Kurangi Ketergantungan Impor Bahan Baku - KKP Desak Pembentukan BUMN Pakan Ikan

NERACA

 

Karangasem - Indonesia masih ketergantungan terhadap bahan baku pakan ikan impor yaitu tepung ikan. Akibatnya harga pakan ikan pun mengalami kenaikan seiring dengan pelemahan rupiah. Semakin mahalnya biaya pakan ikan telah mempengaruhi produktifitas dari ikan yang dihasilkan para pembudidaya. Atas dasar tersebut, Direktur Jenderal Budidaya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menilai perlu dibentuknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus menangani pakan ikan.

Slamet yang ditemui di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem, Bali menjelaskan sejauh ini belum ada BUMN yang khusus menangani masalah bahan baku pakan ikan yaitu tepung ikan. Tepung ikan masih menjadi komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan dari ikan. "Maka dari itu, perlu kiranya semacam Badan Urusan Logistik (Bulog) yang khusus menangani pakan ikan. Fungsinya sebagai bufferstock dan menjaga harga agar harga pakan tidak naik dengan tinggi," ungkap Slamet di Kabupaten Karangasem, Bali, akhir pekan kemarin.

Ia mengakui bahwa seiring dengan melemahnya rupiah belakangan ini telah membuat harga pakan mengalami kenaikan. Hal tersebut karena bahan baku pakan ikan masih diimpor. Salah satu negara yang terkenal sebagai pemasok bahan baku pakan ikan adalah Chili. "Di Chili, itu sebagai pemasok utama bahan baku pakan ikan. Karena, disana mempunyai ikan teri yang besar sebagai bahan baku utama pakan ikan," ucapnya.

Namun begitu, Slamet mengatakan pihaknya juga berusaha untuk tetap mengandalkan bahan baku lokal agar tidak berketergantungan terhadap bahan baku impor. "Kedepannya, kita mulai mengidentifikasi sentra-sentra untuk pakan tepung ikan, mengupayakan menggunakan bahan baku lokal seperti dari biji-bijian dan eceng gondok serta mengupayakan agar para pembudidaya membuat pakannya sendiri. Disamping itu, kita juga bekerjasama dengan perusahaan pakan dengan murah yang berkualitas," ujarnya.

Mahalnya pakan ikan membuat salah satu pendiri Kelompok Mina Kertausaha Bali, Mangku Wayan Kantun mengeluh. Ia menyayangkan mahalnya harga pakan ikan yang mulai mengalami kenaikan. "Biasanya beli pakan ikan Comfit dengan Rp342 ribu per 50 kilogram. Sementara sekarang sudah mencapai Rp360 ribu per 50 kg. Untuk jenis pakan ikan UG juga mengalami kenaikan dari Rp185 ribu per 20 kg, sekarang sudah mencapai Rp208 per 20 kg," tuturnya.

Sementara itu, Denny D. Indradjaja, Ketua Divisi Aquaculture Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), mengatakan saat in sekitar 80% bahan baku pakan ikan dan udang tergantung dari impor a.l. jagung, bungkil kedelai, dan tepung ikan. Ketergantungan impor tersebut terjadi akibat minimnya produksi domestik. "Tepung ikan, kita mengimpor sekitar 75.000 ton dari Peru dan Chile, yang memiliki kualitas terbaik. Dari lokal 50.000 ton. Produksi kita tergantung tangkapan ikan," kata Denny.

Maka, seiring dengan apresiasi nilai tukar dolar Amerika Serikat sebesar 20%-30%, harga komoditas impor tersebut ikut terdongkrak. Harga tepung ikan impor, misalnya, mencapai US$1.750/ton atau naik hingga dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat harga pada 2006 yang berada pada kisaran US$900/ton.

Selain akibat komponen impor, penaikan komponen produksi dalam negeri, seperti kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif tenaga listrik (TTL) turut mendongkrak biaya produksi pakan. "Kita melakukan penyesuaian harga, tapi tidak sampai 20%. Harga pakan udang sekarang Rp12.000/Kg, sedangkan pakan ikan Rp7.000-8.000/Kg," ujarnya. Namun, para produsen pakan ikan dan udang, optimistis pada tahun ini produksi dapat mencapai 1,3 juta ton atau meningkat 10%-15% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.

Denny mengatakan produksi pakan ikan pada tahun ini ditargetkan mencapai 1 juta ton, sedangkan pakan udang diharapkan dapat mencapai 300.000-350.000 ton. Proyeksi tersebut merupakan kalkulasi produksi 14 perusahaan produsen pakan ikan dan udang yang tergabung dalam GPMT, termasuk CP Prima dan Grobest Indomakmur. "Kita optimistis produksi bisa capai 1,3 juta ton, walaupun ada kenaikan harga beberapa komponen impor," ujarnya.

Bahkan, produsen optimistis penjualan pakan tetap tinggi seiring prospek perikanan budi daya yang meningkat, serta kenaikan harga jual udang dan ikan. Pada 2012, penjualan pakan ikan dan udang tercatat mencapai 1,2 juta ton atau naik 20% dibandingkan realisasi 2011 sebanyak 1 juta ton. Tahun ini, penjualan pakan ikan diproyeksi naik 15%, sedangkan pakan udang naik 30% seiring program revitalisasi tambak udang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

75% Impor

Kepala Badan Litbang KP Achmad Poernomo menuturkan hingga kini 75% kebutuhan tepung ikan di dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Permintaan tepung ikan di Indonesia per tahunnya mencapai 100.000-120.000 ton. Sebanyak 75.000-80.000 ton di antaranya dipenuhi dari impor dari berbagai negara. "Impor yang paling banyak itu tepung ikan. Produksi tepung ikan juga masih kurang sehingga masih impor. Porsi 50% dari total impor secara keseluruhan. Jadi ini tidak hanya untuk sektor perikanan tetapi dipakai juga untuk sektor peternakan," katanya.

Ia mengklaim volume ekspor perikanan 2013 mencapai 1 juta ton ikan atau US$ 4 miliar, sedangkan impornya masih jauh di bawah angka ekspor. Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) serius dan terus mendorong industri pakan nasional untuk memaksimalkan kapasitas produksinya. Penerapan sertifikasi atas bahan baku dari pakan ikan yang diproduksi secara berkelanjutan menjadi tantangan. "Artinya balance of trade kita positif. Andalan ekspor kita udang dan rumput laut. Tetapi ikan hias juga ada. Ke Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Kita terus dorong upaya peningkatan industri tepung ikan di Indonesia," imbuhnya.

Sedangkan konsumsi ikan perk kapita masyarakat Indonesia di tahun 2013 telah mencapai 32 kg/kapita/tahun atau meningkat 1 kg dibandingkan tahun lalu. "Itu kalau penduduk kita jumlahnya 250 juta, kita butuh 3,5 juta ton ikan/tahun untuk memberikan makan seluruh bangsa kita. Kita naik terus dan bagaimana kita bisa mencapai 35-40 kg pada saatnya nanti dan kita bisa menyediakan suplainya jangan sampai impor. Lingkungannya bagus dan ikan banyak," katanya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…