TRIWULAN I/2014 CAPAI Rp 106,6 TRILIUN - Investasi Tinggi, Namun Tidak Berkualitas

Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis realisasi investasi proyek penanaman modal triwulan I-2014 mencapai Rp106,6 trilliun atau secara tahunan naik 14,6% dibandingkan triwulan I-2013 yang hanya Rp93,3 trilliun. Adapun besaran investasi itu berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp72 trilliun atau 67,5% dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp34,6 trilliun atau hanya 32,5%. “Ini merupakan rekor tertinggi dan ketiga kalinya sejak triwulan III-2013 investasi yang masuk tembus di atas Rp100 trilliun,” kata  Kepala BKPM Mahendra Siregar, saat memaparkan dari total angka investasi triwulanan di Jakarta, Kamis (24/4).

NERACA

Adapun investasi yang masuk untuk PMDN lebih banyak masuk pada sektor jasa yang berkisar 60% yang kemudian diikuti sektor manufaktur. Sedangkan untuk PMA 50% lebih banyak untuk investasi pertambangan. Kendati demikian, Mahendra mengakui bahwa tingginya investasi yang masuk tidak diimbangi pada peningkatan penyerapan tenaga kerja lebih. “Ini mengindikasikan investasi masuk lebih pada padat modal, tidak untuk penguatan produksi,” ujarnya.

Selain itu, Mahendra juga mengakui tingginya investasi yang masuk belum kentara efeknya  pada pertumbuhan ekonomi. “Sejatinya investasi punya dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, tapi perlu disadari ada beberapa investasi yang tidak multiefek langsung. Karena, memang ada beberapa investasi baru yang pada awal memang belum terlalu banyak efek. Tapi, efeknya nanti pada bulan-bulan mendatang,” paparnya.

Atas kondisi seperti itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati pun berpandangan bahwa besaran investasi itu terasa semu dan tidak berkualitas karena tidak mampu menjadikan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Dan terutama pertumbuhan sektor riil penopang tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. “Jadi, sebesar apa pun investasi yang masuk tidak punya multiplier effect lebih,” tutur dia saat dihubungi Neraca, kemarin.

Karena, sambung Enny, selama ini investasi yang masuk hanya investasi padat modal, juga hanya terkonsentrasi pada pertambangan dan otomotif  yang memang membutuhkan modal besar tapi tidak menyerap tenaga kerja banyak. “Harusnya investasi masuk pada sektor-sektor yang memang penyerapan tenaga kerjanya tinggi, seperti pada sektor industri pangan, maupun sektor pertanian dan perkebunan,” jelas dia.

Menurut Enny, ini karena pemerintah (kementerian terkait) tidak punya koordinasi tapi lebih pada mengejar target masing-masing, dan berjalan sendiri-sendiri. “Secara umum pemerintah belum punya blue print pengembangan industrialisasi sehingga investasi yang masuk tidak produktif. Celakanya, pemerintah minim koordinasi sehingga investasi masuk tingga tidak bermanfaat,” tegas dia.

Maka dari itu, lanjut Enny, harusnya Kementrian Perekonomian dapat melakukan koordinasi dengan kementrian-kementrian terkait untuk membuat road map pengembangan investasi. Dan disini BKPM sebagai lembaga yang menangani investasi yang masuk mengarahkan investor mana sektor yang sedang diperlukan dan mana saja sektor yang sudah padat dan tidak melakukan pengembangan. “Dengan sinergi dan adanya blue print arah pembangunan investasi yang terkoordinasi, investasi yang masuk akan lebih berdaya guna dan produktif,” kata Enny lagi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi pun mengakui bahwa Indonesia memang masih menjadi tujuan investasi beberapa negara. Akan tetapi, investasi yang masuk cenderung hanya berkutat di sektor tertentu seperti pertambangan dan otomotif. Sedangkan untuk sektor yang lain masih sepi.

Memang, lanjut Sofjan, kelihatan banyak investasi yang masuk, namun pengaruhnya terhadap ekonomi nasional sangat kecil. Jadi, bisa dikatakan investasi tidak berkualitas, bahkan bisa dibilang semu. "Pemerintah harus bisa mendorong para investor untuk masuk ke sektor yang penting. Ini ditujukan untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan lapangan kerja. Jadi, pada dasarnya investasi yang masuk harus menguntungkan kedua negara," ujarnya, Kamis.

Lebih lanjut Sofjan mengatakan, investasi yang masuk selama ini memang tidak meningkatkan lapangan kerja, karena pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi dan minimnya lapangan kerja di Indonesia membuat masyarakat sulit dapat kerja.

Untuk itu, Sofjan menilai bahwa pemerintah perlu mendorong peningkatan investasi yang berkualitas agar mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang luas.

Perlu Kajian

Sedangkan menurut pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Denni Puspa Purbasari, untuk menyatakan investasi berkualitas atau tidak perlu ada kajian yang mendalam. Namun, dia menyatakan bahwa investasi yang berpusat di Pulau Jawa seharusnya beriringan dengan penyerapan tenaga kerja. Pasalnya, di Jawa sangat sedikit Sumber Daya Alam (SDA) yang bisa dimanfaatkan karena rata-rata berada di luar Pulau Jawa. “Di Jawa tentunya bukan untuk investasi SDA, namun lebih ke arah services dan perdagangan. Harusnya kalau lebih banyak di Jawa, penyerapan tenaga kerja lebih banyak,” ungkap Denni saat dihubungi Neraca, kemarin.

Namun demikian, Denni tidak memungkiri rata-rata investasi yang masuk ke Indonesia lebih mengandalkan capital intensive dibandingkan labour intensive.

Menurut dia, investasi yang masuk lebih banyak mengandalkan capital intensive tentunya harus perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). “Ini juga menjadi tugas berat pemerintah untuk meningkatkan daya saing SDM agar bisa mengoperasikan mesin. Jangan sampai nanti investasi dari luar, pekerjanya pun dari luar. Ini yang seharusnya diperhatikan,” kata Denni.

Jika investasi masih mengandalkan SDA, menurut dia itu adalah hal yang sah-sah saja. Namun yang perlu dicermati adalah ketika melakukan eksplorasi SDA di Indonesia maka perlu dilibatkan dengan niat yang baik. “Kalau dari awalnya saja niatnya tidak baik, izin menggunakan jalan pintas, pakai cara suap menyuap. Maka nantinya diakhirnya pun investasi tidak akan berkualitas”, tandas Denni.

Misalnya, lanjut Denni, perusahaan tersebut tidak membayar pajak, merusak lingkungan bahkan perusahaan tersebut tidak berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia. “Maka dari itu, kalau awalnya niatnya sudah baik maka ke depannya akan berjalan baik, apakah itu investasi asing ataupun investasi dalam negeri,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…