Industri Rumput Laut Perlu Zonasi Khusus

NERACA

Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim produksi rumput laut Indonesia 2013 mencapai 8,2 juta ton atau 9,33% di atas target sebanyak 7,5 juta ton, sedangkan target tahun ini dipatok hingga 10 juta ton.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan, data produksi yang dirilis KKP masih perlu dipertanyakan kebenarannya. Dirinya beranggapan, jumlah itu tak sesuai dengan konsumsi dunia dan kenyataan dilapangan. Mengingat saat ini Indonesia lebih banyak mengekspor rumput laut kering karena industri nasional belum mampu menyerap produksi dalam jumlah yang besar. “Data dari kami tidak sampai 7,5 juta ton untuk rumput laut basah  disamping  itu, kami tidak mengenal istilah basah dalam perdagangan tetapi rumput laut kering,” kata dia.

Alih-alih mematok target produksi dengan angka yang belum jelas, pengembangan rumput laut saat ini terganjal dengan ketentuan tata ruang dengan sektor-sektor lainnya, seperti pertambangan, energi dan pariwisata. “Harus ada penempatan zonasi khusus agar tidak terjadi konflik,” kata Safari di sela-sela Diskusi Prospek Ekspor Rumput Laut dan Hasil Perikanan di Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/4).

Dia mengatakan, penempatan zonasi sangat dibutuhkan karena saat ini pengembangan pariwisata kian marak, contohnya di Bali dengan pembangunan hotel-hotel di sekitar pantai. “Pembangunan hotel di sekitar pantai sempat diprotes masyarakat dan pembudidaya karena adanya larangan untuk menjemur rumput laut,” ujarnya.

Rencana pembangunan smelter untuk bahan tambang serta pembangkit listrik seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur juga bisa menggeser zonasi aktifitas budidaya rumput laut karena pembangunannya harus dengan melakukan reklamasi pantai. Safari mengungkapkan, adanya zonasi kawasan produksi dapat mempermudah pendataan yang lebih akurat dan keberlangsungan produksi juga tetap terjaga.

Safari Azis, sebelumnya, mengatakan roadmap untuk industrialisasi sangat diperlukan agar masyarakat rumput laut secara terstruktur dan optimal dapat menjadikan rumput laut sebagai sumber kemakmuran. Selain itu, Roadmap diharapkan dapat menjadi acuan bagi pola pngembangan industri rumput laut yang jelas dan bisa dipertangnggungjawabkan. “Selama ini upaya untuk industrialisasi sifatnya masih sporadis dan belum terarah, sehingga peja jalan itu sangat diperlukan agar semua pihak bisa mengetahui posisi dan aksi yang harus dijalankan,” kata Safari.

Pihaknya menyayangkan bahwa saat ini belum ada platform kerja bersama diantara beberapa Kementerian yang terlibat. Menurut dia, masing-masing Kementerian seharusnya dapat duduk bersama dengan stakeholder untuk membuat kesepakatan mengembangkan Industrialisasi rumput laut.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…