Di tengah upaya pemerintah pusat meningkatkan efisiensi di segala bidang, perilaku buruk sejumlah pimpinan Pemda (pemerintah daerah) ternyata terus meningkatkan utangnya. Data Fitra mengungkapkan lebih dari 80% pemerintah daerah ternyata memiliki utang yang cukup besar.
Menurut data yang dihimpun Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) pada 2009, terungkap ada 26 provinsi dan 365 kabupaten/kota yang memiliki utang. Saat ini jumlah kabupaten/kota di Indonesia tercatat 497, sedangkan jumlah provinsi sebanyak 33 provinsi.
Yang mengejutkan, provinsi Jawa Timur memegang memiliki utang paling banyak, yaitu Rp 445,9 miliar (2009) disusul kemudian Jawa Tengah Rp 168,1 miliar, Sumatera Utara Rp 144,6 miliar, dan Riau Rp 96,7 miliar.
Untuk level kabupaten/kota, Kabupaten Kutai tetap tertinggi dengan utang Rp 286,3 miliar disusul kemudian Kota Medan Rp 211,5 miliar, Kota Surabaya Rp 203 miliar, dan Kabupaten Bojonegoro Rp 194,2 miliar.
Dari gambaran tersebut, kemungkinan jumlah utang di daerah tersebut cenderung terus meningkat pada 2010 dan 2011. Ini memperlihatkan gaya kepemimpinan para eksekutif di daerah seperti kepala daerah, DPRD, dan birokrasi tak jauh berbeda dengan elit pusat. Bila di pusat, APBN selalu dibuat defisit, maka di daerah, APBD juga sengaja disusun defisit, supaya menarik minat para donatur, baik asing, maupun domestik supaya memberi utang kepada APBD.
Kita melihat tren kenaikan utang pemerintah daerah merupakan salah satu indikator menuju pembangkrutan daerah, selain disebabkan oleh tingginya anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai. Utang ini juga dinilai memberatkan masyarakat setempat, karena pada akhirnya masyarakat yang harus membayar utang ini melalui pajak.
Pengelola daerah, umumnya memiliki keberanian berutang karena memperoleh keuntungan berupa insentif dari donor. Karena itu tak heran jika pengambil kebijakan dalam baik legislatif maupun eksektuif sering secara sengaja menyusun rencana anggaran defisit supaya donatur bersedia memberikan utang.
Peluang Pemda menarik utang kepada pihak ketiga memang tidak dilarang, asalkan mengacu pada ketentuan peraturan pemerintah (PP) No.54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
Hanya masalahnya, dalam PP itu tidak diatur mekanisme reward dan punishment atas besaran rasio utang dan pendapatan domestik di masing-masing daerah, kecuali mengatur pinjaman yang boleh dilakukan pemda harus sesuai dengan kemampuan pengembaliannya, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.
Dalam ketentuan tersebut disebutkan ada tiga hal pokok yang harus dipenuhi pemda. Pertama, jika daerah bersangkutan sedang defisit, ambang batas toleransi pinjaman yang dapat dilakukan adalah kumulatif sebesar 4 %. Jika lebih dari 4% maka harus ada izin dan persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
Kedua, pinjaman tersebut hanya boleh digunakan untuk belanja modal untuk menambah rekapitulasi aset pemda, dan tidak diperbolehkan untuk belanja pegawai. Ketiga, pinjaman yang dilakukan pemda harus sesuai dan dalam batas tingkat suku pinjaman daerah, dan sesuai dengan tingkat suku bunga daerah yang diikat pemda.
Maraknya Pemda melakukan utang disebabkan proses pencairannya yang terlalu gampang. Sebab itu, sudah saatnya Kementrian Keuangan menutup loopholes persyaratan batas toleransi pinjaman tersebut, supaya Pemda tidak hanya mengandalkan rasio tersebut, namun perlu membuat studi kelayakan atas manfaat utang yang dapat meningkatkan nilai tambah kapasitas pemerintah daerah.
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…