Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan - Wamen ESDM Akui Sulit Capai Target 25% di 2025

NERACA

Jakarta – Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) menyebutkan pada 2025 Indonesia bisa memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 25%. Namun demikian, nada pesimis diucapkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo. “Menurut saya target 23% sangat berat dengan pencapaian saat ini,” ungkap Susilo di Jakarta, Kamis (20/3).

Menurut Susilo proyeksi pengembangan EBT 23% di 2025 harus segera diubah sehingga tidak berimplikasi kepada eksistensi pemerintah dalam menyerap energi terbarukan bagi sektor energi di dalam negeri. “Saya yakin 2025 tidak tercapai. Kalau tidak tercapai cepat-cepat kita ubah. Saya takut pemerintah dianggap 'omdo'. Jadi jangan sampai target tidak tercapai karena regulasi,” ujar Susilo.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pengembangan EBT harus masif dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen). Dengan demikian kebijakan yang diterapkan bisa maksimal dijalankan. “Harus ada kolaborasi pemerintah dan swasta. Nanti jumlah yang dikembangkan dalam regulasi. Tetapi regulasi ini harus diperhatikan agar bisa dikerjakan di lapangan,” ucapnya.

Pemerintah memastikan pengembangan EBT akan dimulai tahun 2020. Adapun target pembangunannya yakni di tahun 2025. Saat itu EBT diharapkan sudah mencapai 25%, gas sebesar 22%. Penggunaan minyak turun sampai 25%. Sedangkan Batubara untuk menutupi kebutuhan yakni 30%.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana. Menurut dia, masih banyak kendala di dalam negeri yang harus diselesaikan untuk pengembangan EBT. Karenanya, target penggunaan 25% EBT dalam bauran energi primer pada 2025 sangat sulit untuk di capai.

“Target 17% seperti dalam Peraturan Presiden No. 5/2006 saja sudah sulit, apalagi 25%. Pengembangan EBT kan pekerjaan lintas sektoral, karenanya perlu kerja sama, sinergitas dan koordinasi antar pihak terkait untuk mengembangkannya,” katanya.

Rida mengungkapkan akan segera menemui pihak yang berkaitan langsung dengan pengembangan EBT, seperti Kementerian Kehutanan. Pasalnya, selama ini cadangan EBT banyak terdapat di wilayah pegunungan yang di atasnya terdapat hutan konservasi.

Regulasi kehutanan itu juga menurutnya menjadi salah satu kendala dalam mempercepat proses pengembangan EBT agar segera dapat digunakan. “Panas bumi itu kebanyakan di pegunungan yang ada hutannya, dan itu sering terkendala. Makanya kami akan menemui Kementerian Kehutanan untuk menyelesaikan hal ini,” ungkapnya.

Dalam 1 tahun kedepan, Kementerian ESDM akan mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi sebagai upaya peningkatan penggunaan EBT. Apalagi saat ini pihaknya telah memiliki rencana strategis dan pihak mana saja yang bisa mendorong penggunaan panas bumi di dalam negeri, ditambah cadangan panas bumi di dalam negeri saat ini mencapai 27.000 megawatt (MW).

Hingga saat ini saja setidaknya ada 28 Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Kehutanan terkait 28 wilayah kerja (WK) panas bumi. Ke-28 WK panas bumi itu merupakan sumber panas bumi yang diprioritaskan pemerintah untuk segera dikembangkan.

Selain itu, Rida juga mengungkapkan akan memikirkan kemungkinan pemberian insentif untuk mengembangkan biomassa di dalam negeri. Hal itu dilakukan karena teknologi pengolahan energi biomassa saat ini masih mahal, sementara harga listriknya masih tergolong murah.

“Biomassa belum optimal karena mungkin regulasinya belum lengkap. Tapi juga karena teknologinya mahal, sementara harga jual listriknya masih rendah, sehingga banyak yang tidak mau masuk ke dalamnya,” jelasnya.

Pemerintah memang tengah gencar mendorong pemanfaatan EBT di dalam negeri. Dalam Kebijakan Energi Nasionalnya Dewan Energi Nasional (DEN) meningkatkan target pemanfaatan EBT menjadi sebesar 25% dalam bauran energi primer pada 2025.

Porsi penggunaan EBT dalam bauran energi primer saat ini saja baru 5,7%, dan Perpres No. 5/2006 menargetkan menjadi 17% pada 2025. Dalam kebijakan energi nasional itu juga ditargetkan porsi penggunaan batu bara pada 2025 sebesar 30,7%, turun dari target pada Perpres sebesar 33% pada 2025.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah tidak hanya berwacana soal pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). “Bukan pertama kali dunia usaha mendengar pernyataan pemerintah mendorong pemanfaatan EBT. Itu hanya wacana dan tak pernah terealisasi,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani.

Karena itulah, untuk yang kesekian kalinya Kadin meminta pemerintah serius mengembangkan energi tersebut. “Kami akan terus mengingatkan pemerintah,” ucapnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…