Pasokan dan Permintaan Tidak Seimbang - Mendag Akui Sulit Kendalikan Harga Cabai

NERACA

Jakarta – Komoditas cabai adalah salah satu dari puluhan komoditas lainnya yang mempengaruhi tingkat inflasi. Namun, harga cabai yang terus mengalami fluktuasi membuat repot pemerintah. Bahkan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui harga cabai sulit untuk dikendalikan. “Masalah cabai sangat sensitif, cuma bisa bertahan 6 hari, dan ketika harga tinggi menjadi persoalan, ketika rendah harus dijaga,” ungkap Lutfi di Jakarta, Selasa (22/4).

Fluktuasi harga cabai disebabkan dari banyak hal seperti bencana alam, faktor musim, kondisi cuaca dan tidak seimbangnya antara suplai dan demand. Lutfi menyebut harga cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati sebulan lalu mencapai Rp 90.000 per kilogram. Namun saat ini bisa turun menjadi Rp 30.000 per kilogram. “Makanya kita harus jaga suplainya, dan jaga strukturnya supaya petani punya posisi tawar yang baik,” tuturnya.

Untuk importasi, Lutfi mengaku bahwa volume impor cabai sangat kecil karena hanya melakukan impor sebesar 9.000 ton. “Kita penghasil lebih dari 1 juta ton cabai. Sedangkan impor kita tidak lebih dari 9.000 ton, itu pun sebagai bahan campuran cabai untuk produksi industri cabai termasuk cabai serbuk dan pasta,” katanya.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono mengatakan untuk mengatasi persoalan kelangkaan cabai pada saat-saat tertentu, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan masih terus melakukan pembahasan terkait fasilitas cold storage agar saat panen besar, cabai bisa disimpan. Cabai yang disimpan ini diharapkan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat terjadi kekurangan pasokan.

“Kami berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan, jadi bagaimana pada saat panen raya dengan jumlah banyak bisa disimpan dengan cold storage atau diolah. Tetapi sulitnya, rakyat lebih senang cabai segar. Seperti ayam segar, padahal ayam beku sama saja,” ucapnya.

Pihaknya juga menargetkan jumlah produksi cabai tahun ini mencapai 1,52 juta ton. Jumlah itu meningkat bila dibandingkan target produksi cabai 2013 yaitu 1,47 juta ton. Ia mengatakan, target produksi cabai 2013 memang 1,47 juta ton tetapi realisasinya jauh lebih besar yaitu 1,72 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari 1,03 juta ton cabai keriting dan cabai merah besar, serta 689 ribu ton cabai rawit hijau dan rawit merah. “Produksi cabai nasional 2014 kita targetkan 1,52 juta ton,” kata Suswono.

Meski targetnya 1,52 juta ton, tetapi Suswono berharap realisasi produksi bisa lebih besar dan bahkan mengungguli pencapaian tahun lalu. Menurut Suswono, masih ada beberapa kendala untuk mencapai target tersebut seperti waktu masa panen yang tidak menentu. Kejadian ini bisa menjadi penyebab utama tingginya harga cabai di tingkat konsumen, khususnya cabai rawit.

“Hanya 15% konsumsi kita pada cabai rawit merah, tetapi bila terjadi fluktuasi harga bisa mempengaruhi jenis cabai yang lain. Kita akui pasokan cabai ini tidak ada sepanjang tahun, khususnya musim hujan. Tanaman cabai rawan rusak dan mudah terkena penyakit, sehingga produksi bisa drop sampai 50% bahkan tidak panen," paparnya.

Oleh karena itu, lanjut Suswono, pemerintah terpaksa mengimpor cabai untuk menutupi kekurangan pasokan. Namun impor bukan jalan singkat menyelesaikan masalah karena tantangan lainnya sudah menanti. “Masyarakat kita sukanya cabai segar, ini menjadi masalah. Jadi hal ini menyangkut selera konsumsi seperti masyarakat kita suka ayam yang segar dan baru dipotong padahal kualitas ayam yang beku sepertinya sama saja. Ini yang pada akhirnya menyebabkan harga menjadi tinggi,” jelasnya.

Suswono sebelumnya juga pernah mengatakan, bahwa kenaikan harga cabai tidak akan berlangsung lama. Pasalnya pada akhir Maret lalu, produksi cabai dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan bahkan diperkirakan akan surplus lantaran sudah masuk musim panen. "Peningkatan harga cabai dimulai pada awal Maret hingga minggu ketiga Maret dikarenakan pada saat ini belum memasuki masa panen. Nantinya harga cabai akan normal seiring dengan berlangsungnya masa panen," kata Suswono.

Menurut dia, siklus panen cabai besar akan berlangsung mulai akhir Maret sampai Juni dan berlanjut pada bulan Agustus-September. Sedangkan untuk cabai keriting periode panen akan berlangsung dari April hingga Oktober. "Berdasarkan pola panen tersebut produksi cabai domestik akan mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan diperkirakan akan surplus," tutur dia.

Harga akan Naik

Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN) Benny Kusbini memperkirakan harga cabai akan naik sepanjang 2014 akibat kurangnya pasokan dari sentra produksi. Benny menyatakan salah satu sentra penghasil cabai yakni Kecamatan Kepung Kabupatan Kediri Jawa Timur mengalami gagal panen akibat erupsi Gunung Kelud sehingga mengancam pasokan cabai nasional.

Selain itu, Indonesia yang saat ini sedang memasuki musim penghujan serta beberapa daerah terkena banjir menyebabkan produksi cabai mengalami gagal panen. “Saat ini hingga Bulan Mei merupakan masa panen cabai, tetapi hasil panen tercatat hanya mencapai 30% dari target. Sementara setelah Bulan Mei, cuaca akan memasuki musim kemarau sehingga akan menurunkan produksi cabai,” katanya.

Menurut dia, dengan produksi cabai dalam negeri yang merosot kebijakan impor cabai harus dibuka. Benny memperkirakan Indonesia bisa mengimpor cabai dari Vietnam dan Thailand. Menurut dia, pemerintah harus bergegas mengimpor cabai dari kedua negara itu, jika terlambat produksi cabai Vietnam bisa diserap China yang mengalami gagal panen. “Kalau sudah keduluan China, sehingga produksi Vietnam kosong satu-satunya harapan tinggal Thailand,” kata dia.

Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Pertanian, lanjutnya, harus duduk bersama guna menentukan jumlah kebutuhan cabai nasional dan jumlah produksi nasional. “Dari situ, baru ditentukan berapa alokasi untuk impor,” katanya.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…