Daya Beli Meningkat - Pemerintah Sebut Industri Tekstil Masih Cerah

NERACA

 

Jakarta -  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak masyarakat dan pelaku usaha sektor industri tidak takut mengembangkan usahanya. Khususnya di sektor industri tekstil, SBY tidak sependapat dengan anggapan bahwa industri tekstil termasuk industri senja yang berada di jurang keterpurukan lantaran kinerjanya terus turun.

"Saya tidak setuju dengan istilah "sunset industry", atau industri yang menurun. Buktinya PT Sritex dan PT Sari Warna berkembang pesat. Negara Jepang juga seperti itu, sekarang maju pesat," ujar SBY di Jakarta, Selasa (18/3).

Dalam pandangannya, jika istilah industri senja terus menerus menghantui, hal itu berdampak buruk. Yakni berkurangnya kepercayaan diri pelaku industri tekstil dalam negeri. SBY mengajak masyarakat untuk lebih optimis apalagi tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia dan negara tetangga cukup tinggi.

"Pertumbuhan penduduk yang tinggi, di tanah air dan negara tetangga yang daya belinya terus meningkat, ini menjadi pasar yang prospektif di masa depan. Ini bisa memacu kita untuk terus berkarya, berusaha terutama di bidang tekstil," katanya.

Kepala negara juga berpesan agar selalu pelaku industri tekstil terpacu untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan perbaikan manajemen. Dengan begitu, daya saing industri nasional akan terangkat dan siap menghadapi persaingan di era pasar bebas.

"Contohnya, batik itu dulu biasa saja, pada tahun-tahun terakhir meningkat tajam. Sekarang industri batik dan handycraft ada dimana-mana. Tentu mbahnya (asal-usulnya) adalah Solo. Tapi orang Solo jangan khawatir karena Solo tetap menjadi pusatnya batik," ucapnya.

Sebelumnya Ekspor tekstil tahun ini diperkirakan bakal kembali bergairah. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat memprediksi ekspor tekstil tahun ini meningkat 5 %, mencapai US$14,4 miliar. "Tahun lalu ekspor tekstil mencapai US$13,3 miliar, tahun ini bisa mencapai US$ 14,4 miliar," katanya.

Peningkatan ekspor sebesar 5 % disokong oleh optimisme peningkatan ekspor ke negara seperti Jepang dan Thailand. Ade mengatakan permintaan tekstil dari kedua negara ini meningkat dari Indonesia. Selain itu, pulihnya permintaan ekspor dari Amerika Serikat juga memicu kenaikan ekspor tahun ini.

"Walaupun ekspor ke Eropa turun tapi tertolong dengan meningkatnya ekspor ke Jepang dan Thailand. Amerika juga mulai pulih sehingga ekspor tekstil ke negara tersebut mengalami peningkatan," katanya. Ade memprediksi omzet industri tekstil tahun ini mencapai Rp 80 triliun.

Nilai omzet yang masih mencapai Rp 80 triliun, kata dia, akan sangat terbantu dari ekspor. Ade mengatakan faktor internal malah tidak menyokong pencapaian omzet industri tekstil tersebut. "Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif dasar listrik justru pertumbuhan industri tekstil. Industri ini belum pulih dari dampak kenaikan upah dan kenaikan tarif listrik tahun lalu. Sekarang, malah naik lagi," katanya.

Pemilihan umum yang akan digelar tahun ini, kata dia, juga tidak memberikan kontribusi yang signifikan pada omzet tekstil. Ade mengatakan pemilu hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 1-2 triliun terhadap total omzet. "Karena selama pemilu yang meningkat hanya permintaan akan kaos, kain-kain kasar untuk bendera. Jadi tidak signifikan," katanya.

Disisi lain banyak berita bahwa kalangan pelaku usaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pesimis dengan prospek industri ini. Kekhawatiran ini muncul seiring kian besarnya perkiraan jumlah pe mutusan hubungan kerja pada 2014 ini yang lebih besar ketimbang tahun lalu.

PHK di sektor industri ini diprediksi bertambah mengingat pertumbuhan produksi ini terus menunjukkan kecenderungan menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada 2012, pertumbuhan produksi tekstil menurun 8,32%. Adapun pada 2013, penurunan tak jauh berbeda, yakni 8,65%.

Situasi ini tidak terlepas dari krisis yang melanda kawasan Eropa, yang merupakan salah satu pasar utama TPT Indonesia. Belum pulihnya perekonomian di kawasan itu membuat ekspor produk TPT mengalami penurunan. Belum pulihnya perekonomian di Eropa dapat membuat tren penurunan pertumbuhan produksi masih akan terjadi pada 2014 ini. Bahkan, situasi itu bisa lebih tajam dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Bila itu terjadi, penjualan industri TPT tahun ini bisa jadi tidak akan mencapai perolehan kinerja pada 2013 yang mencapai US$13,3 miliar, yang naik tipis dibandingkan pada 2012 sebesar US$12,6 miliar.

Industri tekstil sempat menjadi salah satu industri primadona Indonesia beberapa tahun lalu, khususnya saat masih berlaku sistem kuota ekspor ke sejumlah negara. Kala itu, ekspor produk TPT Indonesia menjadi salah satu andalan ekspor.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…