus segera ditangani oleh pemerintah. "Yang tersembunyi ini jumlahnya sampai 40 juta, bagaimana mereka bekerja hanya selama 35 jam tetapi bisa hidup layak," tandasnya.

Menurut Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan pengangguran dan kemiskinan itu dianggap sebagai buah dari instabilitas ekonomi internasional maupun volatilitas ketahanan ekonomi domestik. Namun argumentasi ini belum menunjuk analisis yang lebih mendasar.

"Aspek demografi menjadi salah satu tiang yang amat penting untuk mengisi kekosongan analisis mengenai rentannya strategi pembangunan. Dari perspektif ini, sebenarnya hanya terdapat dua hal penting untuk dikaji,yakni pertumbuhan penduduk yang sulit dikendalikan dan mobilitas penduduk desakota intranegara alias urbanisasi," ujarnya. 

Menurut Erani, konfigurasi mobilitas penduduk di dunia dalam beberapa dekade terakhir ini mengalami perubahan sangat pesat.Pada 1950,jumlah penduduk dunia yang tinggal di wilayah desa masih sekitar 70%,sisanya (30%) menetap di kota. Pada 1980, jumlah penduduk dunia yang tinggal di desa turun menjadi 60% dan yang menetap di kota sekitar 40%.Pada 2008 ini diperkirakan jumlah penduduk dunia yang bermukim di desa dan kota sudah seimbang, yakni masing-masing sebesar 50%.

"Pada 2015, diprediksi jumlah penduduk yang tinggal di kota sudah lebih besar ketimbang penduduk yang menetap di desa,yakni 60% berbanding 40%. Tentu saja,deskripsi umum tersebut masih menyembunyikan data-data yang lebih rinci, misalnya perbedaan konfigurasi jumlah penduduk dinegara maju(industri- /jasa) dan negara berkembang (pertanian). Jika ini yang dicari,jelas proporsi penduduk yang tinggal di kota lebih besar di negara maju," ujarnya. 

Deskripsi tersebut sebetulnya mengabarkan bahwa tidak mungkin lagi wilayah-wilayah kota disesaki aktivitas- aktivitas ekonomi yang boros lahan, termasuk di Indonesia.Sektor industri yang dulu dan sekarang menjadi motor penggerak perekonomian kota mulai sekarang sudah sulit diteruskan karena keterbatasan lahan.

Erani mengingatkan, pembangunan pabrik-pabrik, gudang-gudang, dan peranti pendukungnya lambat laun harus digeser ke pinggiran kota.Jika tidak,wajah kota akan kian semrawut,penuh polusi,dan gersang. Akibatnya, di masa depan aktivitas ekonomi yang layak dilakukan di wilayah kota hanyalah sektor jasa dan perdagangan. Sebagai kota jasa, peran kota cuma menjadi instrumen yang memfasilitasi kegiatan administrasi, keuangan,dan distribusi barang/jasa. Adapun sektor industri yang berbasis nonsumber daya alam (nonpertanian) digeser menuju ke wilayah pinggiran kota. [agus]

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…