Hadapi Persaingan Bebas MEA - Kesiapan Pasar Modal Diakui Belum Optimal

NERACA

Jakarta- Persaingan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sudah di depan mata. Namun daya saing dan kesiapan industri keuangan dalam negeri masih jauh dari diharapkan, begitu juga halnya dengan industri pasar modal yang dinilai perannya belum optimal.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida mengatakan, masih ada beberapa hal yang masih mengganjal pasar modal Indonesia untuk menjalankannya secara utuh menjelang MEA nanti. Diantaranya regulasi yang mengatur tentang auditor yang diakui di Indonesia harus mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan, “Setidaknya ada dual hal yang masih mengganjal integrasi pasar modal ASEAN. Salah satunya terkait dengan prospektus reksa dana atau IPO yang harus disampaikan kepada public,”ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, diprospektus ada laporan keuangan, laporan konsultan hukum dan keterbukaan informasi lainnya. Dalam UU Pasar Modal menyebutkan bahwa yang menandatangani laporan keuangan tersebut adalah auditor dari perusahaan publik yang tercatat di OJK. Kalau prospektusnya diterbitkan emiten luar, pasti auditornya juga dari luar dan tidak tercatat di OJK. "Berarti kita harus ubah undang-undang. Nah itu yang jadi kendala kita dan sedang dicari solusinya,"ujarnya.

Selain itu, OJK juga masih menunggu konfirmasi seperti apa penyelesaian jika terjadi persoalan di pasar modal ASEAN. Hal itu dianggap penting karena untuk menjamin keberlangsungan integrasi pasar modal di masa mendatang.

Karena itu, OJK berharap ada perjanjian diantara otoritas pasar modal di ASEAN dan tidak hanya sekedar bilateral. Di luar, kata dia, pasar modal Indonesia sudah siap menjalankan integrasi pasar modal ASEAN.

Misalnya, website secara ASEAN, bursa Indonesia sudah masuk bergabung di dalamnya. Otoritas pasar modal Indonesia juga ikut menyusun ASEAN disclosure standart. Kemudian ada tambahan Indonesia anex atau tambahan ketentuan yang disyaratkan untuk emiten luar sesuai UU.

Apalagi, lanjut Nurhaida, pada dasarnya kalau dilihat ASEAN economic blueprint, tidak ada kewajiban bagi setiap negara untuk kapan bisa bergabung. Tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jangan sampai dengan integrasi ini, hanya satu negara yang mendapatkan benefit.

Pada saat ini, dari 10 negara ASEAN dibuat dua kelompok. Pertama kelompok maju seperti, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia. Sisanya masuk dalam kelompok terbelakang, yakni Laos, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja,”Lima negara yang pasar modalnya telah berkembang sudah banyak melakukan pembicaraan tentang integrasi ASEAN,”tandasnya.

Nurhaida juga pernah bilang, peran industri pasar modal terhadap perekonomian dalam negeri masih sangat minim, kendati saat ini nilai kapitalisasi pasar saham telah mencapai Rp4.800 triliun atau sekitar US$425 miliar. Dirinya menuturkan, permodalan sektor keuangan di dalam negeri masih didominasi penyaluran dari sektor perbankan. Saat ini tercatat peran pasar modal di Indonesia baru sekitar 20%. Prosentase tersebut sangat timpang, di mana permodalan dari sektor perbankan mencapai 80%,”Kalau di Indonesia peran pasar modal masih relatif rendah, yaitu 20%  dibanding perbankan mencapai 80%,”tegasnya.

Kata Nurhaida, bila dibanding dengan negara lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal pengembangan pasar modal. Di Amerika Serikat (AS), peran pasar modal hampir mencapai 90%. Untuk itu, perlu ada upaya yang lebih giat dalam rangka pengembangan dalam hal peningkatan emiten dan investor di pasar modal.

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan agar industri pasar modal dalam negeri sejajar dengan negara lain dan sejajar dengan sektor perbankan, sehingga tidak hanya ditopang perbankan yang kuat tapi juga pasar modalnya,”Untuk itu perlu emiten lebih banyak dan investor lebih banyak,”ungkapnya.

Asal tahu saja, saat ini jumlah emiten atau perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni hanya 488 emiten yang listing. Angka ini masih kalah dengan jumlah emiten di negara tetanga seperti di Malaysia yang sudah 900 lebih, lalu di Singapura sudah diatas 1.000 emiten. Bahkan di negara maju lebih banyak lagi emitennya. (bani)

 

 

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…