Tak Berpihak Pada Industri Lokal - AMKRI Tolak Rencana Ekspor Kayu Gelondongan

NERACA

Jakarta - Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) menegaskan penolakannya terhadap wacana akan dibukanya ekspor kayu gelondongan atau log. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri. "Pemerintah sudah punya kebijakan no (tidak) ekspor bahan baku, masa sekarang malah akan membuka ekspor log," ujar Ketua Umum AMKRI Soenoto di Jakarta, Selasa (15/4).

Dia menilai, dengan jika ekspor log ini dibuka, maka akan memberikan efek negatif yang cukup besar bagi industri pengolahan kayu dan rotan dalam negeri, seperti akan semakin sulitnya industri mendapatkan pasokan kayu.

"Sekarang mereka (pelaku industri) sudah pakai pohon mangga, durian, nangka, karena kayu-kayunya sudah habis dari luar jawa. Sekarang saja kita sudah kekurang, malah harus impor dari Brasil, New Zaeland, itu harga lebih murah, itu (impor) sekitar 20%, nilainya mencapai Rp 4-5 triliun. Kalau ekspor log dibukan, habislah kita," lanjutnya.

Selain itu, ekspor log ini juga dinilai  memunculkan potensi berkurangnya tenaga kerja yang mampu terserap pada sektor tersebut karena efek dari industri yang tidak akan berjalan dengan baik. "Kerugiannya ini bisa terjadi deindustrialisasi, lapangan kerja terserap akan berkurang. Kalau kita ekspor (produk kayu dan rotan) senilai US$ 1 miliar saja, bisa menyerap 500 ribu tenaga kerja. (Kalau log diekspor) Jangankan untuk tumbuh (ekspor produk kayu dan rotan), untuk melayani yang sudah ada saja sulit," jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMKRI Abdul Sobur mengatakan untuk mencapai target ekspor produk kayu dan rotan senilai US$ 5 miliar dalam 4 tahun mendatang, industri dalam negeri paling tidak membutukan pasokan kayu log sebesar 12-15 juta kubik, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan produk didalam negeri membutuhkan 30 juta kubik. Sehingga secara total, kebutuhan kayu log untuk industri mencapai 42-45 kubik.

"Sekarang dengan nilai ekspor US$ 2 miliar, kebutuhan kita sudah 4-5 juta kubik. (Ekspor log) nanti akan dimanfatkan oleh China, karena mereka tidak punya bahan baku. Nanti mereka bikin dan jual lagi ke kita," tandasnya.

Sebelumnya Wacana yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk membuka keran ekspor kayu gelondongan atau kayu log mendapat penolakan tegas dari pelaku industri pengolahan kayu dan rotan. Hal ini dinilai akan mematikan industri mebel dan furnitur dalam negeri akibat terancam akan kekurangan bahan baku kayu.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan permintaan untuk dibukanya kran ekspor kayu log ini berasal dari permintaan pengusaha asal Papua agar ekspor kayu log diatur secara legal. "Dulu kalau tidak salah ada permintaan dari Papua. Jadi ada permintaan dari pengusaha Papua yang direkomendasikan oleh gubernurnya agar ada kelonggaran untuk Papua," ujarnya.

Permintaan tersebut, lanjut Hidayat, ditujukan agar masyarakat diwilayah Papua memiliki pekerjaan dengan melakukan penebangan kayu dan mengekspor kayu tersebut ke luar negeri. "Katanya supaya kesempatan kerjanya tidak tertinggal. Karena dengan larangan itu sekarang menjadi nggak ada yang bisa dilakukan, hutannya juga mubazir, jadi mereka minta dengan diameter tertentu itu bisa diizinkan, jadi itu bisa berupa sistem kuota," jelasnya.

Namun, Hidayat sendiri belum mau mengambil sikap akan wacana ini. Dia menyatakan bahwa pihak Kemenperin masih akan mempelajari hal tersebut. "Saya tidak tahu, saya minta dirjen mempelajarinya. Jadi supaya dirjen saya (Kemenperin) bisa intensif memperlajarinya bersama dengan Kemenhut," katanya.

Soenoto menilai jika masyarakat Papua kehilangan pekerjaan akibat larangan ekspor log ini, maka hal tersebut merupakan kesalahan pemerintah yang tidak bisa mengembangkan potensi SDM, infrastruktur dan alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut.

"Persoalannya pemerintah tidak berhasil membangun infrastruktur disana, kalau sudah ada infrastruktur, mereka bisa bikin produk, bukan ekspor bahan baku. Sebenarnya mereka bisa saja ekspor log kalau dia tanam sendiri pohonnya, tapi ini yang ditebang kan hutan alam," tegasnya.

Semantara itu, menanggapi soal kelonggaran yang mungkin bisa diberikan untuk ekspor kayu log dengan diameter kayu tertentu, dinilai hanya akan menjadi jalan bagi ekspor log ilegal. "Kalau ada usulan soal pembatasan diameternya, nanti akan banyak akal-akalan, misalnya diameter yang besar letakan dibagian didepan, yang diameternya tidak sesuai dibelakang (disembunyikan), ini sudah penyelundupan, terselebung pula. Kalau bisa dibangun industri disana akan bisa menarik lebih banyak tenaga kerja. Kami siap memberikan pelatihan untuk pengolahan kayu dan rotan," tandas Soenoto.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…