Harus Paksa Freeport Bayar Dividen

Jakarta – PT Freeport Indonesia kembali bikin ulah. Kali ini, tercatat sudah dua tahun berturut-turut tidak membayar dividen ke pemerintah RI. Pemerintah sempat menghitung Freeport semestinya membayar dividen sebesar Rp1,5 triliun di 2012 dan Rp1,5 triliun lagi di 2013. Jika dividen 2014 tidak juga terbayarkan, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu telah menunggak hak negara hingga tiga tahun berturut-turut.

Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menyarankan agar pemerintah harus memaksa Freeport Indonesia untruk membayarkan dividen kepada negara. “Bahkan, bisa mengusir perusahaan tambang tersebut apabila tidak mengindahkan keinginan pemerintah dikarenakan perusahaan ini tidak menghargai Indonesia”, tegas Marwan kepada Neraca, Selasa.

Terkait tunggakan ini, lanjut Marwan, pemerintah Indonesia harus tegas melakukan upaya penagihan dan meminta penjelasan kepada perusahaan ini sehingga mendapatkan kejelasan. Kemudian, apabila diperlukan maka pemerintah bisa menggunakan upaya ultimatum (dengan melakukan pengusiran) apabila permintaan pemerintah tidak dituruti. “Namun, upaya pengusiran ini merupakan upaya terakhir yang musti dijalankan pemerintah,” kata Marwan.

Menurut Marwan, seharusnya Freeport harus melaporkan kegiatan status keuangan kepada pemerintah Indoensia dikarenakan pemerintah memiliki saham sebesar 9.34% di perusahaan tersebut. Oleh karenanya, suatu kewajiban bagi perusahaan ini untuk membayarkan deviden kepada pemerintah dan diperlukan usaha pemaksaan.  “Harus ada sikap tegas yang harus diterapkan oleh pemerintah kepada Freeport ini dan pemerintah tidak boleh takut atas intervensi dari Amerika Serikat,” ujar dia.

Dia pun menambahkan bahwa terjadi suatu keanehan apabila Freeport belum membayarkan dividen sebesar Rp1,5 triliun di tahun 2012 dikarenakan pembayaran deviden seharusnya terjadi saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang seharusnya sudah digelar pada tahun 2013 lalu. Semestinya apabila RUPS sudah dilakukan maka pembayaran deviden harus sudah langsung di eskekusi oleh Freeport pada tahun 2013 lalu.

“Keanehan ini terdapat dua kemungkinan, yaitu pertama Freeport sebenarnya sudah membayar deviden namun belum disetorkan oleh pemerintah dalam penerimaan negara. Kemudian yang kedua, perusahaan ini murni belum membayar deviden kepada pemerintah alias menunggak,” ungkap Marwan.

Marwan pun menjelaskan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa melakukan pemanggilan terhadap Freeport mengenai belum terbayarkannya deviden ini. Pejabat pemerintah harus berani mengambil sikap kepada perusahaan tambang ini sehingga Indonesia merasa dihargai dan dihormati. “Memang terdapat tiga pokok krusial dalam perusahaan tambang asing ini, dimana terdapat pajak, royalti, dan deviden yang harus diberikan kepada pemerintah Indonesia. Saat ini, Freeport belum membayarkan deviden saja, bisa juga kemungkinan pajak dan royalti pun belum terbayarkan,” tambah dia.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, dirinya enggan berkomentar atas belum terbayarnya deviden oleh Freeport ini."Tanya ke Kementerian BUMN, Kementerian BUMN kan yang kasih besarannya ke kita," kata dia.

Bambang mengatakan pemerintah berharap penerimaan dari berbagai sumber pada tahun ini dapat mengalami kenaikan. Salah satunya berasal dari pos dividen BUMN. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan cukai yang sudah berada di atas Rp100 triliun, penerimaan dari BUMN memang tidak terlalu besar. Meskipun begitu, pemerintah masih berharap BUMN bisa memberikan kontribusi yang lumayan.

Bambang pun menyatakan, pihaknya akan mengikuti proses Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan tersebut untuk merngetahui dengan jelas duduk persoalannya. Menurut dia, dalam kontrak perjanjian dengan Freeport, masalah dividen memang bisa dinegosiasikan. “Harusnya bisa ya. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN tidak harus maksa-maksa. Sudah ada kontrak perjanjiannya, masih bisa dinegosiasikan,” ungkap dia.

Dia juga mengatakan, jika Freeport tidak membayarkan dividen, target setoran dividen untuk 2014 dalam APBN menjadi tidak tercapai. Dalam APBN 2014, dipatok setoran dividen yang masuk dalam pos bagian laba BUMN sebesar Rp40 triliun. Namun, realisasinya diperkirakan Rp37,5-38,5 triliun. Tidak tercapainya target tersebut, salah satunya lantaran Freeport belum juga menyetorkan dividen.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengaku, pemerintah saat ini menelusuri penyebab belum dibayarkannya dividen dari PT Freeport Indonesia.“Sekarang ini sedang diurus oleh menteri keuangan,” imbuh dia.

 

Harusnya Tahu

 

Sedangkan pengamat pertambangan Komaidi Notonegoro mengatakan, antara pemerintahan Indonesia dengan Freeport memiliki permasalahan yang kompleks. Jika kementrian BUMN menyatakan bahwa perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu sudah dua tahun terakhir tidak menyetor ke Indonesia dalam bentuk dividen, seharusnya pemerintah sudah mengetahui hal itu di tahun pertama. “Saya agak kurang yakin, kalau perusahaan sekelas internasional itu sengaja tidak membayar dividen atau bagaimana. Karena pada tahun pertama, pemerintah harusnya sudah tahu.” Jelas dia kepada Neraca, Selasa.

Dengan begitu, sambung Komaidi, pemerintah seharusnya dapat memberikan teguran keras kepada mereka untuk menunaikan kewajiban itu. Selain itu, Freeport yang notabene perusahaan sekelas internasional tentu tidak bagitu saja melanggar kewajibannya dengan tidak menyetorkan dividen kepada pemerintah. “Ketika melanggar kewajiban tersebut, nilai tawarnya tidak hanya di Indonesia saja, namun juga berpengaruh terhadap nilai tawarnya di negara-negara lainnya.” ujarnya.

Dia melihat, apalagi momentum pemilihan umum di mana kekuatan negara yang berada di belakang Freeport sangat menentukan. “Kalau secara bisnis, semua bisa dilakukan termasuk mengusir Freeport. Tapi dalam praktiknya, mereka memiliki kekuatan yang bukan main-main, yaitu negara yang berdiri di belakangnya. Jadi, permasalahannya, bukan batas bisnis, namun juga geopolitik.” paparnya.

Pemerintah, kata dia, bisa saja memutuskan kontrak atau kerja sama dengan perusahaan tersebut. Karena yang penting bagi perusahaan itu hanya keuntungan dan margin. “Putus dengan pemerintahan Indonesia, tentunya mereka akan mencari peluang lainnya, seperti ke Papua Nugini misalnya.” Ucap Komaidi.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…