Geliat Bisnis Kuliner - D'Cost Seafood Bersiap Buka Gerai di New York

NERACA

 

Jakarta – General Manager Marketing D’Cost Seafood Eka Agus Rachman mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah merencanakan ekspansi ke luar negeri. Tidak tanggung-tanggung, D’cost yang bernaung di bawah PT. Pendekar Bodoh itu berencana membuka gerai di Manhattan, New York, Amerika Serikat (AS) pada tahun 2016 mendatang.

“Kita ingin menunjukan pada dunia bahwa brand kita itu kuat. Indonesia itu kuat, bukan sekadar pasar. Jadi kita di 2016, kita akan buka pasar di luar. Amerika dulu kita buka.  Kalau mau beda. Beda sekalian,” kata Eka kepada Neraca di kantornya, baru-baru ini.

Menurut Eka, keputusan menggelar ke Manhattan, New York, lantaran korporasi serius ingin go international. “Kita ingin nendang sekalian gitu loh. Beda dong, D’cost buka di Singapura sama D’cost buka di Manhattan. Betul gak? Di Singapura, semua brand ada kali di Singapura. Orang Singapura kayak kampung kita kedua kan,” urainya.

Bisnis resto yang digeluti D’Cost sudah dimulai sejak 9 September 2006. Saat ini, D’cost yang fokus bergerak di bidang kuliner seafood sudah memiliki 63 outlet yang tersebar di 23 kota besar di Indonesia. Sekarang ini 90% outlet D’Cost ada di mall. Selebihnya, baru stand alone. Di Jabodetabek, jumla outlet hampir 40 gerai. Sekitar 2/3 outlet berlokasi di Jabodetabek, di Bandung 3 uoutlet, Surabaya 4, Bali 2, dan kota besar lainnya masing-masih satu gerai.

Bahkan, di 2015 nanti, sebagai restoran berjaringan, D’Cost berencana menerapkan bisnis franchise (waralaba). Waralaba kan perlu, perlu, perlu persiapan yang cukup baik ya, sehingga pada saat kami announce waralaba ini, orang yang menikmati atau franchiser ini juga menjadi lebih, lebih siap gitu ya. Jangan sampai mereka merasa bahwa ditinggalin atau adminnya belum beres atau sistem prosedurnya belum beres. Kami sudah mempersiapkan juga sehingga pada saat nanti, pada saat waralaba disiapkan atau di-launch, mereka berniatan untuk ikut waralaba menjadi lebih siap,” terangnya.

Terkait dengan strategi dalam kompetisi di bisnis kuliner, Eka mengungkapkan, D’Cost optimis dapat menyikapi kompetisi perang harga dengan baik. “Kita percaya bahwa orang memiliki pilihannya sendiri untuk makan, jadi kita pilihan. Nah kita inginnya bahwa kita berkompetisi secara sehat. Harga yang kami tawarkan kompetitif lah. Orang bisa bandingin kok. Oh di D’cost gini. Kita tidak bilang gini, waktu kita bilang teh tawar Rp 1000, bukan kita pingin apa-apa. Memang teh tawar harganya berapa. Masa teh tawar harganya Rp 5000?,” papar Eka.

D’Cost, kata Eka, ingin menampilkan harga sebagaimana apa adanya. “Tinggal sekarang kembali kepada customer-nya, mau milih dia apa kembali ke dia atau D’cost. D’cost kayak gini loh. Kita tidak naik-naikin harga semau-maunya. Kita tidak merayu mereka dengan berbagai macam promo, kartu kredit segala macem, nggak. Inilah D’cost, tulus apa adanya. Harganya pun memang seperti itu. Hanya kita punya konsep, kalau bisa tidak lebih mahal daripada ibu-ibu masak di rumah. Yang lain bikin promo seperti itu, tidak apa-apa,” tegasnya.

Lantas mengapa D’cost memilih seafood sebagai menu utama? “Pertama paling gampang. Punya nggak resto seafood dengan konsep seperti D’cost? Ada gak? Gak ada kan? Yang ada kalau nggak mie, bakso, gado-gado, yang mirip-mirip. Tapi yang seafood.  Seafood seperti D’cost, harganya kaki lima mutu bintang lima, tidak ada seperti itu waktu kita buat,” tandas Eka.

Yang kedua, sambung Eka, seafood selalu dipersepsikan sebagai makanan yang mahal. D’Cost ingin membantah persepsi itu, bahwa makan seafood di D’cost itu tidak mahal. “Yang ketiga, Indonesia kan negara nelayan, negara perikanan, negara bahari. Orang sekarang lebih banyak restoran ayam daripada restoran seafood. Betul nggak? Padahal ikan kita banyak, udang kita banyak, kepiting kita banyak. Lah kenapa nggak memanfaatkannya,” imbuhnya.

Dikatakan Eka, dengan memanfaatkan sendiri potensi bahan baku lokal yang melimpah tersebut, otomatis bisa menghidupi juga sektor-sektor lain. “Jadi keberadaan D’Cost di daerah selain kita business as usual, kita juga memberikan efek positif terhadap masyarakat setempat. Suplier ikan, suplier sayur, suplier beras, tenaga kerja. Karena 99% D’Cost di daerah itu berasal dari situ. Jadi kita selalu ingin memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat setempat,” tegasnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…