NERACA
Jakarta – Neraca perdagangan nasional baru saja mengalami surplus pada bulan kemarin, kendati demikian untuk bulan berikutnya diproyeksikan ekspor bakal menurun yang bisa mengakibatkan kembalinya defisit neraca perdagangan nasional. Pasalnya negara tujuan ekspor Indonesia sedang mengalami perlambatan ekonomi seperti China.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, melambatnya pertumbuhan China akan tercermin pada volume perdagangan Indonesia. Meski demikian, dia mengharapkan, perlambatan ekonomi China tidak terlalu berdampak signifikan ke Indonesia.
"IMF mengkoreksi pertumbuhannya kami harapkan tidak memberikan dampak," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (16/4).
Dia menambahkan, dampak dari perlambatan perekonomian China akan membuat permintaan menurun. "Meski tercermin pada volume perdagangan Indonesia, permintaan akan turun, kalau melihat dari sisi komoditi kecil penurunannya bakal seperti itu," tukasnya.
Seperti diketahui China mengalami laju pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 18 bulan terakhir di level 7,4% pada kuartal-I 2014. Data resmi dari pemerintah China tersebut menggambarkan lemahnya tindakan pemerintah guna menjaga stabilitas pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu.
Dalam rentang Januari hingga Maret 2014, PDB China tercatat sebesar 7,4% dan lebih rendah dari level 7,7% pada periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi China itu juga nyaris setara dengan hasil survei pada para analis yang memprediksi PDB-nya berada di level 7,3%. Angka tersebut merupakan pertumbuhan tahunan China terparah sejak kuartal-III 2012 saat PDB-nya juga menyentuh 7,4%.
Sebelumnya pengamat ekonomi, Ina Primiani, mengatakan data perdagangan yang menunjukkan surplus seperti disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) hanya bersifat sementara. Surplus terjadi karena harga barang ekspor memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan barang impor.
“Ini hanya sementara, situasi ini akan berubah kembali jika pemerintah tidak segera melakukan redefinisi barang ekspor yang potensial,” katanya. Dia mengatakan selama nilai tukar rupiah dengan dollar AS tidak stabil, surplus perdagangan akan naik-turun. Menurutnya, langkah pemerintah untuk mendorong agar ekspor tidak dalam bentuk barang mentah harus dilanjutkan.
Industri, menurutnya, harus terus didorong untuk meningkatkan nilai tambah barang ekspornya. Dia mengatakan selama ini ekspor banyak didominasi oleh otomotif dan elektronik, sementara bahan bakunya masih impor. Seharusnya industri besar dapat bekerja sama dengan industri kecil untuk memasok kebutuhan bahan bakunya.
“Jika bahan baku dapat dipasok di dalam negeri, impor akan berkurang. Industri kecil harus dilibatkan, khususnya untuk industri otomotif dan elektronik,” tutur Ina. [agus]
AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy NERACA Jakarta - Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian bumi menjadi komitmen bersama untuk mencapai…
NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…
NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…
AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy NERACA Jakarta - Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian bumi menjadi komitmen bersama untuk mencapai…
NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…
NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…