Budaya Korup Sudah Akut

Saat  seseorang diberi kepercayaan untuk memimpin suatu kementerian/lembaga (K/L) atau pemerintah daerah yang prestius, logikanya seharusnya menjunjung tinggi  amanat publik berbasis keadilan, kerakyatan, dan menjaga akuntabilitas. Tetapi kenyataannya, malah untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, dan partai yang dikiblatinya. Kepentingan inilah yang membuatnya rela dan berani mengadopsi politik hegemoni (penguasa  dan penjajah) dan memarjinalkan amanat jabatannya.  

Kemudian ketika ada keuntungan yang diperhitungkan bisa membesarkan pundi-pundi kekayaannya, mereka secepatnya mencari celah dan strategi jitu yang bisa digunakan untuk melumpuhkan kebenaran dan kejujuran. Ajaran mulia agama dan norma masyarakat dikorbankan, hanya demi menangguk keuntungan ekonomi eksklusif berbasis kolusif.

Sebagian besar elit politik kita, misalnya, telah menjadi elemen strategis bangsa yang tidak sepi dari stigmatisasi sebagai “pemain akrobat” yang lihai dan piawai, meski sudah berpuluh-puluh orang di antaranya masuk bui akibat kriminalisasi yang dilakukannya. Mereka tetap menolak berbuat berbuat bersih, karena dengan “akrobat” dapat membuka celah keuntungan terbuka lebar dan liberal.

Salah satu akar masalah utama yang membuat terperangkap atau mudah tergoda dalam abuse of power, adalah ketidaksiapannya secara mentalitas menerima amanat yang dipercayakan kepadanya. Mentalitasnya tidak siap jadi pengabdi yang jujur, sebaliknya lebih senang menasbihkan kebohongan. Praktik politik bermodus pendustaan publik, seperti korupsi atau suap-menyuap dijadikannya sebagai opsi logis yang dianutnya menggeser model politik berbasis kesucian nurani.

Kalau gaya berpolitik cerdas moral dan bernurani yang dipraksiskannya, sudah pasti “uang haram”  tidak mampir ke kantungnya. Namun, jika tetap memaksa dan terus berusaha mencari-cari celah untuk bisa memperoleh atau menerima dana ilegal,  berarti dalam dirinya kehilangan nurani kerakyatan. Politisi yang punya nurani kerakyatan tidak akan berani mempolitisasi anggaran yang bukan menjadi haknya.

Kita jadi teringat banyak politisi di negeri ini yang tidak bernurani, akhirnya anggaran yang sejatinya menjadi hak masyarakat, digunakan sebagai objek “jarahannya”. Ulah politisi yang “menjarah” dana publik itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak masyarakat.

Budayawan Mochtar Mubis (Alm) dalam bukunya “Manusia Indonesia” pernah mengingatkan, salah satu penyakit mentalitas yang sangat parah dimiliki oleh manusia Indonesia adalah mental hipokrit atau tabiat kemunafikan yang dipertahankan dan bahkan diagungkan dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, berbudaya, maupun berpolitik.

Mereka tidak hanya menghalalkan penipuan dan pendustaan publik, tetapi juga pintar menggunakan rumus “simbiosis mutualisme”. Terbukti KPK sudah menetapkan ratusan tersangka korupsi terhadap mantan dan anggota DPR karena terlibat praktik suap-menyuap. Bahkan, pada tahun 2013, jumlah pimpinan lembaga tinggi Negara maupun kepala daerah yang menjadi tersangka terus bertambah. Di antara mereka ada yang sudah divonis bersalah dan ada juga yang kini dalam proses persidangan di pengadilan Tipikor. Ini bukti perilaku korup sudah semakin akut di negeri ini.

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…