Waspadai Ekonomi Asia

Tiga negara kekuatan kekuatan ekonomi Asia: Tiongkok, Jepang dan India, diprediksi akan mengalami pelemahan sebagai dampak membaiknya situasi di Amerika Serikat dan Eropa belakangan ini. Padahal, ketiga negara tersebut selama ini dipandang sebagai penggerak ekonomi global, khususnya di kawasan Asia.

Ini menunjukkan sinyal kompleksitas pemulihan global yang kian tinggi. Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia ternyata belum berhasil menunjukkan kinerja terbaiknya pascakrisis 2008. Seperti defisit transaksi berjalan Jepang semakin dalam seiring kinerja perdagangan yang juga memburuk.

Ekonomi Jepang pada kuartal terakhir 2013 hanya tumbuh 0,7% atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 1%. Adapun defisit transaksi berjalan mencapai 1,59 triliun yen (US$15,4 miliar) yang sebagian besar diakibatkan laju impor yang jauh melebihi ekspor. Di sisi lain Tiongkok dan India yang sepanjang 2009–2011 menjadi katalisator pertumbuhan Asia dan dunia masih tertekan oleh kinerja ekonomi domestiknya.

India pada triwulan terakhir 2013 hanya mampu tumbuh 4,7% dan sepanjang 2012–2013 hanya tumbuh kurang dari 5%. Ini jauh dari kinerja sebelumnya yang mampu mencapai 8% pada periode 2008–2010. Inflasi yang meroket di India memaksa bank sentral India menaikkan suku bunga acuan ke level 8%.

Di sisi lain, upaya rebalancing pertumbuhan Tiongkok juga belum menunjukkan hasil menggembirakan. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Tiongkok tahun 2014 ditargetkan berada pada level 7,5% atau lebih rendah dari target sebelumnya 7,7%.

Perlambatan ini dipandang sebagian kalangan sebagai imbas dari perubahan strategi pertumbuhan Tiongkok sehingga terjadi beberapa penyesuaian yang berdampak pada laju ekonomi domestik. Bahkan sejumlah analis memperkirakan pada kuartal I-2014 pertumbuhan ekonomi Tiongkok berada di bawah 7,5%. Data industri manufaktur di negara itu hanya tumbuh 8,6% di bawah target 9,5% dan merupakan kinerja industri terburuk dalam lima tahun terakhir.

Neraca perdagangan Tiongkok juga menunjukkan anjloknya kinerja perdagangan pada Februari 2014 dengan defisit mencapai US$22,9 miliar. Ekspor tumbuh negatif 18,1%, sementara impor tumbuh positif 10,1%. Otoritas keuangan Tiongkok juga melansir besaran dana pinjaman yang disalurkan periode Februari 2014 sebesar 644,5 miliar yuan atau lebih rendah dari 1,32 triliun yuan pada Januari 2014. Kondisi ini menjadi jawaban dari melemahnya permintaan komoditas Tiongkok akibat memburuknya sejumlah indikator ekonomi negara itu.

Dari gambaran tersebut, Indonesia harus mendorong terus dilakukannya penguatan struktur dan fundamental perekonomian. Sepanjang 2013 hingga awal 2014, pemerintah terus mendorong sejumlah kebijakan ekonomi sebagai stimulus untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja ekonomi domestik, kendati ekonomi nasional saat ini tertekan oleh melebarnya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, dan ancaman risiko inflasi.

Bagaimanapun, Indonesia sekarang tidak bisa lagi mengandalkan ketergantungan pasar ekspor di tiga negara besar tersebut. Karena upaya untuk perbaikan neraca transaksi berjalan, penguatan nilai tukar, menjaga pertumbuhan ekonomi, memperkuat daya beli masyarakat dan tingkat inflasi, perlu strategi kebijakan terpadu yang komprehensif serta mampu menstimulasi investasi di dalam negeri.

Selain itu, kita menunggu paket kebijakan ekonomi baru ketiga yang berfokus pada penyeimbangan neraca pembayaran dan perbaikan neraca transaksi berjalan. Sehingga mampu menahan aliran modal tetap berada di pasar domestik. Dan mengatur lebih lanjut repatriasi keuntungan investor asing sehingga dapat diinvestasikan kembali di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…