Uji Materi UU - Harus Ganti Rugi Korban Lapindo

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 9 ayat 1 huruf a UU No. 15 Tahun 2013 tentang APBN yang mengatur tentang pemberian ganti rugi terhadap korban semburan Lumpur Lapindo.

Dalam pertimbangan putusannya yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi, Maria Farida Indrati yang memandang bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal 9 UU APBN 2013 tersebut telah menimbulkan perbedaan perlakuan yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan pada korban Lumpur Lapindo.

Hal ini dikarenakan, Pasal tersebut hanya mengamanatkan bahwa dana APBN yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) hanya bisa digunakan untuk pembayaran ganti rugi bagi korban Lumpur Lapindo yang berada di luar Peta Area Terdampak (PAT) semburan lumpur Lapindo saja.

Sementara itu, untuk ganti rugi bagi korban Lumpur Lapindo yang berada di dalam peta, dibebankan kepada PT Lapindo Brantas."Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut, Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan yang diajukan oleh pemohon," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamda Zoelva saat membacakan putusannya di Gedung MK Jakarta Rabu (26/3).

Sekedar informasi, lima orang korban genangan Lumpur Lapindo mengajukan uji materi UU APBN Tahun 2013 karena mereka menganggap keberadaan Pasal 9 ayat 1 huruf a UU tersebut diskriminatif dan bertentangan dengan UUD 1945.

Sebab, dalam pasal tersebut negara hanya memberikan ganti rugi kepada korban Lapindo yang berada di luar wilayah Peta Area Terdampak (PAT). Sementara itu, korban yang berada di dalam PAT, hanya mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.

Sebelumnya, Kuasa Hukum korban Lapindo optimis menangkan uji materi terkait pembayaran ganti rugi yang mereka layangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Optimisme ini setelah seluruh saksi yang dihadirkan di mahkamah seluruhnya menilai ganti rugi harus diambil alih oleh negara."Kita optimis, semoga MK bisa berfikir jernih dan mengedepankan seluruh fakta persidangan," kata dia.

Menurut dia, sejak mengajukan uji materi terkait Undang-undang APBN 2013 pada 19 September 2013 silam, MK telah menggelar sebanyak enam kali sidang dan memanggil lima saksi fakta yaitu para korban lumpur dan dua saksi ahli yaitu Himawan Estu Bagijo, ahli hukum tata negara; serta Hadi Subhan, ahli hukum perseroan. Kedua ahli hukum ini merupakan pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

"Pendapat saksi fakta jelas, ganti rugi harus segera diambil alih negara. Sedangkan saksi ahli juga sependapat negara wajib atas kegiatan bencana apakah industri atau alam, negara harus mengambil sikap," ujar Mursid.

Korban Lapindo memang mengajukan uji materi UU APBN tahun 2013 yang di dalamnya tidak menganggarkan pembayaran ganti rugi bagi seluruh korban Lapindo. Padahal, ganti rugi bencana harusnya diambil alih negara. Apalagi, terdapat temuan menarik jika Menteri Keuangan di era Sri Mulyani dengan tegas menyetujui adanya dana talangan untuk mempercepat pembayaran ganti rugi.

Surat dari Sri Mulyani itu dikeluarkan pada Juni 2009 silam. Sayang surat ini dianulir sendiri oleh Menteri Keuangan era Agus Martowardojo yang mengeluarkan surat pada Maret 2013 dan mengatakan dana talangan tidak mungkin bisa dikeluarkan. "Artinya apa, dana dari APBN untuk ganti rugi sebenarnya bisa dikeluarkan," kata Mursid.

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…