Cegah dan Kontrol Hipertensi - Agar Terhindar dari Kerusakan Jantung, Otak dan Ginjal

 

 

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.

NERACA

Terdapat banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat, padahal hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya kerusakan organ ginjal, jantung dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.

Keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan pula kejadian stroke, penyakit jantung dan penyakit gagal ginjal. Hipertensi yang dikendalikan akan mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi keluarga, masyarakat, pemerintah terhadap beban yang diakibatkannya.  

“Analisis data lanjut Riskerdas 2007, kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis atau yang telah minum obat hipertensi masih rendah yaitu 24,2%, hal ini menunjukkan 75,8% kasus hipertensi di masyarakat belum terjangkau pelayanan kesehatan. Analisis lebih lanjut pun menunjukkan hanya sekitar 18 % mempunyai tekanan darah yang terkontrol dari yang telah terdiagnosis,” tutur Yuda Turana, SpS, ketua pelaksana The 8th Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, dr.Nani Hersunarti, SpJP, FIHA, sebagai Ketua InaSH mengemukakan, inaSH sebagai kelompok peminatan hipertensi dengan sumber daya para pakar akademisi di bidang Hipertensi mempunyai peranan yang sangat besar dan penting untuk mengadaptasi berbagai perubahan penanganan hipertensi tersebut terhadap situasi global (menyesuaikan berbagai penelitian dan guideline hipertensi terbaru dengan situasi yang ada di Indonesia) dan memberikan suatu input/ masukkan pada tatalaksana hipertensi di era JKN ini, agar penanganan hipertensi tetap optimal sesuai dengan ilmu kedokteran yang berbasis bukti  ilmiah.

“Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah pada makanan cepat saji dan yang diawetkan yang kita ketahui mengandung garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai menjamur terutama di kota-kota besar di Indonesia,” tutur  Arieska Ann Soenarta, SpJP, FIHA , pakar hipertensi dan salah seorang pendiri InaSH.

Arieska mengatakan, belum lagi makanan asli Indonesia sendiri, juga diketahui banyak mengandung garam seperti kerupuk, kecap, sambal botol. InaSH melalui berbagai kesempatan selalu mempromosikan dan edukasi masyarakat untuk melakukan gaya hidup sehat, diet sehat (makanan tinggi buah, sayuran, rendah lemak jenuh dan kholesterol, rendah garam dan produk susu rendah lemak), aktivitas fisik teratur, mempertahankan berat badan ideal, lingkar pinggang ideal dan lingkungan bebas asap rokok.

 “Seperti kita ketahui, bila hipertensi tidak ditangani maka akan berakibat fatal pada jantung, ginjal, otak serta menimbulkan komplikasi dan beban biaya yang besar seperti dialisis,” tuturnya.

Di samping itu perlu juga diperhatikan adanya kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Jadi seseorang dengan hipertensi, penyakit diabetes, dan lingkar perut yang besar, tentu akan berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung dibanding dengan yang hanya menderita hipertensi saja.

“Pada penderita hipertensi juga dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Pada situasi ini harus dipastikan dahulu apakah hipertensi yang menimbulkan gangguan fungsi ginjal, misalnya karena hipertensi yang cukup lama atau sebaliknya, gangguan/penyakit ginjal yang menimbulkan hipertensi. Masalah ini lebih bersifat lebih diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya sama,” tuturnya.

Pada intinya, pengobatan hipertensi bertujuan menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular, stroke dan ginjal dengan cara mengendalikan maksimal semua faktor risiko kardiovaskular. Tekanan darah diturunkan hingga < 140/90 mmHg. Kami menghimbau agar masyarakat melakukan pencegahan penyakit ini dengan cara menerapkan pola hidup sehat. 

 

BERITA TERKAIT

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Mengatur Pola Makan Pasca Lebaran, Simak Tipsnya

  Makan makanan ini di Hari Lebaran sebenarnya enak, tapi ingat jangan berlebihan, ya! Pasalnya, mengonsumsi santan dan makanan berlemak…

Cara Mengembalikan Pola Tidur Setelah Ramadhan

  Ketua Umum Terpilih PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra membagikan beberapa cara untuk mengembalikan pola tidur…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Saat Perjalanan Mudik - Pembesaran Prostat Tak Dianjurkan Konsumsi Minum Manis

Mudik sehat, aman dan nyaman tidak hanya disiapkan dari infrastruktur jalan tetapi juga perlu diperhatikan kesiapan dan kesehatan para pemudik.…

Mengenal dan Deteksi Awal Penyakit Papiledema

Terbatasnya penglihatan dan bahkan nyaris buta yang diderita mantan kiper Timnas Kurnia Mega diketahui karena mengidap penyakit papiledema sejak 2017…

Jaga Kesehatan Saat Mudik, Simak Tipsnya

  Mudik menjadi budaya yang dilakukan orang Indonesia seusai sebulan berpuasa selama Ramadan. Namun, perjalanan jauh sering kali memengaruhi kesehatan…