NERACA
Jakarta - Urbanisasi tinggi terutama di Kota besar Indonesia tidak diimbangi dengan penyediaan tempat tinggal. Akibatnya jumlah warga yang tidak punya rumah di Indonesia masih sangat besar. Pasalnya Bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang saat ini sangat tinggi menjadi biang keladi masyarakat tidak mampu memiliki rumah. "Orang sekarang makin susah dapat rumah, karena saat ini bunga KPR tinggi sekali," kata komisaris utama Pemilik Ciputra Group, Ciputra, di Jakarta, Senin (24/2).
Ciputra mengungkapkan ideal bunga KPR harusnya di bawah 10% alias single digit, sehingga beban masyarakat untuk kredit rumah lebih ringan. "Bunga itu harusnya di bawah 10%, jadi orang mudah bisa kredit rumah," ungkapnya.
Menurtnya, harusnya pemerintah bisa menekan bunga kredit rumah lebih rendah, karena kepala keluarga saat ini makin banyak tidak memiliki rumah. "Harusnya pemerintah itu bisa turunkan bunga, kasihan banyak di kita tidak punya rumah, angkanya lebih dari 10 juta yang kepala keluarga tidak punya rumah," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama Direktur PT Ciputra Residence Agussurja Widjaja menambahkan, perseroan mendapati kebutuhan rumah di Indonesia bertambah sekitar 800.000 per tahun. Kebutuhan rumah yang tinggi ini menjadi dasar optimisme perseroan untuk terus membangun perumahan di Indonesia.
"Pembeli kita sebagian besar adalah end user. Efeknya ada tapi tidak sebesar target market segmen yang lain. End user adalah orang-orang yang butuh rumah. Backlog sekarang 14 juta, tiap tahun bertambah 800.000, jadi demand tetap ada," ungkapnya.
Fase Perlambatan
Sebagian pengamat menilai Industri properti menyambut 2014 dengan pesimistis. Pasalnya, setelah tiga tahun terakhir booming hingga menyentuh puncaknya di 2013, siklus properti diramalkan mulai memasuki fase perlambatan. Meski begitu, potensi pertumbuhan di beberapa jenis properti masih cukup menjanjikan.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy memproyeksikan, industri properti hanya bisa tumbuh 5%-10% di 2014. Sedikit lebih optimistis, Tulus Santoso Brotosiswojo, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Ciputra Development memperkirakan, pertumbuhan industri properti hanya sedikit di atas inflasi, yaitu 10%-15%. Sebagai perbandingan, tahun lalu, pertumbuhan industri properti diyakini di atas 20%.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perlambatan bisnis properti, antara lain peraturan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR), pelarangan KPR inden, kenaikan tingkat suku bunga, pelemahan nilai tukar rupiah, serta pemilihan umum (pemilu).
Sekedar mengingatkan, pada 30 September 2013, Bank Indonesia (BI) merilis aturan mengenai LTV progresif untuk KPR. Artinya, konsumen harus menyiapkan uang muka lebih besar untuk rumah kedua, ketiga, dan seterusnya. Bukan hanya itu, bank sentral juga mengharamkan bank mengucurkan KPR untuk properti inden alias properti yang belum rampung dibangun.
Tak cuma soal kebijakan BI, hajatan pemilu tahun depan juga bisa menjadi hambatan bagi industri properti. Eddy menyebut, pemilu bisa membuat orang mengerem pembelian properti, terutama oleh investor.
Arief Rahardjo, Senior Associate Director Research & Advisory konsultan properti Cushman & Wakefield, meramalkan, pengembang, investor, maupun end user akan lebih memilih wait and see di 2014. "Secara historis, pemilu 2004 dan 2009 memberi guncangan pada pasar properti meskipun hanya untuk sementara waktu," ujar dia.
Khusus sektor residensial (perumahan), kata Arief, tekanannya lebih tinggi lagi lantaran skema KPR makin ketat. Peningkatan harga yang sangat signifikan hingga mencapai 25% per tahun selama empat tahun terakhir diperkirakan akan melandai. Tahun 2014, kenaikan harga rumah diprediksi sekitar 18%.
Meski begitu, Eddy tetap percaya diri masih ada celah bagi industri properti untuk tumbuh di 2014. Penggerak utamanya adalah tingginya angka backlog perumahan di Indonesia yang mencapai 15 juta unit. Dari kacamata investor, menanam investasi di properti juga masih lebih menguntungkan ketimbang menyimpan uang di deposito.
Kondisi yang kurang menguntungkan ini juga disadari oleh pengembang. Tengok saja, PT Agung Podomoro Land Tbk yang mematok target pertumbuhan konservatif sebesar 10% di 2014. Proyeksi ini sejalan dengan asumsi pertumbuhan industri. Kenaikan suku bunga acuan BI tahun ini dinilai efektif meredam permintaan konsumen.
NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…
Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…
NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…
NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…
Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…
NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…