Harga Mulai Turun - Kemendag Stop Impor Bawang Merah

NERACA

 

Jakarta – Sempat menyentuh harga Rp100 ribu per kilogram, kini harga bawang merah telah menyentuh Rp20.882 per kilogram. Atas dasar itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menghentikan impor bawang merah lantaran harga bawang masih berada dibawah harga referensi yang dipatok yaitu sebesar Rp25.700 per kilogram.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina mengatakan harga di pasaran akan tetap berada di kisaran Rp 21.000 hingga Rp 22.000 per kg. Harga tersebut akan bertahan dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan. “Sehingga dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan kita tidak akan impor bawang merah,” ucapnya di Jakarta, Rabu (2/4).

Ia mengatakan harga referensi bawang merah tetap tidak mengalami perubahan meskipun harga bawang di pasaran telah menyentuh Rp20.000 per kg. “Bawang merah harga referensinya sampai saat ini masih Rp 25.700 per kg, sudah disepakati Kementerian Pertanian dan teman-teman dari asosiasi,” jelasnya.

Srie mengatakan harga referensi ditetapkan bersama Kementan sebagai instrumen buka harga di tingkat eceran. Menurut dia, harga tersebut akan menjadi patokan importasi. “Kalau di bawah ini impornya kita tutup dan kalau di atas impornya akan dibuka,” kata dia.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menyarankan agar Kemendag untuk tidak terburu-buru membuka izin impor jenis hortikultura seperti cabai dan bawang merah. “Kita bisa mengalirkan bawang merah jangan terus memudahkan impor Kalau langsung import ya susah jugag petani-petani yang punya bawang merah,” katanya.

Pasalnya, pasokan kedua komoditi ini mengalami masalah akibat produksinya terganggu letusan Gunung Kelud. Ia juga menjelaskan bahwa, Kementrian Pertanian mempunyai Maping tata kelola produksi bawang merah di berbagai provinsi. Dengan demikian memudahkan Kementan mengetahui provinsi yang menghasilkan bawang merah.

Produksi mereka dapat untuk memenuhi kebutuhan Hortikultura di Jawa Timur. “Kita punya maping provinsi mana yang kurang mana yg lebih bisa dialirkan nggak ke sana. Harapan kita kan di situ coba mobilisasi dulu di tiap-tiap provinsi, produk bwang merah yang ada di belahan lain. Agar bisa menutupi kekekurangan di Jawa Timur,” jelasnya.

Selanjutnya, Rusman menambahkan pihaknya akan mencari tanaman-tanaman yang tidak terpengaruh oleh Gunung Kelud. “Kita cari dulu kahn masih ada tanaman-tanaman produksi yang tidak terpengaruh Gunun Kelud. Mungkin masih ada stok di sana,” imbuhnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Atte Sugandi menilai selama kebijakan impor tidak merugikan petani, hal ini dinilai tidak bermasalah. Namun demikian, kebijakan impor bawang merah yang kerap dilakukan saat panen merugikan petani. “Tapi, kalau impor dilakukan sesudah panen, kasihan petani,” kata Atte.

Dia mengatakan, produk impor sebenarnya hanya untuk tambahan atau subtitusi atas produk lokal yang tersedia di dalam negeri. Untuk itu, kata dia, kebijakan impor harus melihat kondisi produk di dalam negeri. Menurut Sugandi, jangan sampai petani bawang merah dipaksa memproduksi sebanyak mungkin, tapi pemerintah melakukan impor. Dikatakannya, saat ini para petani bawang merah menyesalkan kebijakan itu. Pasalnya, stok bawang merah di kalangan petani masih mencukupi.

Menyakiti Petani

Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia Juwari mengatakan, pada 2014, Kementerian Perdagangan merekomendasikan impor bawang merah 75.762 ton pada semester I yang turun pada Januari hingga Maret.

Menurut Juwari, kebijakan impor hortikultura berdasarkan referensi harga tersebut merupakan kebijakan yang menyakiti rakyat, terutama petani bawang merah. Hal itu karena bawang merah mempunyai fluktuasi harga yang tajam. “Hari ini Rp 12.500 per kilogram, besok bisa Rp 7.500 per kilogram, besok lagi bisa Rp 25.000 per kilogram,” katanya.

Selain itu, harga bawang merah di setiap daerah berbeda. Harga bawang merah di Brebes berbeda dengan harga bawang merah di Jakarta ataupun Banjarmasin. “Jadi, harga yang ditetapkan (sebagai acuan) yang di mana? Terus yang diajak mendata siapa?” tambahnya.

Menurut Juwari, pemerintah tidak pernah mengajak asosiasi bawang merah untuk menentukan harga referensi tersebut. Padahal, seharusnya impor didasarkan pada ketersediaan produksi dalam negeri dibandingkan dengan tingkat kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan data ABMI, rata-rata produksi bawang merah nasional mencapai 1 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan rata-rata nasional sekitar 680.000 per tahun. Puncak produksi bawang merah pada Juni hingga Agustus yang mencapai 350.000 ton. Adapun pada bulan Desember hingga Januari mencapai 200.000 ton.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…