Elegi Tiang Monorel

Elegi Tiang Monorel

Proyek monorel memang sebetulnya sudah dirancang sejak 2004, yaitu saat disusunnya Pola Transportasi Makro (PTM) yang dikukuhkan dalam bentuk Peraturan Gubernur  (Pergub) DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2004. Namun, Pergub yang ditandatangani Gubernur Sutiyoso itu merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor  12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai, Danau, dan Penyeberangan.

Pergub 84/2004 dicabut dan disempurnakan dalam Pergub Nomor 103  Tahun 2007. Ide dasar disusunnya PTM, antara lain dalam upaya mengurangi penggunaan kendaraan umum dan digantikan dengan mengoptimalkan angkutan umum. Angkutan umum yang dibangun meliputi berbasis jalan raya (bus rapid transit/BRT) atau busway,   berbasis rel yaitu mass rapid transit/MRT) dan light rail transit (LRT) atau monorel, serta transportasi alternatif.

Khusus monorel, sebetulnya sudah dimulai era Gubernur Sutiyoso. Peletakan batu pertama pembangunan tiang pancang proyek monorel dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. Proyek diprakarsai oleh PT Jakarta Monorail (JM) yang bekerjasama dengan PT Adhi Karya.   

Namun, dalam perjalanannya, PT JM gagal melanjutkan proyek itu akibat tak mampu menggalang dana proyek yang nilainya belasan triliun rupiah. Bahkan, saat Gubernur Fauzi Bowo, proyek itu sudah mangkrak terhenti oleh batas waktu.  Padahal PT Adhi Karya sudah mengelurkan kecek untuk membangun puluhan tiang di sepanjang Jalan HR Rasuna Said dan di Jalan Asia Afrika, Senayan hingga mencapai Rp 193,66 miliar.

Angka berdasarkan hasil audit Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Amin, Nirwan, Alfianori pada 2013. Penunjukan KJPP atas kesepakatan PT Adhi Karya dan PT Ortus Holding  selaku pemegang saham utama JM. Tapi, dalam pertemuan 18 Maret 2013, disepakati PT JM sanggup membayar sebesar Rp 190 miliar.

Belakangan, pada 30 Oktober 2013, JM menyurati Adhi   Karyta agar pembayaran pekerjaan tiang menggunakan hasil perhitungan yang dibuah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2010. Ketika itu BPKP menetapkan angka US$ 14,88 juta, dengan kurs Rp 9.161/dolar AS. Dengan demikian, angkanya menjadi Rp 130 miliar. Tapi, Adhi menolak, karena kontrak dibuat menggunakan mata uang dolar AS yang ternyata terus bergerak atau tidak stabil.

PT Adhi pun lapor ke Gubernur. Lhasil diadakanlah pertemuan kedua belah pihak disaksikan Gubernur Joko Widodo. Mereka bersepakat memakai hasil audit BPKP, apapun hasilnya.  

Menunggu hasil audit ulang BPKP, PT JM pun melakukan relanching proyek monorel  pada 16 Oktober 2013 di dekat monumen ‘66 di ujung Jalan HR Rasuna Said. Peresmian proyek dilakukan Gubernur Joko Widodo. PT Ortus Holding menggandeng China Communications Construction Company Ltd (CCCC).  Namun, kini proyek monorel itu terhenti. Tak ada pekerjaan fisik di sana. Mangkrak?

Ada dua pekerjaan yang harus diselesaikan PT JM. Selain harus menyelesaikan utang kepada Adhi Karya, PT JM juga harus menyelesaikan perizinan di lingkungan Pemprov DKI. Sebab, selama ini, izin yang dikeluarkan baru sebatas izin prinsip saja. Artinya, PT JM belum mengurus seluruh bentuk perizinan yang diperlukan.

Direktur Teknik PT Jakarta Monorail Rosano Bovanantoo menolak anggapan proyek mangkrak. Dia mengakui, saat ini pihaknya sedang mengurus perizinan di Dinas Pertamaan dan Pemakaman DKI. Jika izin sudah selesai pekerjaan fisik akan dimulai lagi. "Sudah berjalan proyeknya. Tidak harus selalu tempatkan alat berat di jalanan, kan," ujar Bonavantoo, pertengahan Februari (17/2).

Tiupan angin pun ternyata berubah. Perjanjian antara PT JM dan Pemprov DKI terkait pelaksanaan proyek itu pun berubah. Pihak Pemprov mengultimatum persyaratan jika dalam jangka waktu tiga tahun proyek tak juga selesai, seluruh proyek monorel menjadi aset DKI.  Untuk memastikan proyek jalan, PemprovDKI pun minta jaminan rekening koran senilai 5% dari total nilai proyek sebesar Rp 10 triliun.

"Tiga tahunlah maksimal, toleransi enam bulan. Jadi kita harus ada (bank) garansi. Kita bilang 5%, tapi dia bilang enggak, Bappenas 1%. Kalau dia gagal, dia kan bilang Rp10 triliun. Kalau Rp10 triliun, 5%  lumayan lho, Rp500 miliar kita dapat duit. Terus barang-barang yang sudah dibangun, kita sita," kata Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (26/2).

Peroyek monorel meliputi dua rute, yaitu blue line (Kampung Melayu – Tomang) dan green line (Kuningan – Taman Anggrek- Slipi- Senayan – SCBD – Gatot Subroto). Jadi, masih sanggupkah PT JM melanjutkan proyek dan tidak molor lagi? (saksono)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…