Tingkatkan Daya Saing Produk Lokal - SNI Untuk Sejumlah IKM Prioritas Kemenperin

NERACA

Jakarta -  Untuk saat ini, Pemerintah harus mengambil inisiatif untuk meningkatkan upaya dalam mencegah masuknya barang-barang impor ilegal dan mendorong produksi dalam negeri lebih berkembang. Pemerintah juga harus melakukan beberapa ketentuan seperti mengurangi masuknya barang-barang impor secara ilegal seperti aturan tentang impor produk tertentu, aturan pelabelan untuk produk impor dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Apalagi saat menghadapi Asean Economic Community (AEC) 2015, penerapan SNI untuk produk Industri Kecil dan Menengah (IKM) harus menjadi prioritas. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengatakan pihaknya sedang memetakan produk IKM yang lebih dahulu diselamatkan untuk diusulkan menjadi SNI wajib. Sejumlah produk IKM yang akan menjadi SNI wajib antara lain mainan anak, helm dan pakaian.

“SNI untuk semua produk yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan, keamanan manusia dan lingkungan akan didahulukan. Kami akan membuat program quick win, artinya siapa yang lebih cepat menerapkan SNI, akan mendapat juara dan mendapat bantuan biaya SNI,” paparnya di Jakarta, Kamis (10/4).

Jika ada 20 IKM hingga 30 IKM yang lebih dulu menerapkan SNI, lanjut Euis, diharapkan pelaku IKM lain turut mengikuti atau tertarik untuk mengaplikasikan produknya sesuai standar dalam negeri. “Program berikutnya yakni klasterisasi standard dan dikelompokkan menjadi 20 IKM sampai dengan 30 IKM dalam satu klaster,” tuturnya.

Euis menambahkan, target klasterisasi standar adalah melahirkan IKM-IKM yang nantinya dapat standar secara berkelompok dan bisa saling membantu serta menolong apabila ada kekurangan. “Kalau sendiri-sendiri susah dalam membinanya. Apalagi jika harus didampingi satu persatu secara terus menerus,” tuturnya.

Menurutnya, Standar produk tidak hanya dilihat dari SNI, melainkan dari kualitas barangnya. Menjelang AEC 2015, SNI wajib bagi produk IKM harus menjadi prioritas.

Di tempat berbeda, Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan pemerintah harus bisa memastikan bahwa seluruh produk industri yang beredar di dalam negeri harus menggunakan atau memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diharapkan bisa meningkatkan daya saing produk tersebut khususnya menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

"Kalau SNI ini diterapkan konsekuen, artinya semua barang beredar, terutama impor yang berkualitas rendah perlu dilakukan pemeriksaan dengan referensi SNI," kata Suryo.

Suryo mengatakan, dengan adanya pemeriksaan mutu produk dari sektor-sektor tertentu tersebut, maka ditengarai peredaran barang dengan kualitas jelek bisa diminimalisir. "Sekali SNI dikeluarkan terhadap sektor-sektor tertentu maka peredaran barang yang diluar SNI tidak bisa lagi beredar dan akan dicabut," kata suryo.

Suryo menambahkan, pemerintah juga akan melakukan langkah penindakan hukum bagi barang-barang beredar di Indonesia yang tidak sesuai dengan standar tersebut. "Kalau beredar tidak sesuai SNI, berarti dicabut barangnya dan ada penindakan hukum, yang selama ini belum kita lakukan," tambah Suryo.

Terkait dengan mendekatnya pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang, dengan adanya pemberlakuan SNI tersebut merupakan salah satu bentuk proteksi dalam upaya untuk meningkatkan daya saing bagi produk dalam negeri.

Ketika memasuki MEA 2015, SNI bagi sektor-sektor penting dan strategis diharapkan sudah bisa dikeluarkan, namun itu tergantung prosesnya karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk proses tersebut pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) akan mengajukan ke World Trade Organization (WTO) untuk mendapatkan persetujuan yang nantinya akan diedarkan ke seluruh negara-negara anggota. "Inisiatif bukan hanya dari pemerintah saja, akan tetapi juga dari asosiasi yang menginginkan adanya SNI," ujar Hidayat.

Kadin Indonesia menyatakan bahwa kewajiban untuk menerapkan SNI dinilai masih banyak kendala. "Saya menyadari bahwa keputusan mewajibkan SNI tidak mudah untuk dilakukan, di satu sisi ada kebutuhan untuk mewajibkan namun di sisi lain masih banyak kendala dalam penerapannya," kata dia.

Suryo mengatakan, beberapa kendala tersebut merupakan permasalahan yang mendasar seperti kurangnya prasarana pengujian, sarana kaliberasi alat pengujian dan alat produksi, dan masih rendahnya kesadaran pengusaha. "Selain itu juga langkanya sumber daya manusia terampil yang sangat dibutuhkan," ujarnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…