Pasar Saham Masih Bergerak Liar - IPO Perusahaan Bakal Beresiko Tinggi

NERACA

Jakarta – Himbauan pemerintah agar para investor pasar modal tidak panik saat indek Bursa Efek Indonesia (BEI) terkoreksi tajam, belum mampu menyakinkan para pelaku pasar. Pasalnya, para pelaku pasar masih menyimpan kekhawatiran adanya imbas negatif bursa global. Kondisi ini bisa berdampak jelek pada aksi korporasi pelepasan saham perdana atau initial publik offering (IPO) sejumlah perusahaan.

Menurut pengamat ekonomi Dana Reksa Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, terkoreksinya indeks 200,44 poin atau 4,86% ke posisi 3.921,64 pada akhir pekan lalu memberikan dampak negatif pada penundaan pelaksanaan IPO di semester kedua tahun ini. ”Di tengah fluktuasi IHSG saat ini, penawaran saham perdana bukanlah pilihan yang baik,” katanya kepada Neraca, Minggu (7/8).

Purbaya memperkirakan, sampai beberapa minggu mendatang, pergerakan indeks di pasar masih akan menunjukan tren negatif. ”Saya pikir sekarang bukan waktu yang tepat untuk IPO. Kita memang belum bisa memprediksi perkembangan IPO semester II, tapi yang jelas semuanya masih menunggu perkembangan,” ujarnya.

Purbaya mengingatkan, perusahan yang berencana melakukan IPO dalam waktu dekat ini harus menghitung dengan cermat.

Menurut dia, lebih baik menunggu dan mencermati perkembangan,ketimbang buru-buru. “Kalau dalam waktu dekat mau IPO jelas masih jelek. Bahkan, dalam beberapa bulan ke depan juga belum tentu, karena krisis utang Eropa tampaknya belum membaik,” kata Purbaya.

Dia juga menjelaskan, fluktuasi indeks saham dunia bukan didominasi oleh anjloknya peringkat utang AS, melainkan lebih disebabkan kisruh utang di Eropa. Oleh sebab itu, sepanjang krisis Eropa masih membelit, IHSG akan sulit diprediksi. “Yang jelas kalau minggu ini, IHSG belum akan rebound kenceng. Minggu hingga Kamis kemarin, indeks Eropa turun hingga 10%. Sementara AS baru hari Kamis turun 4%. Jadi harga saham dunia lebih dipengaruhi karena utang Eropa,” jelasnya.

IHSG, imbuh dia, hanya menggambarkan perekonomian Indonesia yang dipengaruhi fluktuasi harga saham jangka pendek karena faktor sentimen global. Oleh karena itu, dia yakin terkoreksinya IHSG tidak lantas berarti perekonomian Indonesia jatuh. “Kalaupun toh IHSG jatuh, pertumbuhan kita masih tetap berekspansi dan fundamental ekonomi kita masih terus tumbuh,” ungkap Purbaya.

Hal senada juga disampaikan, pengamat pasar modal Yanuar Rizky, terkoreksinya saham yang cukup dalam pada akhir pekan lalu, tentunya memberikan dampak negatif dari potensi pelaksanaan IPO di pertegahan tahun ini. ”Pelaksanaan IPO sangat memperhitungkan dua hal, pertama psikologis pasar dan kedua harga saham,” ujarnya.

Dia yakin, sejatinya rencana pelaksanaan IPO yang akan dilakukan perseroan pada semester kedua tahun ini bakal molor atau mungkin ditunda akibat dipicu anjloknya indeks BEI. "Untuk IPO di semester dua ini belum tepat waktunya,” terangnya.

Purbaya menambahkan, pemerintah harus mencari titik keseimbangan baru. Selama ini pemerintah tidak pernah berupaya mencari keseimbangan yang ada. Kemudian, soal peluang indeks bakal kembali rebound, dinilai hanya sesaat. Oleh karena itu, investor diminta jangan terlalu berharap banyak pada kondisi saat ini.

Analis pasar modal dari Mega Capital, Felix Sindhunata menyampaikan hal serupa. Anjloknya indeks bursa bisa jadi akan memengaruhi rencana IPO pada semester II tahun ini. Celakanya, diprediksi akan banyak IPO baik dari swasta maupun BUMN Sebut saja, Semen Baturaja dan Pelindo II.

Felix menyebut, kondisi pasar modal sekarang ini ’melemah’, kondisi ini bisa jadi penghambat IPO.  Pasar modal yang melemah, mengindikasikan adanya ketakutan para pelaku pasar. Tak banyak yang mau berspekulasi pada kondisi pasar seperti sekarang ini. ”Kondisi indeks bursa sekarang bisa memengaruhi IPO, karena memang ada kenaikan ketidakpastian risiko pasar. Saya pikir kalau ketidakyakinan pasar tinggi terhadap outlook ekonomi, pasti akan menunda IPO,” jelas Felix.

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito mengatakan, koreksi yang terjadi di pasar saham dalam negeri di akhir pekan lalu hanya bersifat sementara. Karena selama kondisi ekonomi Indonesia masih positif tidak ada yang perlu dicemaskan. ”Seharunya penurunan IHSG akhir pekan lalu dapat dijadikan investor untuk mengambil kesempatan dengan kembali mengoleksi saham,” katanya.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga pernah bilang, pelemahan indeks BEI karena kekhawatiran pasar terhadap krisis fiskal dan pelemahan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Untuk itu, karena ini terjadi hampir di seluruh dunia maka hal tersebut belum terlalu mengkhawatirkan, namun pemerintah terus mewaspadai dampak lanjutan dari pelemahan bursa global dalam minggu-minggu mendatang.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…