Manfaat Produk China Bagi Kita
Sekitar satu dekade sebelum tahun 2010, ekonomi China bisa tumbuh sampai dua digit, sekitar 10 – 11 persen. Tetapi, memasuki tahun 2010 sampai sekarang, pertumbuhan ekonomi China yang awalnya diharapkan menjadi lokomotif ekonomi dunia di tengah loyo-nya ekonomi AS dan Eropa, ternyata malah melambat menjadi sekitar 7 persen saja.
Tentu, pemerintah China menyampaikan informasi yang logis atas melambatnya pertumbuhan itu sebagai terlalu panas sehingga harus di-rem. Pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi di tengah melambatnya atau kontraksi-nya ekonomi mayoritas negara lain yang selama ini kuat ibarat kendaraan yang masih melaju kencang padahal sudah bukan di jalan tol lagi. Bisa membahayakan. Tetapi bagi Indonesia sendiri, adakah hal lain yang bisa kita lihat dari melambatnya pertumbuhan ekonomi China?
Konsumsi adalah pendorong pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Yang paling ideal, konsumsi yang mendorong pertumbuhan ekonomi itu adalah konsumsi luar negeri (ekspor) yang jumlahnya lebih besar dibanding konsumsi domestik dari total produk negara tersebut. Jika produk barang dan jasa dari sebuah negara lebih banyak terserap oleh pasar luar negeri, maka disebut berhasil-lah negara tersebut menumbuhkan ekonominya secara ideal.
Inilah yang dilakukan oleh China sebelum tahun 2010, yang sangat mendorong pertumbuhan ekonomi China hingga tumbuh mencapai dua digit. China bahkan sempat berhasil menggeser Jepang dan Jerman sebagai negara eksportir terbesar dunia. Di Indonesia misalnya, produk China begitu marak. Suara di dalam negeri banyak yang mulai cemas akan dominasi produk China di Indonesia.
Kembali ke Kualitas
Tapi, sejak 2010 sampai sekarang, serapan pasar atas produk China tampak menurun drastis. Kita bisa melihat sendiri produk China yang masih baru lebih banyak tertonggok di tempat-tempat penjualan. Barang baru - stok lama, begitulah biasanya para pedagang menyebut. Produk otomotif dan elektronik seperti sepeda motor, ponsel, dan televisi, kini sudah jarang yang membelinya. Kabar terbaru tentang produk China adalah bahwa semua pembangkit listrik di Sumut buatan China rusak (Kompas, 26 – 2 – 2014).
Juga, bus Transjakarta yang baru diimpor dari China banyak yang bermasalah. Tidak berlebihan kiranya dikatakan kualitas produk China yang kurang memadai sebagai penyebab dari melambatnya permintaan yang akhirnya secara otomatis mengerem pertumbuhan ekonominya. Menurut informasi dari berbagai media, produk China yang masih diminati konsumen Indonesia hanya tinggal tekstil, komputer, dan buah. Mengapa penyerapan terhadap produk China khususnya di Indonesia menurun?
Sebagian besar konsumen yang sudah pernah membeli produk China mengatakan, setelah dihitung-hitung, lebih baik kembali ke kualitas. Maksudnya, walaupun harga produk bermerek dan sudah mapan lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang produk yang sudah mapan dan bermerek ternyata lebih ekonomis dibanding produk China. Misal, sepeda motor baru produksi China harganya sekitar 40 – 45 persen lebih murah dibanding sepeda motor sekelas dari Jepang. Tetapi, masa pakainya memang benar-benar berbeda. Bila kita perhatikan di jalanan, sepeda motor Jepang produksi tahun 90-an masih lebih banyak dijumpai di jalanan dibanding sepeda motor produksi China tahun 2000-an.
Sikap kembali ke kualitas ini terlihat dari beberapa produk China yang memang kualitasnya baik ternyata tetap diminati konsumen. Contohnya adalah komputer. Para pedagang komputer percaya diri ketika merekomendasikan komputer buatan China ketika konsumen meminta pendapatnya, yang hal ini tidak terjadi ketika menawarkan produk lain, seperti ponsel atau televisi.
Faktanya memang, untuk pasar komputer, konsumen begitu bangga ketika menentang laptop yang bertuliskan made in China. Malah, penjualan komputer buatan China tertinggi dibanding merek dari negara lain, khususnya di Indonesia. Begitu juga dengan produk tekstil yang kualitasnya lumayan, tetap bertahan di pasar. Kondisi dimana produk yang berkualitas dari China ternyata tetap diminati konsumen ini menunjukkan bahwa pada akhirnya konsumen lebih memilih kualitas dibanding harga yang murah.
Melihat perlambatan pertumbuhan ekonomi China dengan prilaku konsumen yang sudah mulai meninggalkan beberapa jenis produk China tersebut terasa sekali bahwa waktunya terjadi bersamaan. Maksudnya, perlambatan ekonomi China dengan sikap konsumen yang mulai meninggalkan beberapa produknya terjadi bersamaan. Barangkali, inilah faktor utama yang menyebabkan perlambatan ekonomi China walaupun tentunya ada banyak faktor lain yang menyebabkannya. Dengan kata lain, penyerapan konsumen terhadap produk China mengalami perlambatan disebabkan kualitasnya yang kurang memuaskan yang akhirnya berdampak pada perlambatan ekonomi China sendiri.
Tentu, ada faktor lainnya yang menyebabkan ekonomi China terpaksa harus di-rem oleh pemerintahnya sendiri. Pemerintah China tentunya sangat sadar bahwa keberhasilan sebuah pembangunan ekonomi juga diukur dari kelestarian lingkungannya. Pertumbuhan ekonmomi tinggi tidak bisa berkelanjutan jika alamnya rusak akibat aktivitas pembangunan itu sendiri.
Memang, belakangan ini, sering terdengar berita bahwa kualitas udara di kota-kota besar di China memburuk karena asap dari industri. Pernah dikabarkan bahwa Kota Beijing seperti di balik kelambu di siang hari akibat kabut asap. Baru-baru ini juga, ada berita bahwa salah satau kota di Provinsi Hebei juga mengalami masalah yang sama akibat asap industri. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan sendiri bagi pemerintah China untuk mengerem industrinya yang mungkin tidak ramah lingkungan itu.
Jika benar bahwa perlambatan ekonomi China juga sebagai pilihan yang dilakukan pemerintahnya untuk mengerem kerusakan alamnya, ini artinya mereka juga kembali ke kualitas. Oleh karena itu, dapat disebutkan produsen dan konsumen pada akhirnya kembali memilih kualitas. Walaupun harga yang harus dibayar konsumen lebih mahal atau laju pertumbuhan ekonomi harus melambat, demi kualitas produk di sisi konsumen dan kualitas alam di sisi produsen, tampaknya tak ada pilihan lain.
Merasa Kehilangan
Kualitas produk China memang kurang memuaskan. Tetapi, produk China-lah yang menggedor “keangkuhan” industri mapan selama ini yang tidak mau melirik pasar menengah ke bawah. Sebelum produk China marak di pasar, industri mapan dari negara maju seperti menara gading bagi kelas menengah ke bawah. Produk mereka memang berkualitas, tetapi harga yang ditawarkan pun terlalu tinggi menurut konsumen. Misal, sebuah pemutar DVD harganya sampai lebih dari Rp. 1 juta.
Tetapi karena ada DVD produk China yang harganya 50 – 60 persen lebih murah itu, konsumen menengah ke bawah dapat menikmati hiburan DVD. Juga, mereka akan sulit merasakan ponsel yang menunya begitu lengkap jika tidak ada ponsel buatan China. Ponsel merek China-lah yang membuat ponsel sekarang bukan barang mewah konsumsi kelas atas lagi. Bayangkan, dengan kurang dari Rp. 300.000, Anda punya ponsel yang menu-nya lebih lengkap dibanding ponsel bermerek.
Jadi, kualitas produk China boleh jadi kurang memuaskan, tetapi mengangkat kualitas hidup konsumen menengah ke bawah yang selama ini kurang dipandang oleh industri mapan. Maka, ada rasa kehilangan kalau sampai produk China tidak dijual lagi di pasar-pasar. (analisadaily.com)
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…