Pil Pahit Kebijakan Transaksional

Oleh : Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Akhir-akhir ini, pemerintah justru kian gemar melahirkan kebijakan kontraproduktif di bidang ekonomi. Jika dibaca satu per satu, beragam kebijakan tersebut membuat nurani publik tambah nelangsa. Bahkan menjerit. Di saat yang sama, berbagai kebijakan konyol ini serasa jelas menunjukkan perangi buruk para birokrat. Inilah pil pahit yang mesti ditelan rakyat akibat kokohnya rezim transaksional yang dianut oleh sejumlah politisi di negeri ini.

Tengoklah, misalnya, kasus mobil listrik. Pemerintah cepat betul mengeluarkan regulasi mobil murah ramah lingkungan (low cost and green car-LCGC), tapi tidak untuk mobil listrik. Pemerintah selalu mengeluhkan konsumsi BBM subsidi yang membebani APBN. Pemerintah juga pusing tujuh keliling oleh macet di Ibukota. Tapi karena mobil listrik dianggap tidak menguntungkan para birokrat, mereka lebih memilih menggenjot produksi dan penjualan mobil berbahan bakar minyak. Persetan dengan APBN bobol, persetan dengan neraca perdagangan, persetan dengan macet.

Contoh kedua, larangan ekspor mineral mentah. Sudah jelas dilarang oleh UU No. 4/2009 Tentang Mineral dan Batubara, birokrat pemerintah, dengan segala nalar tidak sehat yang dimilikinya, memberi diskon atau kelonggaran ekspor hingga 2017. Itu pun kalau di 2017 nanti tidak kembali masuk angin. Padahal, larangan ekspor tambang mentah, punya tujuan futuristik, yakni meningkatkan nilai tambah produk tak terbarukan itu. Tapi, lagi-lagi, karena ekspor mineral mentah secara transaksional lebih menguntungkan mereka, seluruh alibi dipakai untuk menghalalkan kebijakan haram itu.

Pengelolaan gas dan minyak bisa menjadi misal yang ketiga. Di tengah pasokan gas untuk industri langka, pemerintah malah jor-joran mengekspor gas, dengan dalih kontrak jangka panjang. Pembangunan kilang minyak tak pernah jelas jeluntrungannya, karena impor minyak lebih menguntungkan buat para pemburu rente. Program konversi BBM ke BBG tidak jalan, karena tidak menguntungkan mafia minyak. Padahal koversi itu adalah jawaban dari membengkaknya subsidi BBM. Kebijakan pencampuran biofuel ke BBM juga tak jelas ujung pangkalnya.

Kebijakan untuk sektor industri tak kalah konyol. Pengusaha sektor riil dalam negeri seperti dijepit oleh tembok-tembok persoalan. Infrastruktur buruk, upah buruh mahal, kenaikan tarif listrik, dan biaya logistik selangit adalah problem membatu yang tak kunjung diselesaikan. Rezim suku bunga tinggi tampaknya sengaja didukung pemerintah. Bunga pinjaman dobel digit jelas-jelas kontraproduktif dengan harapan bangsa ini memiliki kerajaan industri yang kokoh dan berdaya saing. Di bidang fiskal, industri lokal pun minim insentif, utamanya untuk usaha kecil.

Lebih-lebih kalau bicara terbengkalainya sektor pertanian. Impor produk pangan kini semakin besar, bak gelombang raksasa yang sungguh mengerikan.

Itulah sekelumit pil pahit yang mesti ditelan oleh perekonomian nasional. Sejatinya, masih begitu banyak persoalan yang menjadi akibat logis dari kebijakan transaksional selama ini. Rasanya sudah cukup republik ini dikelola oleh mereka yang mengalami defisit akal sehat.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…