Dikenakan Bea Masuk Tinggi - Eropa Diskriminasi Pengusaha Nasional

NERACA

 

Jakarta - Produk kakao asal Indonesia mengalami diskriminasi di Uni Eropa. Pasalnya, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan dengan mengenakan tarif bea masuk sebesar 12% terhadap produk kakao asal Indonesia. Sementara negara lain tidak dikenakan bea masuk. Tentunya hal tersebut sangat disayangkan oleh pelaku usaha kakao dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menyatakan bahwa kejadian tersebut harus direspon cepat oleh pemerintah Indonesia agar tidak menimbulkan diskriminasi. "Uni Eropa kenakan tarif bea masuk impor 8%-12%. Kita minta tolong pemerintah untuk memperjuangkan ini. Negara Afrika seperti Ghana bisa 0% jadi ada diskriminasi," ucap Zulhefi di Jakarta, Selasa (15/4).

Tak hanya itu, pihaknya juga menerima perlakuan diskriminasi lainnya seperti produk kakao olahan asal Indonesia dijadikan bahan campuran makanan di Uni Eropa dan dihargai cukup murah. "Kemudian mutu produksi kakao kita dinilai rendah. Industri cokelat Eropa sudah punya penyuplai sendiri yaitu dari Ghana dan Pantai Gading jadi cokelat Indonesia hanya dihargai murah oleh orang Eropa dan hanya dijadikan cokelat campuran," imbuhnya.

Namun demikian, Duta Besar RI untuk Belgia Arif Havas Oegroseno menjelaskan Uni Eropa menetapkan aturan yang ketat dalam bentuk proteksi tarif dan non tarif bagi setiap produk makanan olahan termasuk cokelat dari negara lain. Ia berharap kualitas industri olahan cokelat di dalam negeri harus sudah sesuai standar Eropa. Sehingga harganya dihargai tinggi bahkan dimungkinkan untuk diberikan pembebasan bea masuk seperti Ghana dan Pantai Gading.

Cara yang bisa dilakukan Indonesia adalah dengan melakukan sertifikasi produk cokelat dengan bantuan perusahaan multinasional Uni Eropa. Cara ini yang sudah dilakukan Ghana dan Pantai Gading untuk produk cokelatnya. "Akses pasar ke Uni Eropa yaitu kompetisinya yang cukup kuat. Yang harus kita lakukan adalah kita harus bisa penuhi standar yaitu dengan sertifikasi produk cokelat dengan bantuan perusahaan multinasional Uni Eropa. Cara ini yang sudah dilakukan negara-negara di Afrika," jelasnya.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Firman Bakri mengatakan pemerintah harus bisa menunjukkan perannya sejak menjadi anggota di International Cocoa Organization (ICCO), diantaranya lewat penurunan bea masuk produk kakao di sejumlah negara. "Menjadi anggota ICCO itu kan bayar, sehingga harus bisa dibuktikan keuntungannya. Di Eropa ada bea masuk, begitu juga di India. Kalau begini, Indonesia tidak berada di level persaingan yang sama dengan Ghana," jelasnya.

Dia menuturkan seharusnya ada perubahan mengenai kebijakan bea masuk oleh negara lain, setelah pemerintah mengenakan bea keluar terhadap produk kakao. "Sebelum dan sesudah ada bea keluar dari pemerintah, produk kakao olahan dari Indonesia masih terkena bea masuk di negara lain. Ini menyebabkan tidak kompetitif, dan tidak memiliki daya saing. Banyak yang masih harus dilakukan pemerintah," jelasnya.

Firman mengatakan pemerintah juga harus bisa menekan Eropa agar lebih transparansi dalam harga kakao. "Jangan seperti tahun lalu, dimana harga kakao sempat menyentuh US$3.500 per ton tetapi tiba-tiba jatuh menjadi US$1.900 per ton. Sebagai anggota ICCO, pemerintah harus bisa membuat adanya transparansi harga," jelasnya.

Jadi Andalan

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Faiz Achmad, mengatakan bahwa komoditi kakao menjadi andalan Indonesia yang pada tahun lalu menyumbangkan devisa sebesar US$1,05 miliar. "Kakao menjadi komoditas andalan Indonesia di samping kelapa sawit dan karet. Devisa yang disumbangkan mencapai US$1,05 miliar," kata Faiz.

Menurut Faiz, kakao merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan karena merupakan bahan dasar pembuatan makanan dan minuman cokelat yang digemari oleh masyarakat dunia. "Konsumsi cokelat tidak hanya didominasi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa saja, beberapa negara di Asia juga mulai menggemasi cokelat, terutama China," ujar Faiz.

Dengan kondisi yang juga didukung dengan pertumbuhan perekonomian yang tinggi, lanjut Faiz, menyebabkan pola konsumsi masyarakat China berubah terutama untuk kalangan muda dan hal tersebut merupakan peluang yang cukup menjanjikan. "Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita bisa menciptakan dan menikmati nilai tambah dari komoditi kakao di dalam negeri," ujar Faiz, yang juga mengatakan bahwa saat ini ekspor biji kakao masih didominasi dalam bentuk biji mentah.

Menurut Faiz, apabila ekspor masih didominasi dengan biji mentah maka nilai tambah dari komoditas kakao hanya akan dinikmati oleh negara lain, oleh karena itu pemerintah akan terus mendorong para pelaku usaha komoditi dapat mengembangkan industri kakao olahannya.

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia dari sektor perkebunan, selain kelapa sawit dan karet dengan menyumbang sebesar US$1,05 miliar untuk devisa negara dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan di tahun 2012. Sebanyak 95% perkebunan kakao dimiliki oleh petani perorangan yang mencakup sekitar 1,7 juta petani di seluruh Indonesia dengan total produksi biji kakao nasional di tahun 2012 mencapai 450.000 ton.

Sebelum tahun 2010 atau sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas biji kakao, lebih dari 70% dari total produksi biji kakao nasional di ekspor dalam bentuh bahan mentah. Negara tujuan ekspor biji kakao tersebut menyebar ke berbagai negara dengan market utama yaitu Malaysia 47%, Amerika Serikat 21%, Singapura 12%, Brazil 7%, China 4% dan sisanya ke berbagai negara lainnya.

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…