KPPU Dinilai Masih Lemah

Jakarta – Sejatinya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Namun, di alam nyata, kiprah lembaga sakral tersebut dianggap masih lemah dan loyo.

NERACA

Penilaian gamblang tersebut meluncur dari Guru Besar UGM Prof Dr Mudrajad Kuncoro. Dia menilai bahwa peran KPPU masih lemah mengingat masih banyaknya kurang sehatnya persaingan usaha. Di sisi lain, KPPU sangat lemah dalam menuntaskan kasus. “Peran KPPU masih kurang tegas,” ujarnya kepada Neraca, Kamis (10/4).

Dia memberi contoh menyikapi penetrasi pasar toko ritel modern yang merajai di pasar modern. Dalam ekspansinya, bisnis ritel perusahaan multinasional asal Prancis tersebut telah menguasai 50% saham lebih milik PT Alfa Retailindo, dan secara berangsur mengakuisisi saham perusahaan itu pada 2009. “Carrefour yang menguasai 50% lebih saham milik Alfa, pada waktu itu tentu sudah melanggar peraturan persaingan usaha,” kata Mudrajad.

Maka dari itu, dia meminta agar peran KPPU sebagai garda terdepan dalam menumpas persaingan yang kurang sehat di Indonesia perlu diperkuat. Terlebih dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) yang nantinya Indonesia bakal menjadi pasar empuk bagi investor ASEAN. “Peran Komisi Pengawasan Persaingan Usaha harus bisa sedahsyat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi persaingan usaha,” imbuh dia.

Mudrajad menyarankan supaya KPPU dapat secara tegas menindak pelaku bisnis usaha asing, selain pelaku bisnis lokal, maka kewenangan KPPU perlu ditambah untuk dapat menjalankan UU.

Hal senada diungkapkan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. Menurut dia, invoicemen yang dimiliki KPPU lemah, sehingga membuka peluang terjadinya moral hazard dalam penanganan kasus.

Selain itu juga wewenang KPPU yang masih lemah menjadikan peluang bagi lembaga masuk lebih mudah dan bisa saja menjadikan praktek kecurangan bisa lebih besar. “Wewenang KPPU dalam menangani kasus masih terbatas belum sebesar Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) seperti contoh bisa melakukan penyadapan penangkapan dan lain sebagainya. Tapi, di KPPU wewenangnya belum sebesar itu makanya sering kalah dalam terutama pada kasus-kasus besar,” ujar Enny, kemarin.

Karena, lanjut Enny, dengan minimalnya wewenang maka lembaga maupun pengusaha terutama yang besar-besar bisa masuk dalam ranah pengambil keputusan pada KPPU. Bahkan, sampai dengan masuk pada hakim yang bisa memunculkan indikasi penyelewengan. “Wewenang terbatas, disamping itu dalam kebanyakan kasus KPPU sulit menemukan bukti. Bagi perusahaan besar yang mempunyai anggaran besar punya peluang membeli keputusan. Hanya saja dikembalikan lagi pada pengambil keputusan,” terang dia.

Oleh karenanya, kata Enny, dengan banyaknya kasus, diharapkan KPPU mengamandemenkan UU hingga minimal punya wewenang dan kebijakan setara dengan KPK. Sehingga, tidak memunculkan persespi publik yang miring, dapat bekerja dengan maksimal dan sesuai dengan role-nya.

“Dengan banyaknya kasus, KPPU harus mampu mengamandemenkan UU agar mempunyai kedudukan yang tinggi dan kuat sehingga mampu membongkar persekongkolan praktik-prakti kartel maupun penyalahgunaan persaingan dunia usaha yang melanda bangsa ini,” tegas Enny.

Sedangkan di mata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kinerja KPPU belum maksimal mengawasai persaingan usaha. “Kepemimpinan KPPU tidak memberikan sesuatu yang urgent yang bisa dirasakan langsung kalangan pengusaha menengah ke bawah yang menginginkan persaingan usaha yang sehat. Banyak kasus besar didalam persaingan usaha, KPPU malah kalah," jelas Sofjan saat dihubungi Neraca, Kamis.

Lebih lanjut, Sofjan mengatakan, seharusnya KPPU harus tetap konsen dalam mengawasi persaingan usaha di Indonesia. “KPPU harus tetap menjalankan fungsi utamanya mengawasi praktek monopoli dan tetap independen dalam penangan kasus persaingan usaha,” kata Sofjan.

Menurut Sofjan, KPPU jangan mau dijadikan alat bagi pengusaha untuk memenangkan perkara persaingan usaha. Mereka harus mempertahankan independen dan kredibilitasnya.

Kebijakan Negara

Menanggapi hal itu, Komisioner KPPU Sukarmi mengatakan, akan menjadi percuma apabila KPPU terus menangani berbagai perkara kasus persaingan usaha ketika persoalan sebenarnya justru didorong kebijakan negara yang tidak pro persaingan usaha. Pasalnya, banyak tindakan anti kompetitif dunia usaha itu sebenarnya berlindung di balik kebijakan negara. “Oleh karena itu, upaya pencegahan melalui regulsi bisa diperkuat sehingga persaingan usaha tidak sehat di dunia usaha bisa dicegah. Maka pekerjaan KPPU pun akan terselesaikan lebih baik lagi,” ujarnya, Kamis.

Menurut dia, terkait dengan kekalahan di beberapa kasus persaingan usaha, perlu ditekankan bahwa penegakan hukum persaingan usaha yang dijalankan KPPU ini tidak berbau adanya permainan. KPPU justru mendorong kepada perusahaan-perusahaan untuk melakukan usahanya secara fair di pasar.

“Kami menyadari bahwa KPPU menjadi sorotan dalam melakukan penanganan kasus persaingan usaha tidak sehat di dunia usaha. Apalagi hal itu menyangkut terhadap kasus-kasus besar yang menyangkut industri strategis, namun KPPU terus berusaha untuk menyingkap kasus-kasus ini,” ungkap Sukarmi.

Mengenai kekalahan KPPU dalam kasus kartel usaha, lanjut Sukarmi, berdasarkan UU persainganj usaha bahwa setiap pelaku usaha yang terbukti melakukan kartel atau monopoli berhak melakukan nota keberatan ke pengadilan negeri, bahkan melakukan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Namun, sangat disayangkan para hakin di pengadilan negeri tidak begitu memahami dan mengerti hukum persaingan usaha sehingga banyak juga kasus kartel yang berhenti di sana.

“Saya tidak melihat adanya permainan KPPU dengan pihak pelaku usaha dalam penanganan kasus kartel, dimana KPPU selalu melakukan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab,” jelas dia.

Sukarmi juga menjelaskan bahwa KPPU didirikan untuk mengungkap monopoli, kartel ataupun praktik-praktik lain yang membuat harga sebuah komoditas terlalu mahal sehingga merugikan konsumen. Sehingga diharapkan memang, KPPU ini seperti KPK, memiliki hak menyita barang bukti, menggeledah, sampai menyadap pelaku usaha yang diduga melakukan persekongkolan dalam mengatur harga. Memang perlu adanya instrumen kewenangan tambahan di KPPU seperti KPK dan hal ini sudah diajukan kepada DPR untuk merevisi UU persaingan usaha.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…