Apresiasi Rupiah atau Penguatan Industri?

Oleh : Tumpal Sihombing

Founder and CEO BondRI

Saat ini ada tiga indikator terkait perspektif mikroekonomi yang sebaiknya ditanggapi serius plus oleh para perumus kebijakan ekonomi, yaitu tingkat pengangguran, indeks keyakinan bisnis dan utang sektor swasta. Ketiga hal ini berpengaruh signifikan terhadap kondisi kesehatan perekonomian domestik. Perspektif makro, fiskal dan moneter saat ini dinilai masih cukup kondusif dengan kondisi Rupiah yang relatif masih stabil, rendahnya laju inflasi serta tingkat imbal hasil obligasi acuan (tenor 5-10 th) yang konsisten menurun belakangan.

Dari perspektif fiskal, kondisi struktur defisit juga berpengaruh sangat signifikan bagi kesehatan perekonomian. Kini neraca perdagagan masih mengalami surplus walau nilainya tergolong marjinal, sementara current account masih rada sulit untuk masuk ke area surplus. Dengan kata lain, struktur defisit perekonomian Indonesia masih sangat rentan terhadap risiko apabila terjadi gejolak eksternal. Lalu bagaimana dengan perspektif moneter?

Ranah moneter kini masih cukup kondusif, namun kurang supportif terhadap perspektif lainnya.

Dalam rangka meningkatkan aspek makropruden, ada baiknya bank sentral melakukan penyesuaian kebijakan segera terhadap suku bunga acuan. Hal ini merupakan determinan yang sangat penting dalam menyelamatkan perspektif holistik secara sistematik.

Tantangan yang dihadapi saat ini dalam perspektif mikro tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang melambat berbarengan dengan tingkat upah minimum yang konsisten mengalami kenaikan. Apabila sektor industri tidak segera memperoleh dukungan atau insentif yang riil/segera, maka besar peluang indeks keyakinan bisnis domestik akan terus mengalami penurunan dalam jangka pendek. Sikon ini sangat berpotensi memberikan dampak negatif bagi perekonomian secara umum di mata investor domestik maupun mancanegara. Selanjutnya hal ini pasti akan berdampak pada kondisi kesehatan industri jasa keuangan dan pasar modal Indonesia.

Basic ingredients dari profit creation adalah sustainabilitas kekuatan industri yang memungkinkan terjadinya value added dari proses value creation. Ini hanya akan terjadi jika dan hanya jika industri tidak bermasalah dalam penyediaan elemen sumber daya kapital dan SDM (pekerja). Dari sisi elemen sumber daya kapital, jika suku bunga acuan masih tetap tinggi maka beban non-operasional sektor swasta juga akan berpotensi besar mengganjal proses value creation. Di sisi lain, jika tingkat pengangguran meningkat karena rendahnya kemampuan industri dalam menyerap jumlah tenaga kerja yang kian meningkat level upah minimumnya, maka kegiatan berbasis value dan profit creation juga akan berpotensi teralih ke ragam kasus mikro yang kontraproduktif.  Adakah agenda khusus pihak bank sentral yang masih mempertahankan suku bunga di 7.50% ?

Secara umum bank sentral memang berkepentingan dalam mengendalikan laju inflasi serta daya beli rupiah (kurs) melalui pola kebijakan dan mekanisme yang ada. Suku bunga yang relatif tinggi memang menawarkan kreditor nilai relative return yang lebih tinggi. Akibatnya, suku bunga acuan yang relatif tinggi diharapkan dapat menarik dana asing dan selanjutnya mengapresiasi nilai rupiah.

Jika bank sentral memiliki pertimbangan khusus dengan suku bunga acuan di level 7,5% tersebut, maka sekarang yang menjadi pertanyaan relevan adalah, prioritas mana yang lebih tinggi: penguatan sektor usaha dalam perspektif mikro atau penguatan daya beli rupiah dalam perspektif makro? Jika kini makropruden lebih memprioritaskan rupiah, apakah pemerintah telah siap dengan rentannya perspektif mikro dimana utang swasta saat ini telah mencapai Rp 1.600 T lebih?

Sikon tipikal seperti ini sangat berpotensi meningkatkan kerentanan ekonomi dalam jangka pendek apabila tidak segera ditanggapi dengan kebijakan holistik yang taktis dan tepat sasaran.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…